Rabu, 16 September 2009

Perjalanan Panjang

Akan datang suatu masa di mana seluruh anggota badan ini kecuali mulut menjadi saksi bagaimana kita menjalani hidup di dunia.
Tak akan ada kebohongan. Tangan ini akan berkata jujur saat kita mengambil apa yang bukan menjadi hak kita. Kaki ini akan mengatakan langkah kita berjalan bukan ke tempat yang semestinya kita beribadah. Mata ini akan berterus terang mengatakan melihat sesuatu yang tidak pantas untuk dilihat. Telinga ini akan mengaku mendengar apa yang semestinya tak didengar. Hati ini akan sejujurnya bercerita tentang hasud, iri, dan dengki yang menguasainya. Allah mengunci rapat mulut kita karena mulut…bisa menyembunyikan kebenaran.
Itu terjadi kelak, setelah hari kiamat, setelah melintasi padang mahsyar selama 50 ribu tahun perjalanan.

Dan ingatlah, ada tiga golongan manusia yang akan melewati padang mahsyar, yaitu:
  1. golongan orang yang berkendaraan
  2. golongan pejalan kaki
  3. golongan orang yang berjalan dengan kondisi badan terbalik, kaki di atas dan kepala di bawah

Lalu siapa sajakah orang-orang yang termasuk kedalam ketiga golongan itu?
Pertama golongan orang yang berkendaraan dalam melintasi padang mahsyar adalah orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya sesuai syariah Islam.
Artinya bila ia seorang guru, maka ia harus berbagi ilmunya dengan benar dan penuh kesabaran, ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Bila ia seorang enterpreuner, maka ia harus melaksanakan usahanya dengan jujur dan tidak menyimpang dari aturan Islam. Kalau ia seorang entertainer, maka yang ia bagikan adalah hiburan yang mendidik dan tidak mengaburkan arti syariah dengan seni. Kalau ia seorang pegawai negeri…maka hendaknya menuruti aturan yang berlaku, tidak melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Islam, makan gaji buta dengan datang terlambat dan pulang lebih awal. Kalau ia seorang polisi, maka hendaknya bekerja sesuai profesinya sebagai seorang POLISI. Bila ia seorang Advokat seharusnya tak gentar membela kebenaran, karena Islam agama yang benar (bukan maju tak gentar membela yang bayar).
Golongan orang yang berjalan kaki melintasi padang mahsyar adalah orang-orang Islam yang munafik. Artinya dia mengaku Islam tapi tidak menjalankan syariah Islam dengan benar. Lalai akan shalat 5 waktu, ketika orang lain berpuasa di bulan Ramadhan…dengan seenaknya dia merokok, makan, minum di siang hari. Lupa akan kewajiban membayar zakat. Golongan ini adalah muslim yang lalai dalam menjalankan syariah Islam.
Dan golongan orang yang berjalan dengan keadaan terbalik adalah golongan orang-orang kafir yang tak ada sedikitpun iman di dalam hatinya kepada Allah SWT. Naudzubillahi mindzalik.
Jadi dalam menempuh perjalanan panjang kelak, yang mana yang akan kita pilih?
Allah membebaskan kita memilih yang mana. Semoga kita termasuk dalam golongan pertama, golongan orang-orang yang dicintai Allah. Amiiin.
Saya menulis ini dalam rangka tolabul ‘ilmi dan saling nasehat menasehati dalam kebenaran. Tidak menakuti siapapun, tidak bermaksud memojokkan siapapun.
Semoga Allah selalu bersama dengan orang-orang yang benar. Aamiin.

