Rabu, 30 Desember 2009

Tak akan ke mana mana

Adzan subuh baru saja terdengar
syahdunya seperti suaramu
bernyanyi di kupingku
bisikkan kalimat manis
yang ku harap tak pernah habis
surya di ufuk timur mengintip malu-malu
cahayanya leburkan silhuet jingga
dalam gelap yang menawan
aku mematung di sini
tak kubiarkan kaki melangkah
sebab aku rindu padamu
membiarkan embun dingin belai kulitku
serasa sentuhan yang kau beri
saat adzan subuh kemarin


29 Desember 2009
[23:00]

Membuat 300 Puisi Untuk Merayumu

aku tertawa
saat kamu meminta
kita
berpelukkan
tapi aku mau lebih dari sekedar itu
lalu kamu diam
aku tahu kamu tak bisa marah
aku terlalu polos untuk kamu marahi
aku terlalu lucu untuk kamu benci
aku terlalu kamu sayangi
tapi kamu diam
sampai hari berganti,
sampai malam kita bermimpi
kamu diam.
Biasanya kamu mengigau
kali ini kamu
diam
aku buat 3 0 0 kata untuk membuatmu
tak diam
entah puisi atau 3 0 0 rayuan
satu
dua
tiga ratus
untaian kata tercipta
hanya untuk kamu
tak akan lelah kuucapkan
karena
aku sayang kamu


28 December 2009
[18:16]

KAMU, KALAU BOLEH

menatapmu seperti menatap matahari
mendekapmu seperti mendekap angin
mengharapkanmu seperti mengharapkan masa lalu
menyayangimu seperti menyayangi diri sendiri
setengah hatiku belum terisi
masih ada ruang yang luas di sana
kalau boleh,
aku tunggu hadirmu
untuk mengisi bagian itu


28 Desember 2009
[17.13]

MATAHATI dan MIMPI

Seseorang menatapku
tajam
hadirnya selalu kubayangkan
di hadapan
matanya memelukku
lindungi aku dari sepi
temani imajinasiku yang bernyanyi
luruhkan rindu
hapus sendu dan pilu
leburkan ragu,
kekasihku…
jarak dan waktu yang terbentang
tak pernah jadi penghalang
kunikmati setiap tatapanmu
walau kau tak berada
di hadapan


23 Desember 2009
[07:36 am]

D I A

kelembutannya menyentuh dedaunan
mereka menari gemulai
meliuk-liuk santai
menikmati setiap gerakan
sesuai irama
saat dia pergi
dedaunan pura-pura diam
padahal mereka masih mau bercengkrama
belum juga lelah

22 Desember 2009

Habiskan Waktu Dengan Mu

habiskan kertas dan tinta
tak sanggup uraikan kata
habiskan waktu mendengarmu bercerita
tak sanggup luruhkan rasa yang ada
habiskan nafas hidup di dunia
tak dapat mengukur nikmat cinta ini
habiskan luka lama dan dendam yang kembali terbuka
aku tak kuasa
habiskan doa yang kupanjatkan
aku sedang merayu Tuhan
agar aku tetap bisa habiskan waktu
denganmu

20 desember 2009

Jumat, 25 Desember 2009

Menunggu Salju Turun di Gurun

Menunggu salju turun di gurun itu hal yang mustahil. Tapi kalau Tuhan sudah berkehendak, semuanya bisa saja terjadi. Sama seperti menunggu salju turun di negara tropis. Tapi lagi-lagi, kalau Tuhan berkehendak bisa saja salju turun menghiasi negeri ini. Kenyataannya memang demikian. Aku temukan salju ada di dalam dirinya. Ada dalam diri kekasihku. Salju yang lembut dan putih.

Dia dingin, tak pernah memberi respon mode on smile. Tak pernah memberikan respon ceria seperti matahari pagi yang aku suka. Dia seperti malam yang memberi kesunyian dan ketenangan. Berada dalam peluknya adalah ketenangan. Selalu ingin beristirahat dan damai yang aku rasakan. Aku bisa begitu santai dan tenang bercerita padanya. Dia seperti malam, diam dan tak pernah memberi komentar. Tidak seperti kalau aku tulis apa yang aku rasakan di status facebook langsung dikomentari yang aneh-aneh. Dia itu seperti kertas yang tak pernah habis. Tempat aku menumpahkan tinta warna-warni.

Mencintai dia seperti mencintai gunung es. Mencintai dia perlu perjuangan, karena sulit untuk mencapainya. Gunung es sangat jauh dari sini. Kalaupun ada di negara ini, letaknya sangat tinggi. Dan itu bukan gunung es. Di sini hanya ada gunung yang berselimut es. Ada di puncak Gunung Dieng, atau harus pergi ke Puncak Jaya Wijaya di Papua. Gunung es bisa mematikanku. Saat aku meraih puncaknya, aku bisa saja mengalami hypothermia dan terkulai lemas kekurangan oksigen.

Mencintai dia perlu perjuangan karena sulit untuk mencairkannya. Saat aku peluk esnya meleleh, lalu menyeretku dengan alirannya yang semakin deras, karena semakin panas semakin mencair. Atau saat memeluknya dia bekukan setiap gerakku. Aku tahu dia punya sisi kelembutan yang susah untuk dimengerti. Di luar tampak garang, tapi dia punya hati yang lembut, persis seperti salju. Aku bisa berguling-guling nyaman di atasnya. Membuat bola atau melemparinya dengan salju lembut itu, lalu tertawa senang melepas rasa yang ada.

Saat dia tersenyum aku akan bersorak dan girang setengah mati, karena senyumnya sangat indah seperti matahari pagi yang sukar dijumpai bersinar di negara subtropis. Terlihat bulat dan jelas, memberi kehangatan, dan waktu yang tepat untuk beraktifitas. Senyumnya aku bekal sepanjang hari, lalu aku simpan agar ketika malam menjelang kehangatan senyum itu tetap kurasakan.

Saat dia berbicara aku hanya bisa mendengarkan. Tak kuasa untuk memotong pembicaraannya. Yang aku dengar adalah kalimat-kalimat manis menentramkan jiwa, tak pernah menghardik atau mengecewakanku dengan kata-kata kasar. Sayang aku tak pernah mendengarnya bernyanyi. Dia tak pernah mau bernyanyi untukku. Aku tak tahu alasannya mengapa dia tak pernah mau bernyanyi untukku. Mungkin aku akan terbuai mendengar suaranya yang merdu, atau telingku akan rusak karena ternyata dia punya suara yang lebih jelek dari bunyi kentutku.. Atau mungkin saja dia tak hafal satu pun lagu yang ada. Sebodoh itukah? Tapi aku tak peduli dia mau bernyanyi untukku atau tidak, yang aku tahu dengan pasti dia ada untukku. Aku menerima kekurangan dan kelebihannya dalam situasi dan kondisi apapun.

Dia seperti malam yang menyelimutiku di kegelapan sehingga aku tak pernah merasakan takut akan dia tinggalkan. Dia seperti malam yang menemani sepiku dengan suara jangkrik dan semua binatang nokturno lainnya sehingga malamku tetap ramai dan ceria. Dia seperti malam yang membungkus kebisuan dengan irama degup jantungnya. Ya, nyanyian hatinya lebih indah dari melodi apapun yang kudengar. Walau dia tak ada di hadapanku, kehadirannya selalu bisa kurasakan. Dia seperti malam yang membalut mimpiku dengan berbagai kisah. Aku tak takut menghadapi setiap mimpi yang harus aku jalani karena saat terjaga dia memelukku erat.

Menunggu salju turun di gurun bukan hal yang mustahil. Tentu saljunya akan terasa hangat. Lembut dan hangat. Putih dan bersinar. Tak akan kubiarkan salju itu mencair dan mengalir. Tak akan kubiarkan salju itu menghanyutkan asa yang aku semai di dalamnya. Tak akan kubiarkan salju itu menghilang karena sinar matahari memanaskannya. Tak akan kubiarkan salju itu hanya meninggalkan jejak keindahan. Tak akan kubiarkan salju itu menjadi uap lalu huf...melebur dan meluruh dengan angin, dan terbang, pergi entah ke mana. Tak akan kubiarkan aku menunggu sia-sia salju yang aku harapkan selama ini. Justru aku akan menjaganya agar dia tetap ada selama bumi masih beredar pada porosnya.

Mencintainya membuatku lebih lengkap. Membiarkannya pergi akan jadi bencana terbesar dalam hidupku. Aku mencintainya sepenuh hati, tak peduli panas atau hujan. Tak terpengaruh siang atau malam. Tak terhalang jarak dan waktu. Tak tergantikan perubahan musim.

On the spring, summer, winter, even it fall, the snow is always be there in my heart and in my live. There’s no reason to move out, looking for the place where full of snow. When you left, I lost apart of me. When you are gone I’m gonna fade away. Coz this is our faith, coz we belong together. I’ve been waiting all my live for the moon comes in the day. I’ve been waiting all my live for the sun will shining my darkest sky. I’ve been waiting all my live for the snow falls right in front of me. I’ve been waiting all my live only just for you.

We’ll be fine across the line. I know you have your own way to love me. I enjoy everything you do. Because I know you love me like I do, and I wish this could be forever. It’s not impossible to wait for the snow fall on the desert coz the snow will always fall down everywhere all the years.

25 Desember 2009

Selasa, 22 Desember 2009

SPEAKING TO MY DOUGHTER AND SON

Don’t ever think you can reach everything so easy
You don’t have this world on your own
You can win like you want to be a winner
But you can lose and fail even you don’t want to

Sometimes you have to sacrifice your wishes
To make everything stay on the way
You need some words to make sure your life
And you can enjoy until you tired

This isn’t a cruel world, it’s just a wild
Surviving is the key to go on your life
Sweat and tears will color it sometimes
Through your passions and happiness

All of your hopes and dreams
Will never be good as your planed
Good times and bad times always in circles
Just how tough you realize it

And now tell me what is going through your mind
Will you ready to continue it
Or will you surrender before you fight
Just remember that the weak will fall down so easy

It’s the ordinary world where you live
There’s nothing perfect you can get behind
Maybe swindle you will encounter, seem so far
Think it wise just pick up the good things

Just a pattern that you have to live
When you get some intrusions, don’t ever run
Stand up and face up with all your power
If you weak, sunshine without shine got on your face

Honey, baby, open your heart
Don’t make this world more cruel and harder 

December 17th, 2000

MAMA

When I saw the world
It was my first time
You gave your hand to picked me up
You gave me your gentle touch
I felt so quite and easy

When I saw your brown eyes
They were just like mine
But your heart was so tender

When I felt your lips
It kept me warm in your fire
Your love is true
And I love you too

There’s no gentle hand
There’s no tender heart
There’s no warm kiss
Except all of yours to me
That’s all mine

Thank you for being there
Thank you for everything
Thank you forever
And god will always with you


Feb 20th, 1999
Happy mother's day mom

Minggu, 20 Desember 2009

PANGGUNGKU TOPENGKU

Layar mulai dibuka
hamparan luas panggung tanpa batas
awali sebuah peristiwa
dengan hiasan
warna indah-indah
memoles mata dari tiap sudut
Topengku kenakan
dan tak akan pernah lepas hingga
peran tuntas,
menari riang, bergerak kesetanan
mengumbar ceracau hingar
yang mestinya tak terdengar
Dialog demi dialog terucapkan
diiringi senyum, bahkan tawa
dan penonton tak pernah tahu
tulus atau menghina
anggap tolol mata yang lugu
Dialog-dialog berikutnya
penuh kepalsuan,
berkerudung dengki, mengalun merdu
buai jiwa-jiwa yang kosong
Sang sutradara terdiam awas
mata jeli dan nyalang memrotes
peran gamang aktornya
semua tahu dia bijak
sebab telunjuk tak pernah terlihat galak
tapi bisa bikin wajah-wajah
di balik topeng
tertunduk
Panggungku, topengku
hanya tampak dari balik
proscenium
sedangkan tepinya
kotor berdebu
Sang sutradara tersenyum
dia yang bikin semua aturan
Semakin mendekati akhir
dialog yang terdengar makin hambar
seolah mulut bertopeng tersumbat
kalimatnya sendiri
sampai angin berhembus dari kegelapan
mengantar udara berbau busuk
tapi hidung-hidung manja tak henti
menghirupnya
tanpa sadar, paru-paru penuh sesak
oleh debu dengki
sampai nafas terhirup
hanya satu-satu
Kini topeng terlepas
dan panggung kembali tertutup layar

24 September 1993
Makasih banyak Kang Teddy buat semua masukan dan kritikmu
Aku t lupa kalo kemaren situ ulang taun ya…

CUMULUS

bergulung-gulung menghitam seperti bunga kol
berbaris rapat-rapat menutupi bumi
berlapis-lapis seolah ingin menyaksikan apa yang terjadi
berebutan
berisi ion-ion positif dan negatif
siap bikin irama bersahut-sahutan
lalu tumpahkan titik-titik hujan perlahan
semakin deras
semakin buas
gelegar petir dan kilat beradu
suaranya terdengar parau
satu lagi sambaran
jadi gambaran
Kemelut hatiku

13 Desember 2009
[07:19 pm]

TANPA ALASAN

aku ingin mencintaimu dengan leluasa
tanpa ada curiga
aku ingin mencintaimu dengan terbuka
tanpa pengkhianatan
aku ingin mencintaimu dengan bebas
tanpa ada alasan.