Sabtu, 12 September 2009

PELANGI SORE HARI

Hujan yang turun beberapa saat lalu memang tidak besar dan tidak lama. Matahari kembali bersinar walau titik-titik air hujan masih tampak sesekali turun. Itu yang paling Rein suka, karena cahaya matahari yang jatuh tepat mengenai titik-titik air hujan akan diuraikan menjadi warna-warni yang indah. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Tujuh warna yang berbeda panjang gelombang dan indeks bias.
Sebetulnya tak ada perbedaan antara nila dengan ungu. Karena nila nama lain untuk ungu. Jadi sebenarnya warna pelangi hanya enam, bukan tujuh. Warna merah terlihat paling atas karena indeks biasnya lebih kecil dari indeks bias warna jingga, dan seterusnya. Pelangi bisa terlihat begitu indah di langit karena dibiaskan melalui dua media yaitu air dan udara dengan kecepatan yang berbeda-beda pula. Hanya saja keindahan pelangi tidak dapat dinikmati lebih lama karena titik-titik air yang turun juga tidak lama. Keindahan pelangi cepat tergantikan udara yang kembali sejuk setelah hujan turun.
Seperti laskar pelangi yang sangat suka dan kagum pada pelangi karena keindahannya, Rein juga sangat menyukai pelangi. Walau terlihat di langit tidak terlalu lama, tetapi kehadirannya menyejukkan. Setiap orang yang menikmatinya merasa damai dan memuja keagungan Tuhan. Betapa tidak, ada banyak ilmu yang di dapat hanya dari mengamati pelangi. Sederhananya adalah…hujan hanya sesaat kalau pelangi sudah terlihat. Artinya matahari yang belum puas menerangi bumi akan kembali berkuasa setelah dikudeta awan mendung sebelum selanjutnya dia beristirahat dan digantikan malam. Sedangkan untuk ilmu lebih rumitnya adalah warna merah yang berada paling atas di antara urutan warna itu, bukan biru atau kuning.
"Kopimu dingin tu, Rein!" teriak Manda.
Sore itu kebetulan Rein dan Manda berada di sebuah mal. Menunggu hujan reda mereka asik duduk di Starbuck sambil menikmati pelangi dan cappuccino favorit mereka.
Rein tidak langsung menyeruput cappuccinonya. Sesaat dia memandang sekeliling tempat itu dan tersenyum.
"Arah jam tiga adalah pelangi!" suaranya pelan memberitahu Manda.
Manda melirik ke sebelah kirinya, tampak seorang pria memakai polo berwarna merah, kuning dan hijau.
"Itu lampu stopan, Rein!" Manda terkikik.
"Traffic light tidak begitu indah. Hanya indah kalau warnanya hijau terus!" Rein membela pendapatnya.
"Kenapa sih begitu suka pelangi, Rein?"
"Ow…kita tidak sedang membicarakan pelangi, Manis!" Rein tersenyum, lalu telunjuknya yang lentik menunjuk kembali pada pria berpolo pelangi itu, "Tapi dia!"
Manda tertawa mengingat Rein suka segala sesuatu yang berhubungan dengan sore, hujan dan pelangi. Anak ajaib. Apa mungkin karena sok-sok mau disesuaikan dengan namanya, Rein yang dalam bahasa inggris ditulis RAIN. Rain kan artinya hujan, apa dia anak hujan, seperti Gundala putra petir hehehe…bisa saja ibunya memberi nama. Bagus pula, Reinhard Enwin.
Kata Rein sih ditulis dalam bahasa inggris RAIN HARD AND WIN, artinya hujan besar dan menang. Lucu juga namanya. Dan kalau harus memaksakan diri memirip-miripkan Rein dengan hujan adalah rambut Rein seperti awan cumulus. Bergelombang seperti bunga kol. Kalau awan itu berwarna putih bersih, maka dipastikan hari tidak akan turun hujan. Dan kalau pinggir-pinggir awan cumulus itu sedikit gelap. Jangan ragu untuk membawa segala benda yang akan melindungi kita dari hujan, karena awan seperti itu diprediksi untuk membawa hujan.
Begitu pun Rein. Kalau wajahnya tampak berseri-seri dipastikan cerah sepanjang hari. Tapi kalau sudah mendung, akan seperti awan cumulus yang menumpahkan air hujan yang banyak meski tak memakan waktu yang lama.
"Berani menyapa…atau seperti biasa?" tantang Manda.
Rein tersenyum, lalu dia seolah berpikir akan tantangan sahabatnya itu. Kalau biasanya mereka hanya puas menikmati ketampanan seorang pria dari jauh, tanpa mengenal siapa dia. Kali ini situasinya jadi luar biasa. Dengan yakin Rein menganggukkan kepalanya.
"Akan aku sapa, Sayang!" Rein tersenyum.
"Yakin?" Manda tampak terkejut dengan kenekatan yang diperlihatkan Rein, "Kalau dia punya cewek?"
"Aku kan nggak akan pacaran sama ceweknya!"
"Rein? Loe gila?"
"Dengan kekuatan pelangi dan hujan yang turun sore ini Rein akan menunjukkan pada dunia bahwa dia benar-benar cantik!" Manda tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon sahabatnya itu.
"Ssst…Rein…cappuccino loe beracun kali?" Manda seolah sibuk mengocek kopi dalam cangkir Rein, dan mencari tahu mengapa sahabatnya bisa seperti itu. Gila,kah?
Rein kembali tersenyum, lalu dia menunjuk ke arah pelangi yang mulai memudar karena titik-titik air hujan perlahan menghilang. Warna sore yang mulai jingga memberi ketentraman. Sungguh fenomena alam yang sangat indah.
"Lihat pelangi itu, kan?" Manda mengangguk, "Pelangi itu hadir hanya sesaat, Man. Tapi dia begitu berarti untuk langit. Untuk sore ini. Untuk manusia romantis seperti aku!" sangat percaya diri Rein berkata pasti, "Dan sama seperti pelangi, kamu harus menunjukkan diri supaya dunia tahu kalau dirimu ada dan begitu indah!"
"Wow! Ini masih tetap loe kan, Rein?" Manda takjub mendengar apa yang baru dikatakan temannya itu, "Jadi?"
"Tunjukkan diri loe sama dia! Punya cewek atau nggak itu urusan nanti!" senyum Rein tak pernah lepas sore ini. Ia beranjak mendekati pria berpolo warna pelangi itu.
Manda benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Rein mendatangi pria itu. Tampak dari kejauhan mereka bersalaman. Pria itu mempersilakan Rein duduk bergabung. Tak ada gerak canggung atau salah tingkah dari keduanya. Jangan-jangan mereka sudah saling kenal sebelumnya makanya Rein berani mendekati pria itu. Sesaat Manda melihat Rein melirik ke arahnya. Giliran dapat ikan, lupa teman mancing.
Manda begitu penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Masa sih Rein lupa sama teman. Atau mereka memang lagi reunian makanya begitu asyik sendiri. Ah…mengapa lampu stopan itu harus lewat sejenak dan mengganggu keasyikan mereka. Eh, tapi…Rein tampak menunjuk ke arah Manda, dan pria itu ikut melihatnya. Manda tersenyum. Rein tidak melupakannya.
Manda melihat Rein kembali menuju ke arahnya. Tapi lampu stopan itu tidak ikut serta. Ah…gak seru dong judulnya kalau begini. Masa Rein sendiri yang akan eksis.
"Kok dia tidak ikut?" tanya Manda setelah Rein mendekat.
"Nunggu pesanannya diantar!" jawab Rein enteng.
Manda menganggukkan kepalanya. Entah apa maksudnya, "Sudah saling kenalkah kalian?" selidik Manda yang langsung disambut gelengan kepala Rein.
"Lalu tadi prolognya apa?"
Dan lagi-lagi Rein tersenyum, sungguh aneh tingkah temannya itu saat ini. Serba misterius, serba main rahasia. Padahal sudah ketahuan akan seperti apa endingnya. Itu juga kalau perkiraan sok tahu Manda tidak meleset seperti biasa. Manda memang tidak ditakdirkan untuk jadi cenayang. Biarkan Mama Lorent yang bisa memprediksi sesuatu dengan tepat.
Bau tanah yang tersiram hujan tadi masih tercium. Sangat alami dan begitu elegan dibandingkan parfum mana pun. Kalau saja ada perusahaan yang memproduksi parfum dengan aroma bau tanah seperti ini, tentu Rein akan jadi orang pertama yang ada dalam daftar pemesan. Tak peduli orang lain suka atau tidak, yang pasti dia sangat suka bau seperti ini. Menyatu dengan alam.
Lampu stopan itu bernama Guntur. Manda benar-benar dibuat pusing. Kebetulan yang memang disengaja atau kesengajaan yang kebetulan terjadi? Guntur terjadi hanya pada saat hujan turun. Semuanya berhubungan, kecuali dirinya. Seorang Manda. Tak ada unsur hujan, sore, dan pelangi. Kalau dipaksakan merunut pada bentuk fisik, mungkin dirinya akan jadi awan stratus yang tipis dan hanya penghias langit. Tapi awan stratus tidak mendatangkan hujan. Ah, sesuatu yang dipaksakan hasilnya akan tidak baik. Mungkin akan jadi trauma.
Guntur dan Rein, disingkat tentu jadi GR. Manda tersenyum memikirkan itu. Belum tentu Guntur suka sama Rein. Mungkin Guntur malah akan suka padanya. Nah, ini baru geer. Manda terkekeh sendiri, tentu saja aksinya mengundang curiga Rein dan teman baru mereka.
Menurut Rein, saat pertama kali dia menyapa Guntur tadi adalah, "Hay sepertinya kamu Joko, teman SMA abangku!"
Mulai ketahuan Rein suka ngegombal. Abang dari Hongkong? Secara Rein adalah anak tunggal. Walau anak tunggal, dia tidak pernah merasa kesepian. Dia tidak pernah kekurangan pelukan, tidak terlalu banyak kasih sayang, mandiri dan menyenangkan. Seperti hujan yang selalu dirindukan untuk menghilangkan udara kering dan panas. Menentramkan seperti degup jantung yang berirama.
Tapi apa pun alasan Rein, dia sukses berkenalan dengan seorang pria tampan, bukan hanya menyapanya. Entah datang dari mana keberanian dan rasa percaya diri yang Rein tunjukkan seperti sore ini.
"Aku kan sudah bilang, dengan kekuatan pelangi dan hujan yang turun sore ini, aku bisa berbuat apa saja!"
"Dan tidak merasa risih walau orang lain melihatmu seperti orang gila? Bahkan kalau temanmu sendiri yang berpikir seperti itu? Apa dia tipe wanita penggoda?" tanya Manda iseng.
"Ah, itu sih teman yang tak tahu diuntung!" Rein terkekeh, "Coba tanya dia aku seperti apa?" Rein melirik Guntur supaya pria itu mendeskripsikan dirinya di depan Manda.
Guntur tersenyum, "Tentu saja Rein menggodaku untuk berkenalan dengannya!"
"Hanya itu? Alasannya apa? Apa karena dia punya teman sekeren aku?" solot Manda
"Karena Rein adalah hujan dan guntur terjadi pada saat hujan! Dan kamu tahu kalau hujan tidak ada guntur, Man?" Manda mengangkat bahu tanda tak tahu. Dia memang serba tidak tahu, "Hujan kehilangan kepercayaandiri karena tak ada kawan untuk membuat irama yang bagus untuk manusia dengar. Semuanya memang harus ditunjukkan supaya orang tahu kalau dirimu ada!"
"Kamu sudah punya pacar?" pertanyaan tanpa basa-basi Manda langsung disambut gelengan kepala Guntur.
"Pacar bukan kata yang tepat untuk mengkondisikan aku pada suatu hubungan!"
"Ah…sebaiknya jangan berbicara seperti Rein, please! Manda tidak mengerti dengan kalimat-kalimat kiasan. Go to the point and you will get what you want! Atau jangan-jangan kalian memang ditakdirkan untuk berjodoh?"
Rein dan Guntur sama-sama terdiam. Tapi tiba-tiba Rein tertawa keras.
"Kalau guntur memang ditakdirkan untuk mengikuti hujan. Nggak lucu aja ada guntur padahal sama sekali nggak ada tanda-tanda akan turun hujan! Tapi kalau Rein dan Guntur beda. Karena kita sama-sama baru kenal dan mungkin akan terhalang oleh kecentilan seorang Manda. Ha…ha…ha…!"
Manda mendelik sebal. Yupz. Memang terlalu jauh pertanyaan yang ia ajukan. Segalanya serba mungkin terjadi, tapi segalanya pun bisa tidak mungkin terjadi. Rahasia Tuhan akan tetap jadi rahasia walau pun Mama Lorent berusaha keras membuka semua faktanya.
Sore yang indah memberi warna lain dalam episode kehidupan Rein, Manda, dan Guntur. Hubungan manusia tidak hanya antar pasangan. Tapi yang lebih utama adalah persahabatan. Pelangi yang hadir sesaat memberi indah pada dunia dan jadi kekaguman tersendiri untuk mengukir keinginan yang terpendam agar muncul dan diketahui banyak orang. Kalau bagus, tentu akan banyak orang yang suka. Kalau tak bagus, tak akan jadi duka. Tapi jadi cerita lain yang akan menumbuhkan semangat untuk terus ada.
"Cappuccino-ku sudah habis. Pelangi sudah tak tampak dan sore sudah hampir beranjak gelap…pulang, yuk!" ajak Rein.


Cipaganti, 15 Agustus 2009
Karena Pelangi yang hadir setelah hujan di sore hari
Karena Theo Rumthe & Rein cerita ini tercipta

CERITA ROMANTIS DI SORE HARI

Aku di hadapanmu
kamu menatapku
dan sore berwarna jingga
matahari tersenyum
angin semilir
yang kita lakukan tetap sama
kamu di hadapanku
aku menatapmu
tak sepatah kata pun terucap
kedip mata hanya isyarat
aku merasakanmu
dan kamu ada untukku
hanya saling tatap
semua terungkap
saat gelap
mulai merayap

August 20, 2009

Jumat, 11 September 2009

RUMPUT, ANGIN, DAN MATAHARI

Sudah lama sekali hujan tidak turun. Udara terasa panas saat siang dan begitu malam datang, dingin menusuk kulit sampai ingin menjerit. Angin yang membawa udara kering bergerak gemulai. Bercanda, berputar, menggelitik rumput liar yang terkulai lemas. Dan sang matahari tersenyum garang. Kesombongannya mulai diperlihatkan lagi.
"Bergumpal-gumpal awan boleh menghalangiku untuk menggodamu! Mereka boleh berlari terbawa angin, dan aku akan tetap membuatmu kesal"
Rumput liar yang mendengar itu makin tersudut. Tertekan dengan keadaannya. Dia butuh air untuk bisa terus bertahan. Satu-satunya yang menghibur adalah dengan kehadiran angin. Baru saja makhluk itu memberinya kabar bahwa di daerah utara dunia semua rumput merasa penat karena terlalu banyak air. Dia heran mengapa matahari tidak bergeser sejenak ke dunia belahan utara. Tetapi sang angin berkata kalau matahari tidak suka dengan posisinya bila berada di utara. Bukan posisi uenak untuk memantau sekeliling dunia. Dia lebih suka berada di tengah-tengah planet ini.
"Dia tidak akan mungkin bisa mengintip apa yang dilakukan bulan! Bila berada terlalu lama di utara mungkin akan membeku!" angin terkekeh, rumput tersenyum sendu.
"Lihat anak-anak yang hendak bermain bola itu!" katanya pada sang angin, "Mereka akan kesakitan bila terjatuh. Tubuhku terasa mulai lemah dan tak sanggup lagi menahan mereka terbentur tanah keras. Sebentar lagi aku akan mati karena kehausan!"
"Bagaimana pendapatmu?" angin melirik matahari yang semakin garang, "Bukankah dia terlalu baik? Walau dalam keadaan lemah seperti ini dia masih saja memikirkan manusia-manusia yang tak tahu diuntung itu!"
Sang angin pergi meninggalkan rumput dan matahari untuk bisa bicara dari hati ke hati. Atau karena dia memang selalu pergi? Saat sang rumput masih ingin bercerita banyak, masih ingin bertanya tentang apa yang terjadi di belahan lain dunia yang belum pernah ia kunjungi…angin sudah meninggalknnya. Selalu membiarkan matahari merusak segalanya. Merusak harapannya.
"Jangan begitu. Kau masih butuh dia!" kata angin suatu hari ketika rumput berkata tak menyukai matahari. Entah apa maksud angin, tapi rumput liar itu baru menyadarinya setelah dia merasa kelaparan.
Saat air cukup memberinya harapan untuk hidup, dia membutuhkan matahari untuk membantunya mengolah apa yang dia butuhkan. Rumput sangat membenci matahari karena dia betul-betul bergantung pada apa yang hanya dimiliki matahari. Padahal kalau boleh menawar dia akan dengan senang hati meninggalkan matahari dan pergi menghindarinya. Berteduh supaya dia tidak merasa kepanasan, tidak merasa kehausan, tidak merasa sekarat seperti ini. Apa boleh buat…walau sangat membencinya, dia butuh matahari.
"Mengapa kau tak memanggil kawan-kawanmu untuk bermain?" tanya rumput pada matahari sepeninggal angin.
Matahari tersenyum ramah. Tidak hanya terlihat sombong, ternyata dia juga bisa begitu menawan. Rasanya dia memang tampak sempurna dengan segala kekuatannya.
"Memanggil awan-awan itu?" rumput mengiyakan, "Bukan salahku bila mereka tidak mau datang! Kau tahu kalau aku sangat suka bermain dengan mereka?"
Rumput terdiam tak mengerti. Bukankah matahari tidak suka awan? Sungguh membingungkan karena yang dikatakan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Dia membutuhkan awan bukan hanya untuk membuatnya teduh, tapi juga memberinya sedikit air. Sedikit kebahagiaan untuk terus bisa bertahan, memanjangkan keturunan, memberi sesuatu pada ekosistem yang dia tempati. Tapi matahari terlalu berkuasa.
"Selama ini kau dibutakan angin!" matahari berkata lembut. Sungguh diluar kebiasaannya, "Dia bisa bergerak ke mana pun dia suka. Sedangkan kau tetap di sini. Menemaniku. Bahkan kau bisa aku permainkan."
"Kau tahu, aku bisa berada di mana saja. Tidak hanya terus menyengatmu. Aku bisa saja berada lebih lama di dunia belahan utara atau selatan. Atau bahkan berhenti menggodamu. Berhenti bersinar dan membiarkan awan-awan itu merusak kenikmatanku untuk terus merayumu! Tapi aku sudah diatur untuk lebih lama menemanimu."
"Menemani aku sekarat?" tanya rumput sinis.
"Jangan biarkan angin terus merusak pikiranmu! Ingat, aku masih kau butuhkan. Soal sekarat lalu mati…semua makhluk akan mati. Termasuk aku!"
Rumput terhenyak kaget mendengar penjelasan matahari. Tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Masa iya makhluk sehebat, dan seangkuh matahari bisa mati suatu saat nanti. Akankah keberadaannya tergantikan?
Tapi ke mana matahari saat senja tiba. Dia seolah merasa terusir. Apakah matahari takut kegelapan? Walau sejujurnya rumput liar lebih menyukai bulan yang temaram dan sedikit memberikan rasa lembab yang tidak ia dapat dari kompatriotnya itu, tapi bulan tidak bisa membantunya mengolah makanan yang ia butuhkan. Suka atau tidak suka ia butuh semuanya. Karena kebaikan dan keburukan memang harus ia rasakan agar hidupnya lebih sempurna. Agar hidupnya terus seimbang.
"Kau kan tidak pernah merasa sakit. Kau selalu terlihat gagah. Kau tidak mungkin akan mati!" teriak rumput.
Matahari tersenyum kembali. Sungguh naïf pikiran si rumput ini, pikirnya. Apa karena dia tidak pernah beranjak dari tempatnya. Tidak pernah mengetahui apa yang terjadi. Hanya mendengar cerita angin yang siapa tahu bohong belaka atau hanya karangan si angin saja. Malang benar nasib rumput liar ini.
"Aku bilang jangan biarkan angin terus merusak pikiranmu, rumput kecil! Tentu saja aku akan mati suatu saat nanti. Tidak sekarang karena aku makhluk yang sangat luar biasa. Sudah,lah…apa alasanmu membenci aku?"
"Aku tidak membencimu! Aku hanya mengharapkan kau mendatangkan awan dan memberiku air agar aku bisa mempertahankan hidup, bisa menyaksikan kau mati suatu saat nanti atau mendengar semua cerita-cerita yang angin bawa!"