22 Nopember 2009

PERCAKAPAN DENGAN MALAIKAT MAUT

Ajeng terkejut. Lalu ia bangun sambil mengucek matanya. Antara percaya dan tidak. Apa aku sudah benar-benar mati, pikir Ajeng. Tapi itu bukan bayangan,kan. Dengan penasaran, Ajeng mendekati sosok yang duduk di ujung tempat tidurnya. Jelas sekali kalau orang itu laki-laki tapi bukan Roy, kekasihnya.
Ajeng bisa melihat jelas wajah pria misterius itu karena ia tampaknya memang sengaja memamerkan wajah tampannya pada Ajeng. Tapi siapa dia…itu yang jadi pertanyaan. Malaikat,kah? Atau setan? Atau dia manusia biasa seperti dirinya?
Tampan. Pria itu memang tampan, dan Ajeng merasa sangat familiar dengan si tampan misterius ini. Ajeng berusaha mengingat sosok tinggi tegapnya walau pun lelaki itu dalam posisi duduk. Ekspresi wajahnya dingin, tanpa senyum, tapi juga tidak terlihat bengis. Kumis tipisnya nyambung dengan jenggot yang dibentuk. Persis seperti mafia Itali seperti yang sering Ajeng lihat di film-film. Ajeng tahu pria itu bukan bintang film, tapi ia lupa di mana bertemu pria ini. Atau setidaknya melihat gambarnya.
Ah…gambaran pria misterius itu mengganggu sekali. Tapi Ajeng masih belum mau bertanya. Ia masih berusaha mengidentifikasi pria itu. Toh ia juga diam saja. Hanya duduk dengan ekspresi wajah yang datar dan sangat sulit untuk ditebak. Tiba-tiba bibir Ajeng berucap, "Kevin Kuranyi!"
Ajeng tampak gembira dengan tebakannya. Tapi pria itu tetap diam. Ya…wajah gantengnya memang sangat mirip dengan Kevin Kuranyi, striker muda andalan Timnas Jerman.
Ajeng tidak begitu suka Bundesliga walau dia penggemar sepak bola. Dia memantau perkembangan Liga Jerman hanya melalui highlight yang ditayangkan TV swasta. Ajeng lebih memilih bantal daripada harus menikmati duel tim-tim peserta Bundesliga. Selain siaran langsung Liga Jerman di Indonesia selalu lewat tengah malam, wajah para pemain bola Liga Jerman tidak menarik minat Ajeng. Sebagai perempuan, faktor wajah masih mendominasi alasan kenapa Ajeng suka sepak bola. Alasan lain, Ajeng masih bisa memantau melalui koran, tabloid olah raga, bahkan internet. Masih ada liga sepak bola Eropa yang masuk dalam daftar wajib tonton Ajeng.
Karena Liga Eropa yang pertama kali ditayangkan di Indonesia adalah Liga Italia Serie A, sudah pasti Ajeng menjadi penggemar liga tersebut. Apalagi pebola dari Italia terkenal dengan kegantengannya. Saat ini Ajeng mengidolai Kaka dan klubnya, AC Milan. Walau pun David Beckham masih urutan teratas daftar pemain bola favoritnya.
Tapi Kevin Kuranyi? Ia tidak pernah masuk dalam daftar pemain favoritnya.
Ajeng membayangkan suatu hari nanti ia bertemu David Beckham. Atau setidaknya orang yang mirip Cristiano Ronaldo. Atau hanya membayangkan kegantengan Frank Lampard. Ajeng tersenyum…Tapi dia ganteng juga, pikirnya.
"Hai!" sapa Ajeng. Tak ada reaksi dari si ganteng Kevin Kuranyi. Ajeng penasaran, sebenarnya orang ini bisa bicara atau tidak.
"Sebenarnya anda ini siapa, sih?"
"Malaikat maut!"
Jawaban yang membuat Ajeng terkejut untuk kedua kalinya. Setelah kehadiran pria misterius berwajah Kevin Kuranyi di ujung tempat tidurnya, kini jawaban pria tersebut 100% membuat jantung Ajeng berdegup 70 kali lipat. Malaikat maut…memangnya apa yang terjadi dengan dirinya.
Yang Ajeng ingat adalah ketika orang sibuk prihatin dengan bencana di Aceh dan Sumatra Utara, serta beberapa Negara di Asia karena gelombang tsunami. Ajeng pun terkejut, prihatin dan …ngeri juga melihat laporannya di televisi. Ribuan orang tewas tersaput gelombang setinggi pohon kelapa dan gempa tektonik yang timbul. Imbas tsunami itu terasa juga di Bandung.
Senin sore sekitar jam setengah enam, Ajeng meluncur dengan mobilnya. Ketika itu hujan turun disertai angin,sangat deras. Entah kenapa tiba-tiba Ajeng tidak bisa mengendalikan mobilnya. Saat itu ia berusaha menginjak rem, saat itu juga ia sudah tidak ingat apa-apa. Ajeng baru tersadar ketika ia melihat Kevin Kuranyi itu di ujung tempat tidurnya.
Setelah hilang keterkejutannya, Ajeng kembali bertanya sekedar untuk meyakinkan, "Benar, malaikat maut?"
"Ya!"
Sungguh menyenangkan berjumpa dengan malaikat maut setampan ini, pikir Ajeng. Ia tidak perlu takut untuk meninggalkan dunia ini. Tapi tunggu dulu… Meninggal? Kalau jumpa dengan malaikat maut berarti ia harus meninggal? Apa yang telah terjadi dengan dirinya? Kecelakaan,kah? Kecelakaan yang mewajibkan ia bertemu dengan malaikat maut berwajah tampan? Jika itu terjadi, bagaimana dengan rencana pernikahannya dengan Roy bulan depan? Bagaimana dengan pakaian bekas layak pakai yang akan ia antarkan untuk korban tsunami di Aceh?
Sekejap kesedihan Ajeng tertutup rasa penasaran. Lalu ia kembali bertanya pada si malaikat maut tampan itu,
"Apa anda selalu menampakkan diri seperti ini?"
"Tidak selalu!"
Ajeng terdiam sesaat, "Korban tewas di Aceh …melihat anda sebagai apa?"
"Malaikat!"
Ajeng menghela nafas. Bodoh atau orang ini sedang membodohiku, pikir Ajeng.
"Aku tidak membodohi siapapun!" Ajeng tersentak. Malaikat? Dia bisa membaca pikiranku, "Dan memang bukan tugasku untuk membodohimu, atau membodohi setiap orang yang harus aku temui. Tugasku menjemput mereka, dan…kau kembali pada Tuhan."
"Apa rupa anda menyeramkan saat menemui mereka? Padahal sebagian besar korban adalah anak-anak. Iya,kan?"
"Tetap sebagai malaikat maut dalam bayangan mereka. Karena itu tugasku. Bukan berubah wujud!"
"Oh,ya? Beribu orang anda temui dalam waktu bersamaan, bagaimana itu bisa terjadi?"
Malaikat itu tersenyum. Oh,Tuhan…ini kali pertama dia tersenyum. Dalam situasi lain Ajeng akan bersorak, lalu dengan jujur akan berkata pada Roy bahwa ternyata ada pria lain yang senyumnya lebih memesona dari Roy. Sayang…situasinya berbeda.
"Jika itu yang kamu tanyakan, hanya Tuhan yang tahu."
"Apa mereka menderita ketika anda temui?"
"Bergantung apa yang sedang mereka pikirkan. Mungkin sebagian ada yang menjadikan kehadiranku sebagai penderitaan. Mungkin ada juga yang menerimaku sebagai suatu hikmah. Kematian itu bukan penderitaan. Kematian itu kewajiban bagi setiap makhluk yang bernyawa!"
"Tapi, melihat dari tayangan televisi mereka mati dalam keadaan tragis dan ketakutan."
"Itu rahasia Tuhan. Manusia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Pada masa depannya. Aku sendiri pun tidak tahu apa rencana Tuhan. Aku hanya menjalankan apa yang Tuhan perintahkan."
"Tidakkah anda mencoba menolong mereka?"
"Dengan menentang perintah Tuhan? Tidak! Tuhan tahu, dan sangat tahu apa yang terbaik untuk makhluk-Nya. Semua kejadian sudah ada dalam rencana Tuhan. Dia yang menguasai seluruh alam ini, Dia juga yang mengatur. Tuhan membiarkan manusia memimpin hidupnya. Sehingga setiap kejadian yang menimpa manusia adalah konsekuensi yang harus manusia itu terima. Maut bisa datang dimana saja. Tidak hanya di Aceh, sekarang pun kau bertemu malaikat mautmu!"
Ajeng terdiam. Ya, dia kini sedang berhadapan dengan petugas yang berwenang mencabut nyawanya. Kalau bisa berlama-lama dan mengulur waktu berpindah alam, Ajeng akan terus memenuhi rasa penasarannya.
"Tadi anda bilang malaikat maut datang dalam bayangan orang yang akan dijemputnya." Malaikat itu mengangguk. "Saya tidak pernah membayangkan bertemu dengan Kevin Kuranyi atau seseorang yang sangat mirip dengan Kevin Kuranyi. Justru saya…"
"Ingin bertemu dengan David Beckham?" Malaikat itu dengan cepat memotong kalimat Ajeng, "Dan jangan katakan aku bisa membaca pikiranmu. Sekali lagi, tidak! Tugasku hanya menjalankan perintah Tuhan bukan untuk membaca pikiran orang atau beralih rupa menjadi seseorang untuk menemui clientnya!"
Ajeng tersenyum. Ternyata malaikat tampan berwajah Kevin Kuranyi ini bisa bercanda juga.
"Lalu kenapa anda datang saat ini menemui saya?"
"Ini waktunya kamu kembali pada Tuhan. Jatah waktu 25 tahun 6 bulan 27 hari hidupmu hampir habis beberapa menit lagi!"
"Begitu?" Ajeng tampak terpukul, "Apa Tuhan tidak tahu kalau bulan depan saya akan menikah? Apa Tuhan tidak tahu kalau saat itu saya sedang membawa bantuan untuk korban bencana alam di Aceh? Apa Tuhan tidak tahu kalau saya hendak menolong orang?" Ajeng histeris.
"Tuhan sangat tahu. Bahkan apa yang belum kamu rencanakan, Tuhan sudah tahu! Kalau pun kamu akan menolong orang, makhluk Tuhan tidak hanya manusia. Manusia ciptaan Tuhan tidak hanya kamu. Masih banyak manusia lain yang akan membantu sesamanya. Dan jikalau kamu akan menikah 2 jam lagi, Tuhan sudah tahu. Tapi jatah hidupmu sudah berakhir!"
"Kenapa saya meninggal?" Tanya Ajeng dalam tangisnya.
"Kecelakaan lalu-lintas yang mematahkan tulang rusukmu sehingga menembus jantung jadi media perpindahan alam yang harus kamu jalani!"
"Ya Tuhan…separah itu,kah? Apa saya ada di rumah sakit saat ini?" Malaikat itu mengangguk. "Keluarga saya berkumpul, menangisi saya?"
"Ya! Semuanya berkumpul, mengelilingi tubuh lemahmu yang sebentar lagi akan kau tinggalkan. Mereka semua menangis, karena setelah ini mereka tidak akan lagi bisa kau temui."
"Roy ada?"
"Ya! Dia menggenggam tanganmu erat!"
"Apa anda tahu apa yang akan terjadi padanya setelah saya tinggalkan?" Malaikat itu menggeleng sambil tersenyum. "Apa AC Milan akan jadi juara Serie A musim ini?" Tanya Ajeng sambil berusaha tersenyum juga. Malaikat itu pun tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Aku bukan penggemar sepak bola!"
"Sayang…tugas anda hanya mencabut nyawa!" seloroh Ajeng, "Tapi tak apa…saya senang dijemput malaikat setampan anda!"
"Beberapa detik lagi Ajeng! Ada permintaan terakhir?"
Ajeng mengangguk, "Jadi istri David Beckham!" keduanya tertawa, "Saya ingin dijemput David Beckham!" kata Ajeng lirih.
Malaikat itu tersenyum dan percakapan pun terhenti. Roy mempererat genggamannya. Bahkan kini memeluk tubuh Ajeng. Mengguncang keras tubuh Ajeng. Roy menangis. Ajeng tetap diam. Ajeng sudah pergi. Lukanya terlalu parah untuk memungkinkan dia bisa bertahan hidup.
Manusia hanya punya harapan. Manusia hanya mampu berencana. Namun semua Tuhan yang menentukan. Tuhan yang punya kehendak. Tugas manusia di dunia hanya untuk beribadah pada Tuhan. Melakukan hal-hal yang baik, yang bermanfaat untuk makhluk lainnya. Tugas manusia hanya menjalankan semua perintah-Nya dan berusaha menjauhkan diri dari semua yang dilarang Tuhan.
Bencana hanya salah satu jalan bagi manusia untuk kembali pada-Nya. Menolong sesama yang tertimpa musibah menjadi kewajiban. Karena Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang ditunggu pertanggungjawabannya untuk menjaga bumi, menebar kedamaian, dan membantu sesama. Saat kembali nanti jadi urusan Tuhan. Apakah manusia bertemu malaikat maut setampan Kevin Kuranyi, atau seperti monster yang menakutkan. Semua bergantung pada perbuatan manusia. Malaikat hanya menjalankan tugas.


UCHiE
29 Desember 2004
Simpati buat korban tsunami di Aceh dsk.