"Ha…ha…ha…!" matahari tertawa terbahak-bahak.
"Mengapa kau tertawa begitu keras dan seolah memperolokku?!"
"Kau tidak mungkin melihatku mati makhluk kecil…karena umurku lebih panjang darimu!"
"Lalu mengapa kita berada di sini?"
"Karena keadaan dan waktu yang menginginkan begitu. Mari kita sebut itu adalah takdir. Aku sudah banyak berkenalan dengan bermilyar-milyar angin, beratus juta rumput, dan entah berapa lagi makhluk lain yang silih berganti datang…sayangnya mereka tidak terus menemaniku. Satu-satu mereka pergi mendahuluiku. Dan entah untuk berapa lama lagi aku akan berganti kawan, berteman dengan siapa lagi…aku akan jalani sesuai dengan keadaan dan waktu yang mengatur."
"Pantas kau begitu bijak. Kau hidup lebih lama dan bahkan sangat lama. Menyengatku dan berjuta makhluk lain bukan tujuanmu juga, kan?" matahari menggeleng.
"Itu tugasku!"
Percakapan itu belum selesai saat angin kembali berhembus, menari gemulai, tersenyum dan menyapa manja.
"Hey…hey…hey…Apa yang sedang kalian bicarakan? Membicarakan aku, kah?"
"Kabar apa yang kau bawa kali ini?" tanya matahari.
"Ow…kau hanya berbincang-bincang dengan rumput kecil ini sedari tadi? Sungguh bukan kau yang sesungguhnya!" angin tampak heran dengan matahari yang bersikap tidak seperti biasanya, "Apa yang kalian dapat dari perbincangan tadi?"
"Kau tak dapat dipercaya!" tiba-tiba rumput menyatakan pendapatnya dengan sangat jujur. Sungguh rumput kecil yang naïf pikir matahari.
Tentu saja yang dikatakan rumput membuat angin heran, dan merasa menjadi makhluk yang sangat tidak berguna. Apa pula alasan rumput berkata demikian. Atau jangan-jangan matahari yang meracuni pikiran rumput kecil itu. Maka angin memandang matahari lama tanpa berkata-kata.
"Dia meracunimu?" tanyanya pada rumput seraya menunjuk matahari.
"Lalu apakah aku bisa membuktikan semua cerita yang kau bawa. Apakah kau bisa membawaku terbang ke tempat yang kau ceritakan. Atau aku bisa menemui keajaiban dan suasana yang seru yang selalu kau ceritakan, selain kau hanya bisa merusak pikiranku?" rumput berkata panjang.
Tampaknya suasana mulai terasa runyam. Ada ketegangan di antara ketiganya. Entah yang mana yang berkata jujur. Entah yang mana yang harus dipercaya. Entah siapa yang bisa dipegang kata-katanya. Keadaan yang jauh dari biasanya. Apakah waktu bersiap memisahkan mereka. Apakah keakraban, kenyamanan, bukan lagi milik mereka.
"Apa yang kau katakan padanya?" tanya angin pada matahari, "Bagaimana pun kita semua saling membutuhkan! Ow…aku lupa, kau tak membutuhkan siapa pun untuk terus bertahan. Iya, kan?" angin berkata seraya meliuk-liukkan badannya agak keras. Dan itu cukup membuat pepohonan yang ada di sekitar mereka ikut bergerak keras pula. Akar mereka makin erat menancap pada dasar tanah. Khawatir mereka akan terlempar ke tempat yang jauh.
"Dia tak bisa ke mana-mana. Karena memang dia ditakdirkan untuk menemani kita di sini! Dan kita bisa menemui rumput yang lain di belahan dunia lain. Ingat…bagaimana pun kita saling membutuhkan!" angin yang selalu bergerak ternyata lebih bijak dari sangkaan.
"Itu karena kalian selalu berprasangka bahwa aku terlalu angkuh, aku selalu membawa penderitaan buat kalian. Sejujurnya aku hanya menjalankan kewajiban yang harus aku emban dari tahun ke tahun!" matahari sepertinya tersinggung dan ingin mengklarifikasi apa yang sebenarnya terjadi, "Aku tak bermaksud membuat kau kepanasan, hanya karena angin datang berhembus lalu semuanya lebih nyaman, lebih teduh, dan terasa lebih damai. Tapi kalau angin mulai marah…apa yang dia lakukan…merusak semuanya!"
Rumput kecil terdiam. Saat ini dia sudah tidak mempercayai keduanya. Matahari hanya mampu menyengatnya. Membuatnya mati lemas karena kekeringan. Tak ada usaha membantunya walau dengan jujur dia meminta matahari mendatangkan awan. Dan si riang angin yang tak bisa diam, selalu pergi, saat kembali membawa kabar yang selalu membuatnya iri setengah mati.
Rumput kecil yang naïf belum menemukan jawaban mengapa Tuhan menciptakannya seperti ini. Dia sama sekali tak pernah bisa berkeliling dunia seperti angin. Dia tak pernah bisa menatap apa yang dilakukan makhluk lain di seluruh dunia seperti matahari. Saat ia ingin menatap angin…ternyata tak tampak, seperti seorang pengecut angin akan pergi begitu ia sedih. Rumput tak pernah melihat matahari bersedih bahkan menangis. Matahari selalu terlihat garang. Dan yang ia rasakan…sangat jauh berbeda dengan kedua makhluk itu. Ia selalu bersedih, selalu mengeluh. Tuhan..apa memang dirinya diciptakan selemah ini. Belum juga ada jawabannya.
"Kenapa rumput?" tanya matahari tenang. Intonasinya selalu terkendali, "Belum menemukan jawaban mengapa waktu, dan keadaan tak pernah berpihak padamu?" rumput menatap tajam matahari yang seolah tahu apa yang tengah ia pikirkan.
"Mari kita cairkan suasana ini. Setuju angin?"
"Rumput kecil…Tuhan menciptakan kita dengan penuh perhitungan. Aku terlihat garang dan angkuh karena aku memang harus begitu. Aku tak boleh melemah karena dunia ini butuh energiku. Aku menghilang saat malam karena aku harus menyinari belahan dunia yang lain. Agar kau bisa beristirahat. Bercengkrama dengan bintang-bintang sahabatku. Berkenalan dengan bulan yang begitu memesona dan anggun. Aku harus selalu ada untuk semua makhluk. Kehadiranku bisa jadi petaka untuk makhluk yang lain. Tapi ternyata ada juga yang sangat membutuhkan aku. Sinar pagiku bisa merubah provitamin D menjadi vitamin D untuk kesehatan manusia. Ultravioletku dibutuhkan untuk membantu tumbuhan mengolah makanannya. Panasku jadi sumber energi yang sangat ramah lingkungan. Aku selalu ada untukmu!"
"Ya!" sambung angin, "Aku pergi disaat aku sedih karena aku tak mau kau ikut merasakan kesedihanku. Aku pergi untuk mengumpulkan cerita yang patut kau dengar. Boleh saja kau tak percaya dengan cerita-ceritaku, walau tak terlihat…tapi kehadiranku bisa kau rasakan. Karena kita semua teman. Karena kita saling membutuhkan."
Rumput kecil tertunduk, ya…dia tak pernah bisa ke mana-mana, tapi teman-temannya selalu ada. Memberinya warna yang berbeda setiap hari. Soal kekeringan atau dirinya sekarat karena belum juga bertemu air…setidaknya dia tidak akan mati sendiri. Angin dan matahari akan terus datang. Akan terus menemaninya. Tuhan memang tidak pernah salah menciptakan sesuatu.

uchie
Cipaganti, 24 Juli 2009
Untuk rumput, angin, dan matahari
Untuk The, Rein dan aku donkz

HADIAH UNTUK AYAH

Puisi? Lukisan? Buku? Entah mana yang akan aku berikan untuk ayah. Dan aku selalu bingung memberikan hadiah yang pantas untuk ayah. Aku ingin selalu memberikan yang terbaik yang aku punya untuk ayah, tapi entah apa itu. Puisi? Aku sama sekali tak bisa menyusun kata-kata indah dalam bentuk puisi untuk ayah. Lukisan? Memegang koas pun tak betul apalagi menggoreskannya di atas kanvas. Yang ada lukisanku mungkin hanya coretan-coretan tanpa makna. Buku? Jangankan membuat sebuah buku, buku raport pun tak bisa aku banggakan karena nilai yang aku dapat selalu pas-pasan.

Ayah suka sekali puisi. Itu kata ibu. Ayah juga sangat jago melukis. Itu juga kata ibu. Dan kembali kata ibu…ayah sangat gemar membaca buku, kebiasaan yang tidak beliau tularkan padaku. Sayang sekali aku begitu malas membaca. Itu barangkali sebabnya aku tidak begitu pintar. Tapi ayah tidak pernah marah. Pun ketika aku pulang malam. Hanya ibu yang sibuk khawatir. Dan kekhawatirannya itu dituangkan dalam bentuk kemarahan yang membuat aku tak betah tinggal di rumah. Ayah tidak marah.

Ayah tak pernah meracuniku dengan kata-kata atau ambisinya. Tak pernah mendoktrinku dengan idealismenya seperti ayah teman-temanku. Mereka merasa tersiksa dengan tuntutan ayah mereka. Dan karena merasa tertekan mereka sering membohongi ayah mereka untuk memberi uang saku lebih bagaimana pun caranya. Seperti yang sering sahabatku lakukan, dia menipu ayahnya dengan melebihkan harga buku yang harus dia beli. Mmhh…jiwa koruptor yang dipupuk dari keluarga. Sungguh tak patut ditiru. Aku senang karena tak pernah melakukan semua itu pada ayahku.

Kata ibu keberadaan ayah bagaikan matahari yang bersinar. Dia garang saat keluarganya dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan kekuatan dan kehadirannya sebagai kepala keluarga. Tapi bisa juga lembut seperti sinar matahari saat pagi dan sore hari. Dipoles jingga yang begitu menawan, sinar matahari yang tak begitu menyengat membuat orang merasa tenang dan damai, tapi selalu ada manfaat yang bisa diambil. Seperti matahari walaupun garang, ayah tak pernah anarkis.

Bagaikan sebuah lukisan yang rumit tapi indah, ayah tak pernah merusak imajinasiku. Aku tak perlu berpikir keras menentukan pilihanku pada lukisan surealisme, realisme, atau naturalisme sekali pun. Kalau suka akan lukisan itu nikmati saja dan pelajari apa yang bisa diambil dari tiap goresan, garis, dan warna yang berpadu harmoni. Ayah tak pernah menentang keinginanku untuk menjadi seseorang yang aku inginkan. Atau menghapus mimpi menjadi apa yang aku harapkan, semua bergantung pada keinginanku. Pada harapan untuk apa aku hidup dan dilahirkan.

Menurut ibu, ayah adalah pribadi yang sederhana namun penuh kharisma. Pesonanya yang membuat ibu cinta mati pada ayah. Seorang pria yang membuat wanita lain iri pada ibu. Mereka bilang ibu begitu beruntung mendapatkan ayah. Dan aku juga beruntung menjadi anak ayah. Walau kenyataannya mungkin saja ayah menyesal mempunyai anak seperti aku. Tapi aku bangga memiliki beliau sebagai ayah.

Ayah tak pernah membuatku menangis karena emosinya atau penilaiannya. Satu-satunya alasan yang membuat aku menangis adalah rasa rindu yang tak tertahan bila harus mengingatnya. Ayah sungguh pria yang selalu membuatku kangen, selalu ingin berada di dekatnya. Ayah tak pernah membentakku.

Pernah suatu ketika, saat aku berada di bangku sekolah dan mendapat tugas yang membuat aku rasa sangat sulit dan tak mampu aku lakukan…ayah menjadi inspirasi kalau aku bisa melakukannya walau dengan otak yang pas-pasan. Dan ternyata aku mampu melakukannya.

Pengaruh ayah membuatku tak kalah dengan murid laki-laki di sekolah, karena memang aku tak mau kalah oleh mereka atau oleh siapapun. Mungkin kemalasanku saja yang mengaburkan semuanya. Aku harus menunjukkan pada ayah kalau aku juga bisa berolah raga. Aku juga bisa menendang bola. Walau hanya menendangnya saja. Tak penting tendanganku mengarah pada kawan atau lawan yang penting aku bisa bermain bola dan menikmati permainan itu. Seperti ayah, selalu menikmati permainan sepakbola. Tak penting tim apa yang beliau tonton. Ayah tak pernah membela salah satunya. Menurut ayah, tim yang mempunyai mental juara dan yang siap menjadi juaralah yang akan menang.

Ayah adalah seorang juara buatku karena berhasil meruntuhkan hati ibu dan meyakinkan ibu untuk mau bersatu dengannya. Ayah seorang juara karena beliau mampu menghadirkanku ke dunia ini. Ayah seorang juara walau tanpa medali atau selembar piagam penghargaan yang ditandatangani oleh seorang presiden pun untuk meyakinkan dan membuktikan pada dunia tentang kehebatannya. Bagiku ayah adalah juara sejati tak penting apa yang ayah lakukan dan penghasilan yang ayah peroleh untuk membiayai keluarganya.

Tapi sekarang aku malah dibikin pusing oleh ayah. Sebenarnya ayah tidak meminta aku memberinya hadiah. Ayah tak pernah menuntut kembali apa yang telah diberikannya. Hanya aku saja yang ribet memikirkan hal paling istimewa yang akan aku persembahkan untuk ayah tercinta.

Ini bukan hari ulang tahun ayah, tapi aku ngotot ingin memberi hadiah terbaik untuk ayah, walau kehadiranku ke dunia ini adalah hadiah terbaik yang ayah terima. Dan lagi-lagi begitu menurut ibu. Tapi itu dari Tuhan. Aku sama sekali belum mampu menunjukkan pada ayah kalau aku juga bisa dibanggakan seperti orang lain. Aku akan tunjukkan kalau kebanggaan ayah padaku berbeda dengan yang lain karena aku tak pernah mau sama atau disamakan dengan orang lain. Aku mau ayah melihatku berprestasi dengan caraku.