Jumat, 18 Desember 2009

een brief voor papa

Beste papa
Hoe gaat het met U? Goed? Ik zal U wat vertellen!
Ik verlangen naar jou, inderdaad ik kijk maar. Wat ik nog niet gedaan.
Het is ik ur beschermingen nodig. Eits geen ik niet vertrouwen op mama, maar ik niet teleurstelling zij dieper. Dan vertel ik wil wat alles ik verder hebben beleefd.
Het is net als ik in acht nemen voor ik hebt verlieved.
Als ik zonder vriend. Stilte mijn vriend. Ik niet wil vertellen op ze. Ik bang zijn vor teleurstelling voor mij en wegzakken. En ik will zich schamen over het.
Papa, ik neit vragen, waarom jij gaat verlaten mij. Ik neit vragen ook, waarom jou bezoeken brengen aan mij. Ik neit denken lelijk over jou nei liefde op mij, ‘immers jou houdt van mij.
Daarna, waarom ik u een brief schrijven…
Al’len Ik ver gaan, niet weer hier leven. Gaat ik mee Papa! Aanleggen leef nieuw, uit be’gin vor lang, praten met jou, spelen met jou, kijken naar de hele wereld met jou, luistert naar jij vertel. Dat is het ik verwachten!
Zo, zal je naar huis? Ik wachten voor jou!
Een zoen voor jou.
Ik houdt van U!

18 Desember 2009
[12:56 pm]

TAK ADA BAYANG – BAYANG

Laki-laki tua itu terdiam seolah mencari sesuatu yang hilang dan sangat sulit untuk ditemukan. Pemuda di sampingnya melihat tak acuh. Mungkin saja dia berpikir orang tua yang ada di dekatnya itu kurang waras. Sama sekali tak ada kerjaan memerhatikan orang yang juga tampaknya tak ada kerjaan lain selain clingak-clinguk kebingungan. Tanpa penasaran pemuda itu berlalu meninggalkan si lelaki tua.
Kembali duduk sendiri di bangku halteu yang juga tua menanti usia bertambah lanjut. Menunggui jaman yang semakin keras dan buas, yang bisa menerkam dirinya. Jaman yang bisa membuat manusia menjadi kanibal untuk mempertahankan hidup, mempertahankan kedudukan, bahkan hanya untuk kesenangan. Jaman yang membuat manusia menjadi tidak ramah. Hanya mengurusi kepentingan pribadi dan tak peduli dengan lingkungan sekitar. Yang penting kenyang, yang penting senang. Tak pernah peduli walau ulahnya bisa membuat orang lain berang.
Entah sudah tahun keberapa si lelaki tua menghitung setiap manusia yang transit di halteu itu. Entah sudah berapa ratus orang yang dia lihat, bahkan mungkin jutaan. Atau hanya puluhan orang karena kebanyakan wajah yang ia lihat sama saja dengan kemarin. Dan dengan kemarinnya lagi, bahkan dengan kemarinnya sepuluh tahun lalu. Yang membedakan adalah kerutan di wajah atau perubahan postur yang merupakan proses dari berputarnya waktu, manusia tumbuh dan berkembang. Tetapi tetap saja dia bisa mengenali wajah-wajah yang ia jumpai setiap hari. Mereka masih sama dengannya, belum bosan menggunakan halteu ini untuk menunggu bis dengan tujuan yang juga masih sama. Kalau orang-orang itu pergi dan akan datang keesokan harinya, lelaki itu tetap berada di bangku dingin yang sekarang mulai keropos karena perubahan waktu.
Tentu saja lelaki itu bukan pemilik halteu bis ini. Dia juga tidak tahu siapa yang membuatkan halteu itu untuknya. Seharusnya ada sekat-sekat kamar agar dia tidak kedinginan bila hujan turun, sekat yang memisahkan bangku untuk duduk tamu-tamu dengan peraduannya. Lelaki itu tidak tahu siapa orang yang begitu baik hati menyediakan tempat beristirahat walau jauh dari nyaman. Paling pemerintah. Tapi pemerintah yang mana…dia benar-benar tidak tahu. Tidak pernah ada orang pemerintah yang datang menunggu bis di tempatnya. Ya…orang-orang pemerintah itu tentu saja punya kendaraan sendiri yang akan mengantar mereka ke tempat kerja, ke tempat belanja, atau ke tempat hiburan saat mereka lelah mengurusi rakyat seperti dirinya. Disediakan tempat ini saja sudah cukup. Padahal beberapa kali dia dibawa kaki tangan pemerintah agar jangan merusak keindahan kota dengan tinggal di halteu itu. Dia dibawa kaki tangan pemerintah itu katanya untuk direhabilitasi atau dipulangkan ke kampung halaman. Lelaki itu pernah ngotot kalau kampung halamannya ya di sini. Di kota ini. Dengan berbagai alasan akhirnya dia bisa lepas dan kembali ke tempat tercintanya. Sungguh cerita yang menarik untuk anak cucu.
Cerita menarik untuk anak cucu siapa, sedangkan di dunia ini dia hanya hidup sebatang kara? Jangankan punya anak cucu, menikah saja belum pernah dia lakukan. Kalau pun harus menikah dia tidak mau kelak anak dan cucunya makan sampah seperti yang selama ini dia lakukan, memunguti sampah plastik yang dia temukan sekitar halteu lalu menjualnya untuk ditukar dengan makanan.
Ya, uang hasil penjualan sampah plastik hanya cukup untuk makan. Untungnya dia tidak perlu pusing membayar premi asuransi setiap bulan. Tidak perlu pusing memikirkan cara membayar listrik yang kadang tak terduga tiba-tiba tarifnya naik. Dia tidak perlu bingung membayar pajak kendaraan yang dia tunggangi. Karena sama sekali dia tak memilikinya. Mencari uang hanya untuk mencegah perutnya berontak. Hanya untuk mempertahankan hidup di jaman yang keras. Padahal dulu dia sempat mencicipi jaman perang melawan penjajah yang ingin menguasai tanah kelahirannya. Entah lebih keras mana hidup di jaman perang atau di jaman sekarang. Yang pasti keduanya dia jalani dengan berat, seorang diri. Tanpa keluarga dan kawan yang dapat dijadikan tempat berbagi kesenangan atau berkeluh kesah.
Kalau dulu dia harus bersembunyi agar musuh tidak melihatnya untuk bisa bertahan hidup. Sekarang, tanpa harus bersembunyi pun orang tidak pernah menghiraukan kehadirannya. Mungkin saja mereka melihat dan menyadari keberadaannya, hanya mereka tidak mau tahu kalau lelaki tua itu ada. Dia nyata dan perlu dipedulikan. Tapi seberapa penting dirinya. Orang-orang itu juga punya kepentingan masing-masing kalau harus mempedulikan dan memperhatikan dirinya.
Seorang perempuan muda menuju halteu itu, tentu saja bukan untuk bertamu menemuinya. Wajah perempuan muda itu belum pernah dia lihat sebelumnya. Dan tentu dia akan melakukan hal yang sama dengan yang lain, menunggu bis datang lalu pergi lagi meninggalkannya tanpa pernah menyapa atau hanya berbagi senyum dengannya. Entah besok mengulang kembali atau datang hanya sekali ini. Mungkin perempuan itu akan merasakan hal yang sama dengan orang-orang lain, terganggu dan tidak nyaman dengan keberadaannya.
Bukan dia tidak menyadari itu. Tapi sebagai warga Negara Indonesia dan penduduk kota ini dia juga merasa berhak berada di antara orang-orang yang hanya transit. Perbedaannya satu, mereka hanya singgah sedang dia tetap tinggal. Itu saja.
"Sendiri, Pak?"
Perempuan itu bersuara. Perempuan itu menyapanya. Ya…dia yakin kalau perempuan itu menyapanya karena tak ada lelaki lain yang pantas dipanggil bapak, bahkan di halteu itu hanya ada dia dan perempuan yang menyapanya. Tuhan, ternyata aku punya bayang-bayang. Lelaki itu tersenyum ramah.
"Tadi memang sendiri. Tapi sekarang berdua, Neng!"
Si perempuan itu tersenyum.
"Menunggu bis juga, Pak?"
"Tidak! Menunggu halteu bis ini!" lelaki itu tersenyum bahagia, karena selama ini tak ada satu pun manusia yang mau menyapanya dengan ramah seperti yang dilakukan perempuan itu. Kalau pun ada yang berbicara dengannya tentu dengan nada yang tidak mengenakan hati seolah dia bukan manusia.
"Bapak tinggal di sini?" intonasi perempuan itu bernada tidak percaya walau dijawab dengan anggukan kepala si lelaki tua.
"Saya ternyata punya bayang-bayang juga ya, Neng!?"
"Lho? Maksud bapak?" perempuan muda itu bertanya heran. Tentu saja setiap benda mempunyai bayang-bayang bila terkena cahaya. Walau bayang-bayang akan tetap sembunyi dan cenderung menjauhi cahaya.
"Neng, tahu benda apa yang tidak punya bayang-bayang?"
"Benda yang gelap?!" perempuan itu menjawab dengan ragu. Dan ternyata benar, jawabannya memang kurang tepat. Bapak tua itu menggelengkan kepalanya.
"Benda yang berada di tempat gelap!" bapak tua memberitahu jawaban yang lebih tepat dari pertanyaannya.
Perempuan itu tersenyum sambil beberapa kali menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan pendapat lelaki tua itu.
"Saya tidak berada di tempat yang gelap, bukan?" lelaki itu kembali bertanya.
"Tidak, Pak! Memangnya kenapa?" siang ini tidak mendung dan halteu itu tidak tampak gelap.
"Benda yang berada di tempat gelap tidak hanya tak punya bayang-bayang, bahkan tak terlihat. Orang tidak pernah tahu kalau di tempat itu ada benda. Karena tak terlihat, maka orang akan mengabaikannya, melupakan benda itu dan akhirnya hilang sendiri. Entah karena rusak atau dicuri orang yang lebih tahu atau karena ada terang maka benda itu diambil orang. Tapi benda yang tak punya bayang-bayang tetap terabaikan!"
Perempuan muda itu takjub mendengar perkataan si lelaki tua. Pakaian kumalnya menunjukkan dia bukan siapa-siapa, tak dapat berkata bijak atau dimintai nasehat.
"Bapak siapa?" tanyanya penasaran.
"Saya hanya orang yang menunggu halteu ini. Khawatir halteu ini dirusak orang. Sekarang banyak yang tak bertanggung jawab dengan mencabuti besinya untuk dijual!"
Entah lelaki tua itu menyadari atau tidak kalau kehadirannya di halteu itu juga merusak. Seperti yang kaki tangan pemerintah katakan padanya tempo hari, merusak keindahan kota. Perempuan itu tersenyum mendengar penjelasan pak tua.
"Keluarga bapak?"
"Orang tua saya sudah lama meninggal karena perang melawan Belanda. Dulu!"
Perempuan itu berpikir tentu saja sudah meninggal melihat fisik bapak sebagai anaknya sudah setua ini.
"Saya tak punya keluarga! Saya belum pernah menikah!"
Saat mengucapkan kalimat itu tampak ada perasaan perih yang terpancar dari matanya. Seolah dia hendak menceritakan masa lalunya. Ada yang mengusik hatinya yang selama ini terkurung dan dia rasakan sendiri.
Perempuan muda itu tertarik untuk bisa mendengar cerita lelaki tua yang baru dikenalnya.
"Tapi setidaknya bapak pernah mencintai seseorang?" Seraya menunggu jawaban, dia menatap tajam lelaki tua itu yang sekarang semakin terlihat sedih.
Lelaki itu mengangguk pelan, "Hanya karena saya tak punya bayang-bayang, dia pergi meninggalkan saya. Bersama lelaki yang bisa memberinya bayang-bayang!"
"Apa kekasih bapak masih ada sekarang?"
"Sekarang sama sekali dia sudah tak punya bayang-bayang, tenggelam dalam kegelapan yang abadi! Dan itu terjadi sudah sangat lama" pernyataan lelaki itu sangat misterius.
"Sudah…meninggal, Pak?" perempuan muda itu bertanya hati-hati, khawatir kembali menyentuh kesedihan lelaki itu lebih dalam. Tapi sebelum rasa penasarannya terjawab, bapak tua itu mengalihkan pembicaraan.
"Bisnya sudah datang , Neng!" lelaki itu menatap ke arah datangnya bis, "Hati-hati ada barang bawaan yang tertinggal. Di dalam bisa juga hati-hati dengan tangan-tangan jahil, jangan duduk di tempat gelap ya, Neng!" lelaki tua itu mewanti-wanti.
Kembali duduk sendiri di bangku halteu tua menanti usia bertambah lanjut. Menunggui jaman yang semakin keras dan buas, yang bisa menerkam dirinya. Tapi yang pasti dia yakin kalau dirinya punya bayang-bayang. Dia tidak berada di tempat yang gelap, di dunia yang gelap sehingga orang dengan seenaknya mengabaikannya. Dia tahu dirinya punya bayang-bayang makanya ada orang yang berbaik hati mendirikan halteu ini untuknya beristirahat. Walau mereka tidak saling kenal. Seseorang yang mungkin saja bayang-bayang orang itu tak dapat dia injak. Jangankan untuk menginjak bayang-bayang orang tersebut, melihatnya saja tidak mungkin. Dia tidak pernah beranjak dari halteu itu, mungkin saja suatu saat nanti, saat tubuh kakunya tak lagi punya bayang-bayang orang akan mengangkutnya dan melemparnya ke tempat sampah, seperti membuang bangkai tikus. Bukannya dikuburkan layaknya manusia. Lelaki itu tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada dirinya kelak.
Lelaki itu bukannya tidak berusaha untuk memiliki bayang-bayang, tetapi kehidupan yang keras memadamkan cahaya hidupnya sehingga terpaksa selama ini dia hidup tak punya bayang-bayang. Menunggu bangku halteu yang lusuh dan semakin lapuk karena perubahan waktu. Menjadi silhuet di tempat gelap dan tak terlihat padahal yang seperti itu yang harus diperhatikan untuk membuat hidup ini menjadi seimbang. Bayang-bayang ada karena ada cahaya.