Ayah tak pernah membuatku marah, tak pernah membuatku sedih, walau aku sering menangis. Tapi tangisku bukan tangis penyesalan atau kesedihan. Aku menangis karena rasa cintaku pada ayah tak bisa aku tunjukkan secara nyata. Aku tak pandai membuat puisi, aku tak pandai melukis, aku tak pandai membuat ayah bangga kalau aku sebenarnya pandai. Tapi demi ayah aku coba merangkai kata-kata yang selanjutnya aku tempel di dinding kamarku. Aku tak tahu apakah itu sebuah puisi atau hanya rasa yang ada dalam hatiku yang aku tulis dalam selembar kertas ketika aku mengatakan bahwa aku bangga. Walau kebanggaan itu baru aku saja yang mengetahui. Ibu pun belum melihat bentuk atau cara apa yang bisa membuatnya bangga padaku, hanya aku saja yang merasakan. Aku mencoba merangkainya seperti ini:

AKU BANGGA
Aku bangga
karena kau tak pernah meracuniku
Aku bangga
karena kau tak pernah merusak imajinasiku
Aku bangga
karena kau tak pernah menghardikku
Aku bangga
karena kau tak pernah anarkis
padaku
pada ibu
pada adikku
Aku bangga
karena tak pernah menentangmu
Aku bangga
karena tak pernah membuatmu marah
Aku bangga
karena tak pernah membuatmu sedih
Aku bangga
karena kau tak membuatku menangis
karena kau tak pernah ada
walau tak bisa memanggilmu
Ayah
Aku tetap bangga


Aku bangga karena aku berhasil merangkai kata-kata yang mungkin jauh dari indah. Aku bangga karena berhasil merekam imajinasiku tentang ayah yang tak pernah aku rasakan kasih sayangnya secara nyata. Tapi aku tahu ayah sayang padaku.

Ini bukan hari ulang tahun ayah, tapi ulang tahunku. Aku ingin selalu mendapat perhatian dari ayah, menunggunya kembali untuk menguntai berbagai cerita menarik yang akan membuat orang lain iri setengah mati. Ini adalah hari ulang tahunku, yang kata ibu dulu ayah selalu membawakan boneka cantik untuk anak tercantiknya. Ayah tak pernah melewatkan hari ulang tahunku. Beliau selalu menyempatkan hadir sesibuk dan sejauh apapun bekerja. Sayangnya aku belum ingat semua itu. Di saat Tuhan mulai membuat otakku bisa bekerja dan mengingat kejadian dan pengalaman hidup yang aku alami, ayah tak pernah lagi datang di hari ulang tahunku.

Aku bukan anak yang tak diinginkan ayah. Aku adalah kebanggaan dan hadiah terbaik yang ayah terima, karena ayah menginginkanku. Ayah selalu menanti kehadiranku saat aku belum lahir. Cerita yang sangat indah yang aku dengar cuma dari ibu. Dan sampai kapan pun aku akan selalu menjadi hadiah terbaik untuk ayah.


UCHiE
Cipaganti, 27 Agustus 2009
Karena aku ingin selalu jadi kado buat ayah di ulang tahunku

Rabu, 09 September 2009

MIMPIKAN AKU

Mimpikan aku bertemu dengannya
ingin kuulang semua de ja vu
yang termanis
yang teramat indah
bahkan yang meyesakkan
karena aku ingin dia tetap hidup
di alam sadarku
tak peduli walau seseorang memelukku erat

Mimpikan aku bertemu dengannya
hanya karena lewat mimpi
aku bisa mencumbunya
aku bisa mencurahkan semua rasa di hatiku
hanya karena lewat mimpi
dia bebas menyentuhku
tanpa terusik perasaan orang lain

Mimpikan aku bertemu dengannya
sebab yang ada tak sepenuh hati kukasihi
sebab pesonanya selalu mengaburkan hasratku
sebab bau keringatnya selalu temani hari-hariku
sebab kelakuannya selalu menjengkelkanku
menggelitik hati untuk selalu mencerca
dan berharap menjelma nyata

Mimpikan aku bertemu dengannya
Tak sekedar dalam mimpi
Untuk memilikinya
Untuk mencintainya
Sepenuh hati

Rabu 2, September 2009

Filosofi Pohon

AKU INGIN SETEGAR POHON

Pohon itu tegar, kuat, besar dan tinggi. Tegarnya ia bagikan untuk melindungi makhluk lain. Kuatnya bikin makhluk lain nyaman. Besar dan tingginya tidak membuat dia sombong karena dia selalu menggugurkan daunnya. Pohon selalu berbagi, ranting-rantingnya ia beri untuk dipeluk makhluk lain, untuk dijadikan rumah oleh binatang2 lain.


Selalu ada yang bisa diambil dari pohon. Bunga, buah, daun, ranting, batang, akar…semua bagiannya adalah manfaat untuk makhluk lain, tapi pohon tidak pernah mengeluh melakukan semua itu.


Tidak ada yang pernah dirugikan oleh pohon. Tidak ada yang pernah menangis karena pohon. Justru kalau dia tak ada semuanya bersedih.
Pohon mengambil karbondioksida dari udara untuk berfotosintesa. Secara kita tahu karbondioksida (CO2) adalah gas buangan hasil pembakaran, artinya pohon mengambil gas ‘sampah’ lalu mengubahnya menjadi gas oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan makhluk lain untuk hidup… Pohon lakukan itu di siang hari. Waktu krusial di saat matahari sedang garang menyengat bumi, waktu yang tepat karena polusi udara yang mengotori bumi dibersihkannya. Dia tidak mengeluh kepanasan.


Pohon punya akar yang kuat. Dia berdiri kokoh karena akarnya dengan ‘yakin’ menancap ke dalam tanah. Akar yang tidak hanya berfungsi menopang tubuh besar sang pohon tapi juga membantu menyimpan cadangan air tanah. Membantu tanah agar tidak tergerus yang dapat menimbulkan erosi.
Pohon punya cabang dan ranting yang banyak seperti tangan manusia yang terbuka menerima kedatangan siapapun. Cabang dan rantingnya dijadikan tempat bermain oleh anak-anak, dijadikan rumah oleh binatang2. Cabang dan rantingnya mengeluarkan bunga yang siap diolah lebah untuk dijadikan madu, secara langsung dan tidak langsung lebah membantu penyerbukan bunga yang selanjutnya akan berkembang menjadi buah. Buah yang dihasilkan pohon bermanfaat untuk makhluk lain, dijadikan makanan, obat atau apa pun itu tetap manfaatnya bisa diambil.
Pohon tidak pandang bulu. Dia menerima siapapun untuk mendekatinya, untuk memeluknya, untuk bermain dengannya. Pohon siap membantu. Dia berikan apa saja yang dibutuhkan makhluk lain. Dia tidak mengeluh walaupun makhluk lain tidak memberinya sesuatu. Dia tetap tumbuh tanpa meminta perhatian dari makhluk lain. Dia tetap berdiri kokoh walau semua makhluk bergantung padanya.


Pohon tidak pernah melukai makhluk lain dengan sengaja. Tidak ada yang pernah tahu kalau dia sedang bersedih karena semua yang ia lakukan adalah tulus. Pohon hanya memberi dan tidak menunggu balas budi, yang ia berikan keteduhan dan keindahan.


Di saat pohon itu mati, dia berikan semua bagiannya. Batangnya yang besar bisa dijadikan rumah, perahu, jembatan, bahkan kayu bakar. Walau telah mati tetap bermanfaat.