uchie
Cipaganti, 7 Juni 2009

Minggu, 06 Desember 2009

PERGI MENONTON SIRKUS

Tersenyum…pagi ini.
Ah, sesuatu yang lama sekali tidak aku lakukan akan aku lakukan lagi.
Pergi menonton sirkus.
Ada banyak hiburan aneh yang tersaji di sana.
Terakhir aku menonton sirkus umurku 5 tahun.
Waktu itu bapak yang mengajakku.
Senang sekali melihat binatang-binatang pintar beratraksi,
berakrobat, melakukan aksi menantang yang aku saja belum tentu bisa melakukannya,
bahkan tak mau melakukannya. Dan manusia beratraksi…mengerikan!
Waktu nonton sirkus sama bapak aku bisa ngumpet di balik ketiaknya saat melihat atraksi menakutkan.
Bapak tertawa dan berkata: itukan hanya akal-akalan saja!
Pura-pura? tanyaku heran, kalau pura-pura mengapa begitu nyata di depan mata.
Aku bergidik takut melihat seorang lelaki mencoba memotong lidahnya dengan golok tajam. Hebat! Lidahnya kebal, tak terpotong.
Kembali aku terkesiap melihat seorang gadis kecil seumurku [saat itu] digantung di atas api. Gila! Dia tidak apa-apa.
Lalu [saat itu] aku berpikir, mereka tidak akan masuk neraka.
Alasannya adalah mereka akan kebal disiksa, lelaki itu lidahnya tak akan mempan dipotong walau ia banyak berbohong. Gadis kecil itu tak mempan dibakar walau kelak dia menyebarkan kemaksiatan.
Aku ingin belajar sirkus! Supaya kalau masuk neraka aku aman karena sudah berlatih!
Bapak tertawa. Beliau tidak menertawakan aku.
Aku tahu karena aku tanyakan alasan kenapa bapak tertawa.
Beliau bilang karena hidup itu memang lucu! Itu hanya akal-akalan saja.
Manusia banyak akal? Termasuk kalau dia masuk neraka? Apa akalnya akan dipakai?
Membodohi Tuhan supaya memasukannya ke dalam sorga. Menyenangkan!
Jadi yang bodoh siapa?
Apa Tuhan mau dibodohi ciptaannya?
Aku mau membodohi Tuhan, tapi bapak bilang itu sama saja dengan membodohi diri sendiri! Tuhan kan tidak bodoh!
Aku jadi ingat pepatah yang mengatakan Allah bisa karena biasa, tentu saja bapak yang mengulangnya untuk mengingatkan aku.
Aku bisa melakukan apapun kalau aku biasa melakukannya.
Bapak…aku hanya bisa menyusahkanmu dan ibu!
Aku biasa melakukan itu dan hanya itu yang aku bisa!
Beratraksi seperti binatang-binatang sirkus itu? Berakrobat seperti pemain sirkus yang tak akan masuk neraka atau disayang Tuhan?
Terlalu jauh! Aku mau disayang bapak dan ibu saja walau bisaku hanya menyusahkan kalian. Aku tersenyum, karena tak perlu berlatih keras untuk mempunyai keahlian ini.

Tersenyum pagi ini…
Ah…sirkus yang menyenangkan, menghibur sekali.
Seperti menghibur hidup yang harus aku lewati. Bermain sirkus!
Dan bukan hanya menonton sirkus.
Aku bisa beratraksi dengan kemampuanku.
Aku tak mempan dibakar karena aku tak pernah mau melakukan hal itu.
Aku tak pernah mau dekat-dekat dengan api karena mencium asapnya saja sudah sangat muak.
Hey…api itu melahap tubuh saudaraku!
Memisahkan aku darinya, padahal dia tidak sedang beratraksi menantang maut!
Dia bekerja untuk keluarganya. Dia memanggil temannya, tak ada yang menyahut, tak ada yang peduli. Temannya berlari hanya menyelamatkan diri sendiri.
Bapak…aku harus bertanya pada siapa karena kini kau tak ada lagi?
Kemana aku harus mencari jawab saat aku kehilangan saudaraku?
Sedih? Tidak! Itu sudah lewat beberapa tahun yang lalu.
Dulu aku sedih karena tak akan bisa bertemu saudaraku lagi. [saat itu] Dia seperti barbekyu!
Dimasukkan ke dalam peti lalu dikubur!
Barbekyu yang tak laku lagi karena terlalu gosong!
Sebuah atraksi sirkus yang gagal! Tuhan tidak sayang dia.
Lupakan!

Tersenyum…pagi ini.
Aku akan menonton atraksi sirkus yang lain.
Aku bertumbuh lebih besar lagi, otak dan tubuhku berkembang.
Aku tampak seksi dan ehemm…menggairahkan!
tapi masih tetap takut melihat atraksi sirkus ini.
Bapak mengingatkan aku [saat masih ada] kalau hidup adalah atraksi yang lebih rumit dari sekedar berakrobat! Bukan hanya akal-akalan saja!
Bapak, atraksiku gagal…
Untuk beratraksi sempurna tanpa kesalahan dan membuat orang yang menonton takjub perlu berlatih.
Aku melihat atraksi kehidupan yang lebih rumit. Mereka kurang berlatih sehingga hasilnya tidak sempurna. Dan aku tahu mereka akan memberi alasan: tak ada yang sempurna di dunia ini! Bapak aku mau melewatkannya saja.
Huh! Itu kan hanya alasan mereka. Seperti bapak bilang, hanya akal-akalan saja!
Mau dibodohi!
Kalau aku tak mau dibodohi, kata bapak jangan membodohi diri sendiri!
Cari saja kesempuranaan dengan berlatih, aku bertumbuh sangat tak sempurna.
Bapak…andai kau mau temani aku lebih lama menonton sirkus berulang-ulang, melakukan atraksi sirkus berulang-ulang, menertawakan kesalahan atraksi sirkus yang gagal berulang-ulang…merenungkan apa yang kita hadapi berulang-ulang.
Ah…bapak, engkau membodohi aku dengan pergi begitu saja. Aku berulang-ulang memanggilmu. Aku harus senang karena tahu bapak yang gagal melakukan atraksi ini atau harus sedih karena bapak gagal mencapai kesempurnaan?

Tersenyum pagi ini…
Aku tahu aku tak pernah gagal melakukan atraksi apapun. Apalagi atraksi kebodohan.
Aku tak pernah mau membodohi diriku sendiri, karena hidup itu seluruhnya atraksi sirkus yang harus terus dilatih untuk mencapai kesempurnaan.
Tersenyum walau kenyataannya aku gagal melakukan atraksi hidup, tapi aku tak akan mengakhiri hidup! Terus beratraksi bukan untuk membodohi siapapun.
Tersenyum, tak butuh latihan keras dan bukan hanya akal-akalan saja.
Aku tersenyum bapak, walau tidak pernah tampak sempurna, dan bukan untuk menghindari neraka.
Aku tersenyum untuk pagi ini, untuk hidup ini…
Tak perlu lagi pergi,
untuk menonton sirkus!

Cipaganti, 6 December 2009
Kupersembahkan untuk hidup ini, untuk teman-teman yang menyayangiku
Kita sedang beratraksi teman, walau kita bukan pemain sirkus.

Rabu, 16 September 2009

Perjalanan Panjang

Akan datang suatu masa di mana seluruh anggota badan ini kecuali mulut menjadi saksi bagaimana kita menjalani hidup di dunia.
Tak akan ada kebohongan. Tangan ini akan berkata jujur saat kita mengambil apa yang bukan menjadi hak kita. Kaki ini akan mengatakan langkah kita berjalan bukan ke tempat yang semestinya kita beribadah. Mata ini akan berterus terang mengatakan melihat sesuatu yang tidak pantas untuk dilihat. Telinga ini akan mengaku mendengar apa yang semestinya tak didengar. Hati ini akan sejujurnya bercerita tentang hasud, iri, dan dengki yang menguasainya. Allah mengunci rapat mulut kita karena mulut…bisa menyembunyikan kebenaran.
Itu terjadi kelak, setelah hari kiamat, setelah melintasi padang mahsyar selama 50 ribu tahun perjalanan.

Dan ingatlah, ada tiga golongan manusia yang akan melewati padang mahsyar, yaitu:
  1. golongan orang yang berkendaraan
  2. golongan pejalan kaki
  3. golongan orang yang berjalan dengan kondisi badan terbalik, kaki di atas dan kepala di bawah

Lalu siapa sajakah orang-orang yang termasuk kedalam ketiga golongan itu?
Pertama golongan orang yang berkendaraan dalam melintasi padang mahsyar adalah orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya sesuai syariah Islam.
Artinya bila ia seorang guru, maka ia harus berbagi ilmunya dengan benar dan penuh kesabaran, ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Bila ia seorang enterpreuner, maka ia harus melaksanakan usahanya dengan jujur dan tidak menyimpang dari aturan Islam. Kalau ia seorang entertainer, maka yang ia bagikan adalah hiburan yang mendidik dan tidak mengaburkan arti syariah dengan seni. Kalau ia seorang pegawai negeri…maka hendaknya menuruti aturan yang berlaku, tidak melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Islam, makan gaji buta dengan datang terlambat dan pulang lebih awal. Kalau ia seorang polisi, maka hendaknya bekerja sesuai profesinya sebagai seorang POLISI. Bila ia seorang Advokat seharusnya tak gentar membela kebenaran, karena Islam agama yang benar (bukan maju tak gentar membela yang bayar).
Golongan orang yang berjalan kaki melintasi padang mahsyar adalah orang-orang Islam yang munafik. Artinya dia mengaku Islam tapi tidak menjalankan syariah Islam dengan benar. Lalai akan shalat 5 waktu, ketika orang lain berpuasa di bulan Ramadhan…dengan seenaknya dia merokok, makan, minum di siang hari. Lupa akan kewajiban membayar zakat. Golongan ini adalah muslim yang lalai dalam menjalankan syariah Islam.
Dan golongan orang yang berjalan dengan keadaan terbalik adalah golongan orang-orang kafir yang tak ada sedikitpun iman di dalam hatinya kepada Allah SWT. Naudzubillahi mindzalik.
Jadi dalam menempuh perjalanan panjang kelak, yang mana yang akan kita pilih?
Allah membebaskan kita memilih yang mana. Semoga kita termasuk dalam golongan pertama, golongan orang-orang yang dicintai Allah. Amiiin.
Saya menulis ini dalam rangka tolabul ‘ilmi dan saling nasehat menasehati dalam kebenaran. Tidak menakuti siapapun, tidak bermaksud memojokkan siapapun.
Semoga Allah selalu bersama dengan orang-orang yang benar. Aamiin.