AKU INGIN SEPERTI POHON BERMANFAAT BANYAK
TIDAK HANYA TEGAR DAN KUAT TAPI JUGA BISA DIJADIKAN TEMPAT BERLINDUNG DAN BERTEDUH TAPI TAK PERNAH MENGELUH

-Uchie yang selalu Lucu-

Selasa, 08 September 2009

Bacalah

BACALAH, UNTUK MEMPEROLEH ILMU YANG LEBIH BANYAK, dan
BELAJARLAH MENULIS AGAR KAMU DAPAT MEMBUAT ORANG LAIN MENJADI PANDAI

Aku terinspirasi sama sahabatku tercinta yang kemarin ngasi kutipannya:
MENULISLAH, DAN JANGAN BUNUH DIRI. (Theoresia Rumthe)

Aku suka sekali menulis, terutama menulis soal untuk murid-muridku tercinta 
Aku pikir menulis itu akan membuat orang lain pandai, dan seorang teman kecilku mengomentari apa yang aku dan sahabatku katakan MENULISLAH UNTUK MEMBUAT ORANG LAIN BUNUH DIRI! Katanya 
Aku tertawa karena dia berpikir sederhana tapi mengena. Apa yang kita tulis bisa jadi apa saja buat orang lain. Kita jangan menulis untuk mendorong orang lain berbuat dosa!
Tapi dari semua itu aku bersyukur tersadarkan di bulan suci ini. Aku pikir Allah menyentilku lewat sahabatku untuk kembali ingat bahwa ayat pertama AlQuran adalah surat Al Alaq ayat 1 – 5 tentang MEMBACA dan MENULIS.

Iqro bismirobbikalladzii kholaq
Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang menciptakan

Kholaqol insaana min ‘alaq
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah

Iqro warobbukal akrom
Bacalah, dan Tuhanmu Maha Mulia

Alladzii ‘allama bilqolam
Yang mengajarkan (manusia) dengan pena

‘Allamal insaana maalam ya’lam
Dia yang mengajarkan kepada manusia semua yang tidak diketahuinya

Maha benar Allah dengan segala firmanNya.

Bahkan perintah membaca ini diulang Malaikat Jibril sampai 3 kali kepada Nabi Muhammad saw. Betapa pentingnya arti membaca sampai Allah menyuruh mengulang sampai 3 kali. Allahu Akbar. Mudahnya adalah, Surga merindukan orang yang membaca AlQuran. Mengapa? membaca satu huruf AlQuran berarti menanam 1 kebaikan. Dan Allah mengganjar 1 kebaikan dengan 10 kali lipat pahala. Membaca AlQuran tidak mungkin satu ayat, dari bacaan basmallah saja sudah 19 huruf yang terangkai di sana. Berarti itu sudah 190 pahala. Belum lagi walau membaca satu ayat…ada beberapa huruf di sana. Subhanallah…membaca AlQuran itu mudah dan berpahala apalagi kalau langsung diamalkan. Itu membaca AlQuran, Surga ganjarannya.

Membaca Koran…ada banyak berita tersaji di sana, tentu itu menambah wawasan kita. Teknologi informasi semakin mempermudah manusia untuk membaca, contohnya anda sedang membaca tulisanku ini.
Apapun yang kita baca akan menambah wawasan kita, semakin banyak membaca, kita akan tersadarkan bahwa ilmu yang kita miliki masih kurang. Apa yang kita tahu saat ini hanya sebagian kecil saja dari ilmu yang ada di alam ini. Ilmu yang Allah miliki sangat luas.

Setelah kita banyak membaca, selanjutnya adalah belajar menulis. Kita bisa menulis apa saja yang bisa dijadikan referensi untuk orang lain. Lebih baik menulis hal2 bermanfaat agar berguna tidak hanya bagi diri kita sendiri tapi bagi orang lain juga. Seperti halnya membaca, menulis bisa lewat apa saja. Kertas, komputer, dan banyak lagi. Karena Allah memfasilitasi segalanya.

Jadi sahabatku BACALAH, untuk memperoleh ilmu yang lebih banyak, dan BELAJARLAH MENULIS agar kamu dapat membuat orang lain menjadi pandai.
Jangan menyuruh orang menulis hanya untuk mencegah orang bunuh diri 
Mari kita membaca lalu menulis atas nama Allah dan semata-mata untuk mencari ridhoNya. Amiin.


08 09 2009.

Senin, 07 September 2009

Jujur

Suatu ketika seorang teman bilang HIDUP ITU HARUS JUJUR, KALO NGGAK…MATI AJAH!
Dan itu sangat menggelitik pikiranku. Kenapa pula kalo nggak jujur kita harus mati??? Nggak aneh sech kita emang harus jujur menghadapi, menjalani dan menerima apapun dalam hidup ini. Dan JUJUR, rasanya kita belum bisa melakukan itu semua dengan JUJUR. Selalu ada kendala, selalu ada yang menghambat keJUJURan kita. Tapi memang harus jujur.
Teman yang lain bilang "…buat apa hidup kalo tidak berguna buat sesama!"
JUJUR dan BERGUNA. Mungkin itu takdir, tugas, atau kewajiban manusia. Entahlah.
Lalu aku satukan kedua pernyataan itu dalam satu tulisan:
buat apa hidup kalau tak berguna untuk lingkungan, Soal jujur…tiap orang berhak menyimpan apa yang harus disimpannya.
Lalu aku tanya temanku itu apa definisi jujur menurutnya, karena mengganggu otakku, katanya:
Jujur = hati nurani
Tentu itu bikin pertanyaan baru dibenakku. Hati nurani? Aku belum menemukan definisi yang pas untuk itu, dia bilang
memang tak perlu definisi
Lalu apa bedanya sama NGGAK bohong?
Ngga ada bedanya,bilang iya untuk iya dan tidak untuk tidak
Dan aku bilang ada bedanya.
Kita ambil satu contoh:
Di blog ini aku menggunakan inisial nama, bukan nama lengkap. Aku tidak berbohong, tapi aku tidak jujur memberitahu orang lain siapa aku sebenarnya. Dan jujur, aku beda dengan orang lain karena memang aku suka perbedaan. Aku adalah orang Indonesia ASLI yang BEDA dengan orang Indonesia lainnya. Aku tidak berbohong tapi aku tidak jujur akan jati diriku sebenarnya J
Orang lebih mudah menggambarkan kalau jujur itu tidak bohong, tapi menyembunyikan sesuatu demi kebenaranpun termasuk tidak jujur meski memang tidak berbohong.
Kembali pada kejujuran dan menjadi orang yang berguna bagi sesama…jujur rasanya aku belum bisa menjadi orang yang berguna bagi sesama karena langkahku masih pada hanya memenuhi kebutuhan pribadiku.
Kalau merujuk pada ilmu agama, jujur bisa diangkat dari SIDIQ dan AMANAH yang merupakan dua dari empat sifat yang dimiliki Nabi Muhammad saw. Sidiq artinya benar, dan Amanah adalah dapat dipercaya. Setiap apa yang dikatakan dan dilakukan Nabi Muhammad saw selalu benar dan semuanya itu dapat dipercaya kebenarannya.
Semua yang benar dan dapat dipercaya akan bermanfaat dan berguna bagi sesama, lepas dari sifat2 yang dimiliki Rasulullah.
Jadi apa jujur itu? Kalau boleh lancang membuat definisi sendiri jujur adalah kebenaran yang dapat dipercaya. Masalah akan disampaikan pada orang lain atau disimpan sendiri…itu hak masing-masing. Yang pasti jujur itu tidak bohong tapi tidak bohong bukan berarti jujur.
Hanya saja sebagai manusia yang kewajibannya adalah mengabdikan diri kepada ALLAH SWT dalam berbagai aspek kehidupan jujur akan lebih baik daripada tidak berbohong. Dan temanku bisa benar kalau kejujuran itu datangnya dari hati nurani.
Aku tidak berbohong hanya aku tak ingin di kenal, karena aku hanya seorang warga Negara Indonesia yang ingin selalu berguna buat lingkungan, masalah jujur…aku berhak menyimpan apa yang ingin aku simpan.
Wallahu a’lam. Kebenaran hanya dari ALLAH dan kesalahan datang dari diriku sendiri.