Sabtu, 12 September 2009

PELANGI SORE HARI

Hujan yang turun beberapa saat lalu memang tidak besar dan tidak lama. Matahari kembali bersinar walau titik-titik air hujan masih tampak sesekali turun. Itu yang paling Rein suka, karena cahaya matahari yang jatuh tepat mengenai titik-titik air hujan akan diuraikan menjadi warna-warni yang indah. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Tujuh warna yang berbeda panjang gelombang dan indeks bias.
Sebetulnya tak ada perbedaan antara nila dengan ungu. Karena nila nama lain untuk ungu. Jadi sebenarnya warna pelangi hanya enam, bukan tujuh. Warna merah terlihat paling atas karena indeks biasnya lebih kecil dari indeks bias warna jingga, dan seterusnya. Pelangi bisa terlihat begitu indah di langit karena dibiaskan melalui dua media yaitu air dan udara dengan kecepatan yang berbeda-beda pula. Hanya saja keindahan pelangi tidak dapat dinikmati lebih lama karena titik-titik air yang turun juga tidak lama. Keindahan pelangi cepat tergantikan udara yang kembali sejuk setelah hujan turun.
Seperti laskar pelangi yang sangat suka dan kagum pada pelangi karena keindahannya, Rein juga sangat menyukai pelangi. Walau terlihat di langit tidak terlalu lama, tetapi kehadirannya menyejukkan. Setiap orang yang menikmatinya merasa damai dan memuja keagungan Tuhan. Betapa tidak, ada banyak ilmu yang di dapat hanya dari mengamati pelangi. Sederhananya adalah…hujan hanya sesaat kalau pelangi sudah terlihat. Artinya matahari yang belum puas menerangi bumi akan kembali berkuasa setelah dikudeta awan mendung sebelum selanjutnya dia beristirahat dan digantikan malam. Sedangkan untuk ilmu lebih rumitnya adalah warna merah yang berada paling atas di antara urutan warna itu, bukan biru atau kuning.
"Kopimu dingin tu, Rein!" teriak Manda.
Sore itu kebetulan Rein dan Manda berada di sebuah mal. Menunggu hujan reda mereka asik duduk di Starbuck sambil menikmati pelangi dan cappuccino favorit mereka.
Rein tidak langsung menyeruput cappuccinonya. Sesaat dia memandang sekeliling tempat itu dan tersenyum.
"Arah jam tiga adalah pelangi!" suaranya pelan memberitahu Manda.
Manda melirik ke sebelah kirinya, tampak seorang pria memakai polo berwarna merah, kuning dan hijau.
"Itu lampu stopan, Rein!" Manda terkikik.
"Traffic light tidak begitu indah. Hanya indah kalau warnanya hijau terus!" Rein membela pendapatnya.
"Kenapa sih begitu suka pelangi, Rein?"
"Ow…kita tidak sedang membicarakan pelangi, Manis!" Rein tersenyum, lalu telunjuknya yang lentik menunjuk kembali pada pria berpolo pelangi itu, "Tapi dia!"
Manda tertawa mengingat Rein suka segala sesuatu yang berhubungan dengan sore, hujan dan pelangi. Anak ajaib. Apa mungkin karena sok-sok mau disesuaikan dengan namanya, Rein yang dalam bahasa inggris ditulis RAIN. Rain kan artinya hujan, apa dia anak hujan, seperti Gundala putra petir hehehe…bisa saja ibunya memberi nama. Bagus pula, Reinhard Enwin.
Kata Rein sih ditulis dalam bahasa inggris RAIN HARD AND WIN, artinya hujan besar dan menang. Lucu juga namanya. Dan kalau harus memaksakan diri memirip-miripkan Rein dengan hujan adalah rambut Rein seperti awan cumulus. Bergelombang seperti bunga kol. Kalau awan itu berwarna putih bersih, maka dipastikan hari tidak akan turun hujan. Dan kalau pinggir-pinggir awan cumulus itu sedikit gelap. Jangan ragu untuk membawa segala benda yang akan melindungi kita dari hujan, karena awan seperti itu diprediksi untuk membawa hujan.
Begitu pun Rein. Kalau wajahnya tampak berseri-seri dipastikan cerah sepanjang hari. Tapi kalau sudah mendung, akan seperti awan cumulus yang menumpahkan air hujan yang banyak meski tak memakan waktu yang lama.
"Berani menyapa…atau seperti biasa?" tantang Manda.
Rein tersenyum, lalu dia seolah berpikir akan tantangan sahabatnya itu. Kalau biasanya mereka hanya puas menikmati ketampanan seorang pria dari jauh, tanpa mengenal siapa dia. Kali ini situasinya jadi luar biasa. Dengan yakin Rein menganggukkan kepalanya.
"Akan aku sapa, Sayang!" Rein tersenyum.
"Yakin?" Manda tampak terkejut dengan kenekatan yang diperlihatkan Rein, "Kalau dia punya cewek?"
"Aku kan nggak akan pacaran sama ceweknya!"
"Rein? Loe gila?"
"Dengan kekuatan pelangi dan hujan yang turun sore ini Rein akan menunjukkan pada dunia bahwa dia benar-benar cantik!" Manda tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon sahabatnya itu.
"Ssst…Rein…cappuccino loe beracun kali?" Manda seolah sibuk mengocek kopi dalam cangkir Rein, dan mencari tahu mengapa sahabatnya bisa seperti itu. Gila,kah?
Rein kembali tersenyum, lalu dia menunjuk ke arah pelangi yang mulai memudar karena titik-titik air hujan perlahan menghilang. Warna sore yang mulai jingga memberi ketentraman. Sungguh fenomena alam yang sangat indah.
"Lihat pelangi itu, kan?" Manda mengangguk, "Pelangi itu hadir hanya sesaat, Man. Tapi dia begitu berarti untuk langit. Untuk sore ini. Untuk manusia romantis seperti aku!" sangat percaya diri Rein berkata pasti, "Dan sama seperti pelangi, kamu harus menunjukkan diri supaya dunia tahu kalau dirimu ada dan begitu indah!"
"Wow! Ini masih tetap loe kan, Rein?" Manda takjub mendengar apa yang baru dikatakan temannya itu, "Jadi?"
"Tunjukkan diri loe sama dia! Punya cewek atau nggak itu urusan nanti!" senyum Rein tak pernah lepas sore ini. Ia beranjak mendekati pria berpolo warna pelangi itu.
Manda benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Rein mendatangi pria itu. Tampak dari kejauhan mereka bersalaman. Pria itu mempersilakan Rein duduk bergabung. Tak ada gerak canggung atau salah tingkah dari keduanya. Jangan-jangan mereka sudah saling kenal sebelumnya makanya Rein berani mendekati pria itu. Sesaat Manda melihat Rein melirik ke arahnya. Giliran dapat ikan, lupa teman mancing.
Manda begitu penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Masa sih Rein lupa sama teman. Atau mereka memang lagi reunian makanya begitu asyik sendiri. Ah…mengapa lampu stopan itu harus lewat sejenak dan mengganggu keasyikan mereka. Eh, tapi…Rein tampak menunjuk ke arah Manda, dan pria itu ikut melihatnya. Manda tersenyum. Rein tidak melupakannya.
Manda melihat Rein kembali menuju ke arahnya. Tapi lampu stopan itu tidak ikut serta. Ah…gak seru dong judulnya kalau begini. Masa Rein sendiri yang akan eksis.
"Kok dia tidak ikut?" tanya Manda setelah Rein mendekat.
"Nunggu pesanannya diantar!" jawab Rein enteng.
Manda menganggukkan kepalanya. Entah apa maksudnya, "Sudah saling kenalkah kalian?" selidik Manda yang langsung disambut gelengan kepala Rein.
"Lalu tadi prolognya apa?"
Dan lagi-lagi Rein tersenyum, sungguh aneh tingkah temannya itu saat ini. Serba misterius, serba main rahasia. Padahal sudah ketahuan akan seperti apa endingnya. Itu juga kalau perkiraan sok tahu Manda tidak meleset seperti biasa. Manda memang tidak ditakdirkan untuk jadi cenayang. Biarkan Mama Lorent yang bisa memprediksi sesuatu dengan tepat.
Bau tanah yang tersiram hujan tadi masih tercium. Sangat alami dan begitu elegan dibandingkan parfum mana pun. Kalau saja ada perusahaan yang memproduksi parfum dengan aroma bau tanah seperti ini, tentu Rein akan jadi orang pertama yang ada dalam daftar pemesan. Tak peduli orang lain suka atau tidak, yang pasti dia sangat suka bau seperti ini. Menyatu dengan alam.
Lampu stopan itu bernama Guntur. Manda benar-benar dibuat pusing. Kebetulan yang memang disengaja atau kesengajaan yang kebetulan terjadi? Guntur terjadi hanya pada saat hujan turun. Semuanya berhubungan, kecuali dirinya. Seorang Manda. Tak ada unsur hujan, sore, dan pelangi. Kalau dipaksakan merunut pada bentuk fisik, mungkin dirinya akan jadi awan stratus yang tipis dan hanya penghias langit. Tapi awan stratus tidak mendatangkan hujan. Ah, sesuatu yang dipaksakan hasilnya akan tidak baik. Mungkin akan jadi trauma.
Guntur dan Rein, disingkat tentu jadi GR. Manda tersenyum memikirkan itu. Belum tentu Guntur suka sama Rein. Mungkin Guntur malah akan suka padanya. Nah, ini baru geer. Manda terkekeh sendiri, tentu saja aksinya mengundang curiga Rein dan teman baru mereka.
Menurut Rein, saat pertama kali dia menyapa Guntur tadi adalah, "Hay sepertinya kamu Joko, teman SMA abangku!"
Mulai ketahuan Rein suka ngegombal. Abang dari Hongkong? Secara Rein adalah anak tunggal. Walau anak tunggal, dia tidak pernah merasa kesepian. Dia tidak pernah kekurangan pelukan, tidak terlalu banyak kasih sayang, mandiri dan menyenangkan. Seperti hujan yang selalu dirindukan untuk menghilangkan udara kering dan panas. Menentramkan seperti degup jantung yang berirama.
Tapi apa pun alasan Rein, dia sukses berkenalan dengan seorang pria tampan, bukan hanya menyapanya. Entah datang dari mana keberanian dan rasa percaya diri yang Rein tunjukkan seperti sore ini.
"Aku kan sudah bilang, dengan kekuatan pelangi dan hujan yang turun sore ini, aku bisa berbuat apa saja!"
"Dan tidak merasa risih walau orang lain melihatmu seperti orang gila? Bahkan kalau temanmu sendiri yang berpikir seperti itu? Apa dia tipe wanita penggoda?" tanya Manda iseng.
"Ah, itu sih teman yang tak tahu diuntung!" Rein terkekeh, "Coba tanya dia aku seperti apa?" Rein melirik Guntur supaya pria itu mendeskripsikan dirinya di depan Manda.
Guntur tersenyum, "Tentu saja Rein menggodaku untuk berkenalan dengannya!"
"Hanya itu? Alasannya apa? Apa karena dia punya teman sekeren aku?" solot Manda
"Karena Rein adalah hujan dan guntur terjadi pada saat hujan! Dan kamu tahu kalau hujan tidak ada guntur, Man?" Manda mengangkat bahu tanda tak tahu. Dia memang serba tidak tahu, "Hujan kehilangan kepercayaandiri karena tak ada kawan untuk membuat irama yang bagus untuk manusia dengar. Semuanya memang harus ditunjukkan supaya orang tahu kalau dirimu ada!"
"Kamu sudah punya pacar?" pertanyaan tanpa basa-basi Manda langsung disambut gelengan kepala Guntur.
"Pacar bukan kata yang tepat untuk mengkondisikan aku pada suatu hubungan!"
"Ah…sebaiknya jangan berbicara seperti Rein, please! Manda tidak mengerti dengan kalimat-kalimat kiasan. Go to the point and you will get what you want! Atau jangan-jangan kalian memang ditakdirkan untuk berjodoh?"
Rein dan Guntur sama-sama terdiam. Tapi tiba-tiba Rein tertawa keras.
"Kalau guntur memang ditakdirkan untuk mengikuti hujan. Nggak lucu aja ada guntur padahal sama sekali nggak ada tanda-tanda akan turun hujan! Tapi kalau Rein dan Guntur beda. Karena kita sama-sama baru kenal dan mungkin akan terhalang oleh kecentilan seorang Manda. Ha…ha…ha…!"
Manda mendelik sebal. Yupz. Memang terlalu jauh pertanyaan yang ia ajukan. Segalanya serba mungkin terjadi, tapi segalanya pun bisa tidak mungkin terjadi. Rahasia Tuhan akan tetap jadi rahasia walau pun Mama Lorent berusaha keras membuka semua faktanya.
Sore yang indah memberi warna lain dalam episode kehidupan Rein, Manda, dan Guntur. Hubungan manusia tidak hanya antar pasangan. Tapi yang lebih utama adalah persahabatan. Pelangi yang hadir sesaat memberi indah pada dunia dan jadi kekaguman tersendiri untuk mengukir keinginan yang terpendam agar muncul dan diketahui banyak orang. Kalau bagus, tentu akan banyak orang yang suka. Kalau tak bagus, tak akan jadi duka. Tapi jadi cerita lain yang akan menumbuhkan semangat untuk terus ada.
"Cappuccino-ku sudah habis. Pelangi sudah tak tampak dan sore sudah hampir beranjak gelap…pulang, yuk!" ajak Rein.


Cipaganti, 15 Agustus 2009
Karena Pelangi yang hadir setelah hujan di sore hari
Karena Theo Rumthe & Rein cerita ini tercipta

CERITA ROMANTIS DI SORE HARI

Aku di hadapanmu
kamu menatapku
dan sore berwarna jingga
matahari tersenyum
angin semilir
yang kita lakukan tetap sama
kamu di hadapanku
aku menatapmu
tak sepatah kata pun terucap
kedip mata hanya isyarat
aku merasakanmu
dan kamu ada untukku
hanya saling tatap
semua terungkap
saat gelap
mulai merayap

August 20, 2009

Jumat, 11 September 2009

RUMPUT, ANGIN, DAN MATAHARI

Sudah lama sekali hujan tidak turun. Udara terasa panas saat siang dan begitu malam datang, dingin menusuk kulit sampai ingin menjerit. Angin yang membawa udara kering bergerak gemulai. Bercanda, berputar, menggelitik rumput liar yang terkulai lemas. Dan sang matahari tersenyum garang. Kesombongannya mulai diperlihatkan lagi.
"Bergumpal-gumpal awan boleh menghalangiku untuk menggodamu! Mereka boleh berlari terbawa angin, dan aku akan tetap membuatmu kesal"
Rumput liar yang mendengar itu makin tersudut. Tertekan dengan keadaannya. Dia butuh air untuk bisa terus bertahan. Satu-satunya yang menghibur adalah dengan kehadiran angin. Baru saja makhluk itu memberinya kabar bahwa di daerah utara dunia semua rumput merasa penat karena terlalu banyak air. Dia heran mengapa matahari tidak bergeser sejenak ke dunia belahan utara. Tetapi sang angin berkata kalau matahari tidak suka dengan posisinya bila berada di utara. Bukan posisi uenak untuk memantau sekeliling dunia. Dia lebih suka berada di tengah-tengah planet ini.
"Dia tidak akan mungkin bisa mengintip apa yang dilakukan bulan! Bila berada terlalu lama di utara mungkin akan membeku!" angin terkekeh, rumput tersenyum sendu.
"Lihat anak-anak yang hendak bermain bola itu!" katanya pada sang angin, "Mereka akan kesakitan bila terjatuh. Tubuhku terasa mulai lemah dan tak sanggup lagi menahan mereka terbentur tanah keras. Sebentar lagi aku akan mati karena kehausan!"
"Bagaimana pendapatmu?" angin melirik matahari yang semakin garang, "Bukankah dia terlalu baik? Walau dalam keadaan lemah seperti ini dia masih saja memikirkan manusia-manusia yang tak tahu diuntung itu!"
Sang angin pergi meninggalkan rumput dan matahari untuk bisa bicara dari hati ke hati. Atau karena dia memang selalu pergi? Saat sang rumput masih ingin bercerita banyak, masih ingin bertanya tentang apa yang terjadi di belahan lain dunia yang belum pernah ia kunjungi…angin sudah meninggalknnya. Selalu membiarkan matahari merusak segalanya. Merusak harapannya.
"Jangan begitu. Kau masih butuh dia!" kata angin suatu hari ketika rumput berkata tak menyukai matahari. Entah apa maksud angin, tapi rumput liar itu baru menyadarinya setelah dia merasa kelaparan.
Saat air cukup memberinya harapan untuk hidup, dia membutuhkan matahari untuk membantunya mengolah apa yang dia butuhkan. Rumput sangat membenci matahari karena dia betul-betul bergantung pada apa yang hanya dimiliki matahari. Padahal kalau boleh menawar dia akan dengan senang hati meninggalkan matahari dan pergi menghindarinya. Berteduh supaya dia tidak merasa kepanasan, tidak merasa kehausan, tidak merasa sekarat seperti ini. Apa boleh buat…walau sangat membencinya, dia butuh matahari.
"Mengapa kau tak memanggil kawan-kawanmu untuk bermain?" tanya rumput pada matahari sepeninggal angin.
Matahari tersenyum ramah. Tidak hanya terlihat sombong, ternyata dia juga bisa begitu menawan. Rasanya dia memang tampak sempurna dengan segala kekuatannya.
"Memanggil awan-awan itu?" rumput mengiyakan, "Bukan salahku bila mereka tidak mau datang! Kau tahu kalau aku sangat suka bermain dengan mereka?"
Rumput terdiam tak mengerti. Bukankah matahari tidak suka awan? Sungguh membingungkan karena yang dikatakan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Dia membutuhkan awan bukan hanya untuk membuatnya teduh, tapi juga memberinya sedikit air. Sedikit kebahagiaan untuk terus bisa bertahan, memanjangkan keturunan, memberi sesuatu pada ekosistem yang dia tempati. Tapi matahari terlalu berkuasa.
"Selama ini kau dibutakan angin!" matahari berkata lembut. Sungguh diluar kebiasaannya, "Dia bisa bergerak ke mana pun dia suka. Sedangkan kau tetap di sini. Menemaniku. Bahkan kau bisa aku permainkan."
"Kau tahu, aku bisa berada di mana saja. Tidak hanya terus menyengatmu. Aku bisa saja berada lebih lama di dunia belahan utara atau selatan. Atau bahkan berhenti menggodamu. Berhenti bersinar dan membiarkan awan-awan itu merusak kenikmatanku untuk terus merayumu! Tapi aku sudah diatur untuk lebih lama menemanimu."
"Menemani aku sekarat?" tanya rumput sinis.
"Jangan biarkan angin terus merusak pikiranmu! Ingat, aku masih kau butuhkan. Soal sekarat lalu mati…semua makhluk akan mati. Termasuk aku!"
Rumput terhenyak kaget mendengar penjelasan matahari. Tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Masa iya makhluk sehebat, dan seangkuh matahari bisa mati suatu saat nanti. Akankah keberadaannya tergantikan?
Tapi ke mana matahari saat senja tiba. Dia seolah merasa terusir. Apakah matahari takut kegelapan? Walau sejujurnya rumput liar lebih menyukai bulan yang temaram dan sedikit memberikan rasa lembab yang tidak ia dapat dari kompatriotnya itu, tapi bulan tidak bisa membantunya mengolah makanan yang ia butuhkan. Suka atau tidak suka ia butuh semuanya. Karena kebaikan dan keburukan memang harus ia rasakan agar hidupnya lebih sempurna. Agar hidupnya terus seimbang.
"Kau kan tidak pernah merasa sakit. Kau selalu terlihat gagah. Kau tidak mungkin akan mati!" teriak rumput.
Matahari tersenyum kembali. Sungguh naïf pikiran si rumput ini, pikirnya. Apa karena dia tidak pernah beranjak dari tempatnya. Tidak pernah mengetahui apa yang terjadi. Hanya mendengar cerita angin yang siapa tahu bohong belaka atau hanya karangan si angin saja. Malang benar nasib rumput liar ini.
"Aku bilang jangan biarkan angin terus merusak pikiranmu, rumput kecil! Tentu saja aku akan mati suatu saat nanti. Tidak sekarang karena aku makhluk yang sangat luar biasa. Sudah,lah…apa alasanmu membenci aku?"
"Aku tidak membencimu! Aku hanya mengharapkan kau mendatangkan awan dan memberiku air agar aku bisa mempertahankan hidup, bisa menyaksikan kau mati suatu saat nanti atau mendengar semua cerita-cerita yang angin bawa!"
"Ha…ha…ha…!" matahari tertawa terbahak-bahak.
"Mengapa kau tertawa begitu keras dan seolah memperolokku?!"
"Kau tidak mungkin melihatku mati makhluk kecil…karena umurku lebih panjang darimu!"
"Lalu mengapa kita berada di sini?"
"Karena keadaan dan waktu yang menginginkan begitu. Mari kita sebut itu adalah takdir. Aku sudah banyak berkenalan dengan bermilyar-milyar angin, beratus juta rumput, dan entah berapa lagi makhluk lain yang silih berganti datang…sayangnya mereka tidak terus menemaniku. Satu-satu mereka pergi mendahuluiku. Dan entah untuk berapa lama lagi aku akan berganti kawan, berteman dengan siapa lagi…aku akan jalani sesuai dengan keadaan dan waktu yang mengatur."
"Pantas kau begitu bijak. Kau hidup lebih lama dan bahkan sangat lama. Menyengatku dan berjuta makhluk lain bukan tujuanmu juga, kan?" matahari menggeleng.
"Itu tugasku!"
Percakapan itu belum selesai saat angin kembali berhembus, menari gemulai, tersenyum dan menyapa manja.
"Hey…hey…hey…Apa yang sedang kalian bicarakan? Membicarakan aku, kah?"
"Kabar apa yang kau bawa kali ini?" tanya matahari.
"Ow…kau hanya berbincang-bincang dengan rumput kecil ini sedari tadi? Sungguh bukan kau yang sesungguhnya!" angin tampak heran dengan matahari yang bersikap tidak seperti biasanya, "Apa yang kalian dapat dari perbincangan tadi?"
"Kau tak dapat dipercaya!" tiba-tiba rumput menyatakan pendapatnya dengan sangat jujur. Sungguh rumput kecil yang naïf pikir matahari.
Tentu saja yang dikatakan rumput membuat angin heran, dan merasa menjadi makhluk yang sangat tidak berguna. Apa pula alasan rumput berkata demikian. Atau jangan-jangan matahari yang meracuni pikiran rumput kecil itu. Maka angin memandang matahari lama tanpa berkata-kata.
"Dia meracunimu?" tanyanya pada rumput seraya menunjuk matahari.
"Lalu apakah aku bisa membuktikan semua cerita yang kau bawa. Apakah kau bisa membawaku terbang ke tempat yang kau ceritakan. Atau aku bisa menemui keajaiban dan suasana yang seru yang selalu kau ceritakan, selain kau hanya bisa merusak pikiranku?" rumput berkata panjang.
Tampaknya suasana mulai terasa runyam. Ada ketegangan di antara ketiganya. Entah yang mana yang berkata jujur. Entah yang mana yang harus dipercaya. Entah siapa yang bisa dipegang kata-katanya. Keadaan yang jauh dari biasanya. Apakah waktu bersiap memisahkan mereka. Apakah keakraban, kenyamanan, bukan lagi milik mereka.
"Apa yang kau katakan padanya?" tanya angin pada matahari, "Bagaimana pun kita semua saling membutuhkan! Ow…aku lupa, kau tak membutuhkan siapa pun untuk terus bertahan. Iya, kan?" angin berkata seraya meliuk-liukkan badannya agak keras. Dan itu cukup membuat pepohonan yang ada di sekitar mereka ikut bergerak keras pula. Akar mereka makin erat menancap pada dasar tanah. Khawatir mereka akan terlempar ke tempat yang jauh.
"Dia tak bisa ke mana-mana. Karena memang dia ditakdirkan untuk menemani kita di sini! Dan kita bisa menemui rumput yang lain di belahan dunia lain. Ingat…bagaimana pun kita saling membutuhkan!" angin yang selalu bergerak ternyata lebih bijak dari sangkaan.
"Itu karena kalian selalu berprasangka bahwa aku terlalu angkuh, aku selalu membawa penderitaan buat kalian. Sejujurnya aku hanya menjalankan kewajiban yang harus aku emban dari tahun ke tahun!" matahari sepertinya tersinggung dan ingin mengklarifikasi apa yang sebenarnya terjadi, "Aku tak bermaksud membuat kau kepanasan, hanya karena angin datang berhembus lalu semuanya lebih nyaman, lebih teduh, dan terasa lebih damai. Tapi kalau angin mulai marah…apa yang dia lakukan…merusak semuanya!"
Rumput kecil terdiam. Saat ini dia sudah tidak mempercayai keduanya. Matahari hanya mampu menyengatnya. Membuatnya mati lemas karena kekeringan. Tak ada usaha membantunya walau dengan jujur dia meminta matahari mendatangkan awan. Dan si riang angin yang tak bisa diam, selalu pergi, saat kembali membawa kabar yang selalu membuatnya iri setengah mati.
Rumput kecil yang naïf belum menemukan jawaban mengapa Tuhan menciptakannya seperti ini. Dia sama sekali tak pernah bisa berkeliling dunia seperti angin. Dia tak pernah bisa menatap apa yang dilakukan makhluk lain di seluruh dunia seperti matahari. Saat ia ingin menatap angin…ternyata tak tampak, seperti seorang pengecut angin akan pergi begitu ia sedih. Rumput tak pernah melihat matahari bersedih bahkan menangis. Matahari selalu terlihat garang. Dan yang ia rasakan…sangat jauh berbeda dengan kedua makhluk itu. Ia selalu bersedih, selalu mengeluh. Tuhan..apa memang dirinya diciptakan selemah ini. Belum juga ada jawabannya.
"Kenapa rumput?" tanya matahari tenang. Intonasinya selalu terkendali, "Belum menemukan jawaban mengapa waktu, dan keadaan tak pernah berpihak padamu?" rumput menatap tajam matahari yang seolah tahu apa yang tengah ia pikirkan.
"Mari kita cairkan suasana ini. Setuju angin?"
"Rumput kecil…Tuhan menciptakan kita dengan penuh perhitungan. Aku terlihat garang dan angkuh karena aku memang harus begitu. Aku tak boleh melemah karena dunia ini butuh energiku. Aku menghilang saat malam karena aku harus menyinari belahan dunia yang lain. Agar kau bisa beristirahat. Bercengkrama dengan bintang-bintang sahabatku. Berkenalan dengan bulan yang begitu memesona dan anggun. Aku harus selalu ada untuk semua makhluk. Kehadiranku bisa jadi petaka untuk makhluk yang lain. Tapi ternyata ada juga yang sangat membutuhkan aku. Sinar pagiku bisa merubah provitamin D menjadi vitamin D untuk kesehatan manusia. Ultravioletku dibutuhkan untuk membantu tumbuhan mengolah makanannya. Panasku jadi sumber energi yang sangat ramah lingkungan. Aku selalu ada untukmu!"
"Ya!" sambung angin, "Aku pergi disaat aku sedih karena aku tak mau kau ikut merasakan kesedihanku. Aku pergi untuk mengumpulkan cerita yang patut kau dengar. Boleh saja kau tak percaya dengan cerita-ceritaku, walau tak terlihat…tapi kehadiranku bisa kau rasakan. Karena kita semua teman. Karena kita saling membutuhkan."
Rumput kecil tertunduk, ya…dia tak pernah bisa ke mana-mana, tapi teman-temannya selalu ada. Memberinya warna yang berbeda setiap hari. Soal kekeringan atau dirinya sekarat karena belum juga bertemu air…setidaknya dia tidak akan mati sendiri. Angin dan matahari akan terus datang. Akan terus menemaninya. Tuhan memang tidak pernah salah menciptakan sesuatu.

uchie
Cipaganti, 24 Juli 2009
Untuk rumput, angin, dan matahari
Untuk The, Rein dan aku donkz

HADIAH UNTUK AYAH

Puisi? Lukisan? Buku? Entah mana yang akan aku berikan untuk ayah. Dan aku selalu bingung memberikan hadiah yang pantas untuk ayah. Aku ingin selalu memberikan yang terbaik yang aku punya untuk ayah, tapi entah apa itu. Puisi? Aku sama sekali tak bisa menyusun kata-kata indah dalam bentuk puisi untuk ayah. Lukisan? Memegang koas pun tak betul apalagi menggoreskannya di atas kanvas. Yang ada lukisanku mungkin hanya coretan-coretan tanpa makna. Buku? Jangankan membuat sebuah buku, buku raport pun tak bisa aku banggakan karena nilai yang aku dapat selalu pas-pasan.

Ayah suka sekali puisi. Itu kata ibu. Ayah juga sangat jago melukis. Itu juga kata ibu. Dan kembali kata ibu…ayah sangat gemar membaca buku, kebiasaan yang tidak beliau tularkan padaku. Sayang sekali aku begitu malas membaca. Itu barangkali sebabnya aku tidak begitu pintar. Tapi ayah tidak pernah marah. Pun ketika aku pulang malam. Hanya ibu yang sibuk khawatir. Dan kekhawatirannya itu dituangkan dalam bentuk kemarahan yang membuat aku tak betah tinggal di rumah. Ayah tidak marah.

Ayah tak pernah meracuniku dengan kata-kata atau ambisinya. Tak pernah mendoktrinku dengan idealismenya seperti ayah teman-temanku. Mereka merasa tersiksa dengan tuntutan ayah mereka. Dan karena merasa tertekan mereka sering membohongi ayah mereka untuk memberi uang saku lebih bagaimana pun caranya. Seperti yang sering sahabatku lakukan, dia menipu ayahnya dengan melebihkan harga buku yang harus dia beli. Mmhh…jiwa koruptor yang dipupuk dari keluarga. Sungguh tak patut ditiru. Aku senang karena tak pernah melakukan semua itu pada ayahku.

Kata ibu keberadaan ayah bagaikan matahari yang bersinar. Dia garang saat keluarganya dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan kekuatan dan kehadirannya sebagai kepala keluarga. Tapi bisa juga lembut seperti sinar matahari saat pagi dan sore hari. Dipoles jingga yang begitu menawan, sinar matahari yang tak begitu menyengat membuat orang merasa tenang dan damai, tapi selalu ada manfaat yang bisa diambil. Seperti matahari walaupun garang, ayah tak pernah anarkis.

Bagaikan sebuah lukisan yang rumit tapi indah, ayah tak pernah merusak imajinasiku. Aku tak perlu berpikir keras menentukan pilihanku pada lukisan surealisme, realisme, atau naturalisme sekali pun. Kalau suka akan lukisan itu nikmati saja dan pelajari apa yang bisa diambil dari tiap goresan, garis, dan warna yang berpadu harmoni. Ayah tak pernah menentang keinginanku untuk menjadi seseorang yang aku inginkan. Atau menghapus mimpi menjadi apa yang aku harapkan, semua bergantung pada keinginanku. Pada harapan untuk apa aku hidup dan dilahirkan.

Menurut ibu, ayah adalah pribadi yang sederhana namun penuh kharisma. Pesonanya yang membuat ibu cinta mati pada ayah. Seorang pria yang membuat wanita lain iri pada ibu. Mereka bilang ibu begitu beruntung mendapatkan ayah. Dan aku juga beruntung menjadi anak ayah. Walau kenyataannya mungkin saja ayah menyesal mempunyai anak seperti aku. Tapi aku bangga memiliki beliau sebagai ayah.

Ayah tak pernah membuatku menangis karena emosinya atau penilaiannya. Satu-satunya alasan yang membuat aku menangis adalah rasa rindu yang tak tertahan bila harus mengingatnya. Ayah sungguh pria yang selalu membuatku kangen, selalu ingin berada di dekatnya. Ayah tak pernah membentakku.

Pernah suatu ketika, saat aku berada di bangku sekolah dan mendapat tugas yang membuat aku rasa sangat sulit dan tak mampu aku lakukan…ayah menjadi inspirasi kalau aku bisa melakukannya walau dengan otak yang pas-pasan. Dan ternyata aku mampu melakukannya.

Pengaruh ayah membuatku tak kalah dengan murid laki-laki di sekolah, karena memang aku tak mau kalah oleh mereka atau oleh siapapun. Mungkin kemalasanku saja yang mengaburkan semuanya. Aku harus menunjukkan pada ayah kalau aku juga bisa berolah raga. Aku juga bisa menendang bola. Walau hanya menendangnya saja. Tak penting tendanganku mengarah pada kawan atau lawan yang penting aku bisa bermain bola dan menikmati permainan itu. Seperti ayah, selalu menikmati permainan sepakbola. Tak penting tim apa yang beliau tonton. Ayah tak pernah membela salah satunya. Menurut ayah, tim yang mempunyai mental juara dan yang siap menjadi juaralah yang akan menang.

Ayah adalah seorang juara buatku karena berhasil meruntuhkan hati ibu dan meyakinkan ibu untuk mau bersatu dengannya. Ayah seorang juara karena beliau mampu menghadirkanku ke dunia ini. Ayah seorang juara walau tanpa medali atau selembar piagam penghargaan yang ditandatangani oleh seorang presiden pun untuk meyakinkan dan membuktikan pada dunia tentang kehebatannya. Bagiku ayah adalah juara sejati tak penting apa yang ayah lakukan dan penghasilan yang ayah peroleh untuk membiayai keluarganya.

Tapi sekarang aku malah dibikin pusing oleh ayah. Sebenarnya ayah tidak meminta aku memberinya hadiah. Ayah tak pernah menuntut kembali apa yang telah diberikannya. Hanya aku saja yang ribet memikirkan hal paling istimewa yang akan aku persembahkan untuk ayah tercinta.

Ini bukan hari ulang tahun ayah, tapi aku ngotot ingin memberi hadiah terbaik untuk ayah, walau kehadiranku ke dunia ini adalah hadiah terbaik yang ayah terima. Dan lagi-lagi begitu menurut ibu. Tapi itu dari Tuhan. Aku sama sekali belum mampu menunjukkan pada ayah kalau aku juga bisa dibanggakan seperti orang lain. Aku akan tunjukkan kalau kebanggaan ayah padaku berbeda dengan yang lain karena aku tak pernah mau sama atau disamakan dengan orang lain. Aku mau ayah melihatku berprestasi dengan caraku.

Ayah tak pernah membuatku marah, tak pernah membuatku sedih, walau aku sering menangis. Tapi tangisku bukan tangis penyesalan atau kesedihan. Aku menangis karena rasa cintaku pada ayah tak bisa aku tunjukkan secara nyata. Aku tak pandai membuat puisi, aku tak pandai melukis, aku tak pandai membuat ayah bangga kalau aku sebenarnya pandai. Tapi demi ayah aku coba merangkai kata-kata yang selanjutnya aku tempel di dinding kamarku. Aku tak tahu apakah itu sebuah puisi atau hanya rasa yang ada dalam hatiku yang aku tulis dalam selembar kertas ketika aku mengatakan bahwa aku bangga. Walau kebanggaan itu baru aku saja yang mengetahui. Ibu pun belum melihat bentuk atau cara apa yang bisa membuatnya bangga padaku, hanya aku saja yang merasakan. Aku mencoba merangkainya seperti ini:

AKU BANGGA
Aku bangga
karena kau tak pernah meracuniku
Aku bangga
karena kau tak pernah merusak imajinasiku
Aku bangga
karena kau tak pernah menghardikku
Aku bangga
karena kau tak pernah anarkis
padaku
pada ibu
pada adikku
Aku bangga
karena tak pernah menentangmu
Aku bangga
karena tak pernah membuatmu marah
Aku bangga
karena tak pernah membuatmu sedih
Aku bangga
karena kau tak membuatku menangis
karena kau tak pernah ada
walau tak bisa memanggilmu
Ayah
Aku tetap bangga


Aku bangga karena aku berhasil merangkai kata-kata yang mungkin jauh dari indah. Aku bangga karena berhasil merekam imajinasiku tentang ayah yang tak pernah aku rasakan kasih sayangnya secara nyata. Tapi aku tahu ayah sayang padaku.

Ini bukan hari ulang tahun ayah, tapi ulang tahunku. Aku ingin selalu mendapat perhatian dari ayah, menunggunya kembali untuk menguntai berbagai cerita menarik yang akan membuat orang lain iri setengah mati. Ini adalah hari ulang tahunku, yang kata ibu dulu ayah selalu membawakan boneka cantik untuk anak tercantiknya. Ayah tak pernah melewatkan hari ulang tahunku. Beliau selalu menyempatkan hadir sesibuk dan sejauh apapun bekerja. Sayangnya aku belum ingat semua itu. Di saat Tuhan mulai membuat otakku bisa bekerja dan mengingat kejadian dan pengalaman hidup yang aku alami, ayah tak pernah lagi datang di hari ulang tahunku.

Aku bukan anak yang tak diinginkan ayah. Aku adalah kebanggaan dan hadiah terbaik yang ayah terima, karena ayah menginginkanku. Ayah selalu menanti kehadiranku saat aku belum lahir. Cerita yang sangat indah yang aku dengar cuma dari ibu. Dan sampai kapan pun aku akan selalu menjadi hadiah terbaik untuk ayah.


UCHiE
Cipaganti, 27 Agustus 2009
Karena aku ingin selalu jadi kado buat ayah di ulang tahunku

Rabu, 09 September 2009

MIMPIKAN AKU

Mimpikan aku bertemu dengannya
ingin kuulang semua de ja vu
yang termanis
yang teramat indah
bahkan yang meyesakkan
karena aku ingin dia tetap hidup
di alam sadarku
tak peduli walau seseorang memelukku erat

Mimpikan aku bertemu dengannya
hanya karena lewat mimpi
aku bisa mencumbunya
aku bisa mencurahkan semua rasa di hatiku
hanya karena lewat mimpi
dia bebas menyentuhku
tanpa terusik perasaan orang lain

Mimpikan aku bertemu dengannya
sebab yang ada tak sepenuh hati kukasihi
sebab pesonanya selalu mengaburkan hasratku
sebab bau keringatnya selalu temani hari-hariku
sebab kelakuannya selalu menjengkelkanku
menggelitik hati untuk selalu mencerca
dan berharap menjelma nyata

Mimpikan aku bertemu dengannya
Tak sekedar dalam mimpi
Untuk memilikinya
Untuk mencintainya
Sepenuh hati

Rabu 2, September 2009

Filosofi Pohon

AKU INGIN SETEGAR POHON

Pohon itu tegar, kuat, besar dan tinggi. Tegarnya ia bagikan untuk melindungi makhluk lain. Kuatnya bikin makhluk lain nyaman. Besar dan tingginya tidak membuat dia sombong karena dia selalu menggugurkan daunnya. Pohon selalu berbagi, ranting-rantingnya ia beri untuk dipeluk makhluk lain, untuk dijadikan rumah oleh binatang2 lain.


Selalu ada yang bisa diambil dari pohon. Bunga, buah, daun, ranting, batang, akar…semua bagiannya adalah manfaat untuk makhluk lain, tapi pohon tidak pernah mengeluh melakukan semua itu.


Tidak ada yang pernah dirugikan oleh pohon. Tidak ada yang pernah menangis karena pohon. Justru kalau dia tak ada semuanya bersedih.
Pohon mengambil karbondioksida dari udara untuk berfotosintesa. Secara kita tahu karbondioksida (CO2) adalah gas buangan hasil pembakaran, artinya pohon mengambil gas ‘sampah’ lalu mengubahnya menjadi gas oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan makhluk lain untuk hidup… Pohon lakukan itu di siang hari. Waktu krusial di saat matahari sedang garang menyengat bumi, waktu yang tepat karena polusi udara yang mengotori bumi dibersihkannya. Dia tidak mengeluh kepanasan.


Pohon punya akar yang kuat. Dia berdiri kokoh karena akarnya dengan ‘yakin’ menancap ke dalam tanah. Akar yang tidak hanya berfungsi menopang tubuh besar sang pohon tapi juga membantu menyimpan cadangan air tanah. Membantu tanah agar tidak tergerus yang dapat menimbulkan erosi.
Pohon punya cabang dan ranting yang banyak seperti tangan manusia yang terbuka menerima kedatangan siapapun. Cabang dan rantingnya dijadikan tempat bermain oleh anak-anak, dijadikan rumah oleh binatang2. Cabang dan rantingnya mengeluarkan bunga yang siap diolah lebah untuk dijadikan madu, secara langsung dan tidak langsung lebah membantu penyerbukan bunga yang selanjutnya akan berkembang menjadi buah. Buah yang dihasilkan pohon bermanfaat untuk makhluk lain, dijadikan makanan, obat atau apa pun itu tetap manfaatnya bisa diambil.
Pohon tidak pandang bulu. Dia menerima siapapun untuk mendekatinya, untuk memeluknya, untuk bermain dengannya. Pohon siap membantu. Dia berikan apa saja yang dibutuhkan makhluk lain. Dia tidak mengeluh walaupun makhluk lain tidak memberinya sesuatu. Dia tetap tumbuh tanpa meminta perhatian dari makhluk lain. Dia tetap berdiri kokoh walau semua makhluk bergantung padanya.


Pohon tidak pernah melukai makhluk lain dengan sengaja. Tidak ada yang pernah tahu kalau dia sedang bersedih karena semua yang ia lakukan adalah tulus. Pohon hanya memberi dan tidak menunggu balas budi, yang ia berikan keteduhan dan keindahan.


Di saat pohon itu mati, dia berikan semua bagiannya. Batangnya yang besar bisa dijadikan rumah, perahu, jembatan, bahkan kayu bakar. Walau telah mati tetap bermanfaat.

AKU INGIN SEPERTI POHON BERMANFAAT BANYAK
TIDAK HANYA TEGAR DAN KUAT TAPI JUGA BISA DIJADIKAN TEMPAT BERLINDUNG DAN BERTEDUH TAPI TAK PERNAH MENGELUH

-Uchie yang selalu Lucu-

Selasa, 08 September 2009

Bacalah

BACALAH, UNTUK MEMPEROLEH ILMU YANG LEBIH BANYAK, dan
BELAJARLAH MENULIS AGAR KAMU DAPAT MEMBUAT ORANG LAIN MENJADI PANDAI

Aku terinspirasi sama sahabatku tercinta yang kemarin ngasi kutipannya:
MENULISLAH, DAN JANGAN BUNUH DIRI. (Theoresia Rumthe)

Aku suka sekali menulis, terutama menulis soal untuk murid-muridku tercinta 
Aku pikir menulis itu akan membuat orang lain pandai, dan seorang teman kecilku mengomentari apa yang aku dan sahabatku katakan MENULISLAH UNTUK MEMBUAT ORANG LAIN BUNUH DIRI! Katanya 
Aku tertawa karena dia berpikir sederhana tapi mengena. Apa yang kita tulis bisa jadi apa saja buat orang lain. Kita jangan menulis untuk mendorong orang lain berbuat dosa!
Tapi dari semua itu aku bersyukur tersadarkan di bulan suci ini. Aku pikir Allah menyentilku lewat sahabatku untuk kembali ingat bahwa ayat pertama AlQuran adalah surat Al Alaq ayat 1 – 5 tentang MEMBACA dan MENULIS.

Iqro bismirobbikalladzii kholaq
Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang menciptakan

Kholaqol insaana min ‘alaq
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah

Iqro warobbukal akrom
Bacalah, dan Tuhanmu Maha Mulia

Alladzii ‘allama bilqolam
Yang mengajarkan (manusia) dengan pena

‘Allamal insaana maalam ya’lam
Dia yang mengajarkan kepada manusia semua yang tidak diketahuinya

Maha benar Allah dengan segala firmanNya.

Bahkan perintah membaca ini diulang Malaikat Jibril sampai 3 kali kepada Nabi Muhammad saw. Betapa pentingnya arti membaca sampai Allah menyuruh mengulang sampai 3 kali. Allahu Akbar. Mudahnya adalah, Surga merindukan orang yang membaca AlQuran. Mengapa? membaca satu huruf AlQuran berarti menanam 1 kebaikan. Dan Allah mengganjar 1 kebaikan dengan 10 kali lipat pahala. Membaca AlQuran tidak mungkin satu ayat, dari bacaan basmallah saja sudah 19 huruf yang terangkai di sana. Berarti itu sudah 190 pahala. Belum lagi walau membaca satu ayat…ada beberapa huruf di sana. Subhanallah…membaca AlQuran itu mudah dan berpahala apalagi kalau langsung diamalkan. Itu membaca AlQuran, Surga ganjarannya.

Membaca Koran…ada banyak berita tersaji di sana, tentu itu menambah wawasan kita. Teknologi informasi semakin mempermudah manusia untuk membaca, contohnya anda sedang membaca tulisanku ini.
Apapun yang kita baca akan menambah wawasan kita, semakin banyak membaca, kita akan tersadarkan bahwa ilmu yang kita miliki masih kurang. Apa yang kita tahu saat ini hanya sebagian kecil saja dari ilmu yang ada di alam ini. Ilmu yang Allah miliki sangat luas.

Setelah kita banyak membaca, selanjutnya adalah belajar menulis. Kita bisa menulis apa saja yang bisa dijadikan referensi untuk orang lain. Lebih baik menulis hal2 bermanfaat agar berguna tidak hanya bagi diri kita sendiri tapi bagi orang lain juga. Seperti halnya membaca, menulis bisa lewat apa saja. Kertas, komputer, dan banyak lagi. Karena Allah memfasilitasi segalanya.

Jadi sahabatku BACALAH, untuk memperoleh ilmu yang lebih banyak, dan BELAJARLAH MENULIS agar kamu dapat membuat orang lain menjadi pandai.
Jangan menyuruh orang menulis hanya untuk mencegah orang bunuh diri 
Mari kita membaca lalu menulis atas nama Allah dan semata-mata untuk mencari ridhoNya. Amiin.


08 09 2009.

Senin, 07 September 2009

Jujur

Suatu ketika seorang teman bilang HIDUP ITU HARUS JUJUR, KALO NGGAK…MATI AJAH!
Dan itu sangat menggelitik pikiranku. Kenapa pula kalo nggak jujur kita harus mati??? Nggak aneh sech kita emang harus jujur menghadapi, menjalani dan menerima apapun dalam hidup ini. Dan JUJUR, rasanya kita belum bisa melakukan itu semua dengan JUJUR. Selalu ada kendala, selalu ada yang menghambat keJUJURan kita. Tapi memang harus jujur.
Teman yang lain bilang "…buat apa hidup kalo tidak berguna buat sesama!"
JUJUR dan BERGUNA. Mungkin itu takdir, tugas, atau kewajiban manusia. Entahlah.
Lalu aku satukan kedua pernyataan itu dalam satu tulisan:
buat apa hidup kalau tak berguna untuk lingkungan, Soal jujur…tiap orang berhak menyimpan apa yang harus disimpannya.
Lalu aku tanya temanku itu apa definisi jujur menurutnya, karena mengganggu otakku, katanya:
Jujur = hati nurani
Tentu itu bikin pertanyaan baru dibenakku. Hati nurani? Aku belum menemukan definisi yang pas untuk itu, dia bilang
memang tak perlu definisi
Lalu apa bedanya sama NGGAK bohong?
Ngga ada bedanya,bilang iya untuk iya dan tidak untuk tidak
Dan aku bilang ada bedanya.
Kita ambil satu contoh:
Di blog ini aku menggunakan inisial nama, bukan nama lengkap. Aku tidak berbohong, tapi aku tidak jujur memberitahu orang lain siapa aku sebenarnya. Dan jujur, aku beda dengan orang lain karena memang aku suka perbedaan. Aku adalah orang Indonesia ASLI yang BEDA dengan orang Indonesia lainnya. Aku tidak berbohong tapi aku tidak jujur akan jati diriku sebenarnya J
Orang lebih mudah menggambarkan kalau jujur itu tidak bohong, tapi menyembunyikan sesuatu demi kebenaranpun termasuk tidak jujur meski memang tidak berbohong.
Kembali pada kejujuran dan menjadi orang yang berguna bagi sesama…jujur rasanya aku belum bisa menjadi orang yang berguna bagi sesama karena langkahku masih pada hanya memenuhi kebutuhan pribadiku.
Kalau merujuk pada ilmu agama, jujur bisa diangkat dari SIDIQ dan AMANAH yang merupakan dua dari empat sifat yang dimiliki Nabi Muhammad saw. Sidiq artinya benar, dan Amanah adalah dapat dipercaya. Setiap apa yang dikatakan dan dilakukan Nabi Muhammad saw selalu benar dan semuanya itu dapat dipercaya kebenarannya.
Semua yang benar dan dapat dipercaya akan bermanfaat dan berguna bagi sesama, lepas dari sifat2 yang dimiliki Rasulullah.
Jadi apa jujur itu? Kalau boleh lancang membuat definisi sendiri jujur adalah kebenaran yang dapat dipercaya. Masalah akan disampaikan pada orang lain atau disimpan sendiri…itu hak masing-masing. Yang pasti jujur itu tidak bohong tapi tidak bohong bukan berarti jujur.
Hanya saja sebagai manusia yang kewajibannya adalah mengabdikan diri kepada ALLAH SWT dalam berbagai aspek kehidupan jujur akan lebih baik daripada tidak berbohong. Dan temanku bisa benar kalau kejujuran itu datangnya dari hati nurani.
Aku tidak berbohong hanya aku tak ingin di kenal, karena aku hanya seorang warga Negara Indonesia yang ingin selalu berguna buat lingkungan, masalah jujur…aku berhak menyimpan apa yang ingin aku simpan.
Wallahu a’lam. Kebenaran hanya dari ALLAH dan kesalahan datang dari diriku sendiri.

Phobia

6 September jadi salah satu momen berharga dalam kehidupanku. Aku melewatkannya dengan buka puasa bersama teman-temanku dalam satu komunitas yang disebut MSV Community. MSV diambil dari nama acara unggulan di radio Paramuda Bandung, yaitu Morning Sport View. Acara yang menyajikan berita olah raga terbaru dan terkini.

Berharga karena kini kami dengan kesibukan kami masing-masing jarang bertemu muka secara langsung. Bertemu hanya di dunia maya dengan kebiasaan yang tetap sama: saling menjatuhkan.
Tapi yang aku tulis bukan tentang MSV Community –komunitas penggemar BERITA olah raga- yang akan aku ceritakan adalah saat pertemuannya.

Senang rasanya bertemu teman2 lama, bercanda, dan mengumbar tawa bahagia. Menceritakan pengalaman-pengalaman seru di satu rumah makan sunda. Dan itu jadi kesialan bagiku, karena aku tentu tahu kalau rumah makan sunda sudah barang tentu menyajikan makanan2 khas Sunda seperti ikan asin, lalapan, dan…sambal.
Aku tidak makan daging karena memang tidak begitu suka. Aku juga tidak makan beberapa sayuran karena perutku tak menerima. Dan aku tidak makan sambal karena ternyata aku phobia.

Awalnya teman2ku tidak tahu kalau aku phobia terhadap sambal. Entah kenapa aku takut, jijik, dan panik tanpa alasan ketika melihat sambal. Saat satu temanku berjanji akan membayarkan makananku kalau aku mau makan dengan daging ayam…eh…pangeran kecilku meracuni temanku dengan bilang "Kasi daging ayam sama sambal!" maka aku disodori kedua benda itu…hasilnya? Aku bertingkah seperti anak kecil, panik, dan takut. Dengan senang hati mereka mempermainkan aku dengan sambal. Temanku bilang "PHOBIA yang aneh!" dan buka puasaku tidak terasa nikmat lagi.

Sebenarnya yang namanya phobia itu aneh. Takut yang berlebihan dengan tanpa alasan terhadap sesuatu yang tidak berbahaya. Bahkan ketakutan semacam itu menurut syariah termasuk penyakit rohaniah. Dan itu tidak baik. Memang aku rasakan seperti itu. Aku tidak dalam keadaan baik, karena aku mengalami gangguan psikologis dengan ketakutan berlebih seperti itu.
Tapi dengan phobia ‘aneh’ yang aku idap…ternyata kekuranganku sangat banyak, kalau kekuranganku banyak artinya aku belum betul2 berterima kasih atas apa yang Allah beri padaku. Semoga aku bisa mengatasi phobia ini dengan ijin Allah. Sehingga takutku hanya kepada Allah bukan ketakutan tak tentu yang membodohiku. Amiin.

Minggu, 06 September 2009

Adilkah Tuhan

ADILKAH TUHAN?


Tuhan beri aku perih
di hidup yang harus aku jalani
Tuhan beri aku rumit
di roman yang harus aku lewati
Tuhan beri aku tanya
yang tak pernah aku bisa terka
Tuhan sudah beri aku jawab
walau sampai saat ini
belum juga aku temukan
Tuhan sudah beri aku jalan
hanya pintu hatiku
yang belum terbuka
Jadi sebenarnya aku tak perlu bertanya
adilkah Tuhan?

August 23, 2009

Allah itu MahaAdil
Al Adl adalah nama Allah ke 29 dalam urutan asmaul husna (nama-nama Allah yang baik).
Jadi kita sebagai manusia tak perlu bertanya lagi "Mengapa Allah tak adil padaku?"
Setiap yang Allah ciptakan tidak pernah ada yang sia-sia.
Setiap yang Allah rencanakan selalu ada hal positif untuk manusia.
Allah menciptakan manusia bukan untuk menyiksanya, tapi untuk beribadah kepada Allah dengan bekal seluruh alam ini beserta isinya.
Dalam Quran surat al Isra ayat 70, manusia adalah mkhluk yang mulia dan paling diistimewakan oleh Allah. Kasih Allah tidak pandang bulu. Bukankah bekal untuk manusia itu seluruh alam dan isinya? Seluruhnya untuk kebahgiaan dan kesejahteraan manusia. Kalau ada yang menderita atau merasa takdir Allah tak adil bagi hidupnya itu adalah cara Allah menyayangi manusia. Allah memberi ujian kepada manusia.
Ujian Allah bisa bermacam-macam. Ujian penderitaan dan ujian kesenangan. Setiap orang pasti mengalami ujian hidup. Dari ujian itulah akan terlihat manusia yang kuat dan yang lemah. Manusia yang bersyukur dan yang kufur. Semua harus disikapi dengan sabar dan bertawakal kepada Allah agar kita menjadi orang yang takwa.
Harta kekayaan, kemiskinan, kemasyuran, penderitaan, suka, duka, kebahagiaan, penderitaan, tawa, tangis, sehat, sakit, berpasangan, sendiri, keturunan, kepintaran…semua itu adalah ujian Allah yang harus disyukuri dan dijadikan jalan untuk lebih mendekatkan diri padaNya.
Allah menjadikan seseorang miskin, karena dalam kemiskinannya orang itu rajin beribadah. Allah tidak membuatnya kaya karena mungkin saja saat dia menjadi kaya dia menjadi sombong dan lupa kepada Allah,
Allah menjadikan seseorang terkenal karena Allah tahu dalam keterkenalannya itu dia dapat bermanfaaat untuk orang lain, dapat mempengaruhi orang lain untuk berbuat baik, sama-sama mengingat Allah dan mendekatkan diri padaNya.
Allah itu Al Adl, Mahaadil, hanya sifat umum manusia saja yang membuatnya ingkar dan tidak berterima kasih kepada Allah yang menyebabkan dia merasa Allah tidak adil padanya.
Allah itu Maha Adil karena selalu ada petunjuk dan nikmat yang Allah berikan pada manusia. Seperti yang Allah janjikan dalam Quran surat Ibrahim ayat 7 bahwa Setiap nikmat dan kebahagiaan yang disyukuri akan ditambah kenikmatan dan kebahagiaan lagi.
Janji Allah adalah adalah tepat. Tetapi hanya sedikit orang-orang yang bersyukur. Jadi jangan tanyakan ADILKAH TUHAN?

Sabtu, 05 September 2009

aku adalah pelangi

AKU ADALAH PELANGI



Aku adalah pelangi

Aku lebih indah dari pelangi

Dan aku akan beri indah dunia

Walau hanya sesaat

Aku beri warna





Puisi di atas adalah gambaran tentang diriku.

Aku adalah pelangi karena pelangi mempunyai warna yang berbeda

Perbedaan yang ada lah yang menyebabkan pelangi itu indah.

Perbedaan yang berpadu akan menyusun satu bentuk harmoni, mempercantik langit setelah disiram hujan.

Biasanya terjadi sore hari, langit berpelangi setelah turun hujan akan membawa udara yang lebih Segar, suasana nyaman dan indah.

Betapa menunjukkan kebesaran AllAh yang menyukai keindahan.

Kamuflasenya adalah pelangi.

Kalau warna pelangi hanya merah saja...indahnya pudar tertutup warna langit yang jingga.

Kalau warna pelangi hanya biru saja...indahnya tak tampak karena langit memang berwarna biru.

Warna pelangi berbeda. Dan aku sangat suka perbedaan, karena aku memang berbeda. setiap makhluk yang Allah ciptakan tidak akan pernah sama. Tak ada yang identik. Selalu ada kekurangan dan kelebihan. Perbedaan yang disatukan akan memberi ragam keindahan.

Seperti dunia ini, seperti Indonesia ini. Suku bangsa yang berbeda, bahasa yang berbeda, budaya yang berbeda...menambah kaya Indonesia.

Semakin berbeda, semakin kaya...semakin indah.

Perbedaan itu bukan untuk dijauhi. Perbedaan itu bukan untuk dimusuhi.

Karena perbedaan itu Allah SWT yang menciptakan.