Phobia

6 September jadi salah satu momen berharga dalam kehidupanku. Aku melewatkannya dengan buka puasa bersama teman-temanku dalam satu komunitas yang disebut MSV Community. MSV diambil dari nama acara unggulan di radio Paramuda Bandung, yaitu Morning Sport View. Acara yang menyajikan berita olah raga terbaru dan terkini.

Berharga karena kini kami dengan kesibukan kami masing-masing jarang bertemu muka secara langsung. Bertemu hanya di dunia maya dengan kebiasaan yang tetap sama: saling menjatuhkan.
Tapi yang aku tulis bukan tentang MSV Community –komunitas penggemar BERITA olah raga- yang akan aku ceritakan adalah saat pertemuannya.

Senang rasanya bertemu teman2 lama, bercanda, dan mengumbar tawa bahagia. Menceritakan pengalaman-pengalaman seru di satu rumah makan sunda. Dan itu jadi kesialan bagiku, karena aku tentu tahu kalau rumah makan sunda sudah barang tentu menyajikan makanan2 khas Sunda seperti ikan asin, lalapan, dan…sambal.
Aku tidak makan daging karena memang tidak begitu suka. Aku juga tidak makan beberapa sayuran karena perutku tak menerima. Dan aku tidak makan sambal karena ternyata aku phobia.

Awalnya teman2ku tidak tahu kalau aku phobia terhadap sambal. Entah kenapa aku takut, jijik, dan panik tanpa alasan ketika melihat sambal. Saat satu temanku berjanji akan membayarkan makananku kalau aku mau makan dengan daging ayam…eh…pangeran kecilku meracuni temanku dengan bilang "Kasi daging ayam sama sambal!" maka aku disodori kedua benda itu…hasilnya? Aku bertingkah seperti anak kecil, panik, dan takut. Dengan senang hati mereka mempermainkan aku dengan sambal. Temanku bilang "PHOBIA yang aneh!" dan buka puasaku tidak terasa nikmat lagi.

Sebenarnya yang namanya phobia itu aneh. Takut yang berlebihan dengan tanpa alasan terhadap sesuatu yang tidak berbahaya. Bahkan ketakutan semacam itu menurut syariah termasuk penyakit rohaniah. Dan itu tidak baik. Memang aku rasakan seperti itu. Aku tidak dalam keadaan baik, karena aku mengalami gangguan psikologis dengan ketakutan berlebih seperti itu.
Tapi dengan phobia ‘aneh’ yang aku idap…ternyata kekuranganku sangat banyak, kalau kekuranganku banyak artinya aku belum betul2 berterima kasih atas apa yang Allah beri padaku. Semoga aku bisa mengatasi phobia ini dengan ijin Allah. Sehingga takutku hanya kepada Allah bukan ketakutan tak tentu yang membodohiku. Amiin.

Minggu, 06 September 2009

Adilkah Tuhan

ADILKAH TUHAN?


Tuhan beri aku perih
di hidup yang harus aku jalani
Tuhan beri aku rumit
di roman yang harus aku lewati
Tuhan beri aku tanya
yang tak pernah aku bisa terka
Tuhan sudah beri aku jawab
walau sampai saat ini
belum juga aku temukan
Tuhan sudah beri aku jalan
hanya pintu hatiku
yang belum terbuka
Jadi sebenarnya aku tak perlu bertanya
adilkah Tuhan?

August 23, 2009

Allah itu MahaAdil
Al Adl adalah nama Allah ke 29 dalam urutan asmaul husna (nama-nama Allah yang baik).
Jadi kita sebagai manusia tak perlu bertanya lagi "Mengapa Allah tak adil padaku?"
Setiap yang Allah ciptakan tidak pernah ada yang sia-sia.
Setiap yang Allah rencanakan selalu ada hal positif untuk manusia.
Allah menciptakan manusia bukan untuk menyiksanya, tapi untuk beribadah kepada Allah dengan bekal seluruh alam ini beserta isinya.
Dalam Quran surat al Isra ayat 70, manusia adalah mkhluk yang mulia dan paling diistimewakan oleh Allah. Kasih Allah tidak pandang bulu. Bukankah bekal untuk manusia itu seluruh alam dan isinya? Seluruhnya untuk kebahgiaan dan kesejahteraan manusia. Kalau ada yang menderita atau merasa takdir Allah tak adil bagi hidupnya itu adalah cara Allah menyayangi manusia. Allah memberi ujian kepada manusia.
Ujian Allah bisa bermacam-macam. Ujian penderitaan dan ujian kesenangan. Setiap orang pasti mengalami ujian hidup. Dari ujian itulah akan terlihat manusia yang kuat dan yang lemah. Manusia yang bersyukur dan yang kufur. Semua harus disikapi dengan sabar dan bertawakal kepada Allah agar kita menjadi orang yang takwa.
Harta kekayaan, kemiskinan, kemasyuran, penderitaan, suka, duka, kebahagiaan, penderitaan, tawa, tangis, sehat, sakit, berpasangan, sendiri, keturunan, kepintaran…semua itu adalah ujian Allah yang harus disyukuri dan dijadikan jalan untuk lebih mendekatkan diri padaNya.
Allah menjadikan seseorang miskin, karena dalam kemiskinannya orang itu rajin beribadah. Allah tidak membuatnya kaya karena mungkin saja saat dia menjadi kaya dia menjadi sombong dan lupa kepada Allah,
Allah menjadikan seseorang terkenal karena Allah tahu dalam keterkenalannya itu dia dapat bermanfaaat untuk orang lain, dapat mempengaruhi orang lain untuk berbuat baik, sama-sama mengingat Allah dan mendekatkan diri padaNya.
Allah itu Al Adl, Mahaadil, hanya sifat umum manusia saja yang membuatnya ingkar dan tidak berterima kasih kepada Allah yang menyebabkan dia merasa Allah tidak adil padanya.
Allah itu Maha Adil karena selalu ada petunjuk dan nikmat yang Allah berikan pada manusia. Seperti yang Allah janjikan dalam Quran surat Ibrahim ayat 7 bahwa Setiap nikmat dan kebahagiaan yang disyukuri akan ditambah kenikmatan dan kebahagiaan lagi.
Janji Allah adalah adalah tepat. Tetapi hanya sedikit orang-orang yang bersyukur. Jadi jangan tanyakan ADILKAH TUHAN?

Sabtu, 05 September 2009

aku adalah pelangi

AKU ADALAH PELANGI



Aku adalah pelangi

Aku lebih indah dari pelangi

Dan aku akan beri indah dunia

Walau hanya sesaat

Aku beri warna





Puisi di atas adalah gambaran tentang diriku.

Aku adalah pelangi karena pelangi mempunyai warna yang berbeda

Perbedaan yang ada lah yang menyebabkan pelangi itu indah.

Perbedaan yang berpadu akan menyusun satu bentuk harmoni, mempercantik langit setelah disiram hujan.

Biasanya terjadi sore hari, langit berpelangi setelah turun hujan akan membawa udara yang lebih Segar, suasana nyaman dan indah.

Betapa menunjukkan kebesaran AllAh yang menyukai keindahan.

Kamuflasenya adalah pelangi.

Kalau warna pelangi hanya merah saja...indahnya pudar tertutup warna langit yang jingga.

Kalau warna pelangi hanya biru saja...indahnya tak tampak karena langit memang berwarna biru.

Warna pelangi berbeda. Dan aku sangat suka perbedaan, karena aku memang berbeda. setiap makhluk yang Allah ciptakan tidak akan pernah sama. Tak ada yang identik. Selalu ada kekurangan dan kelebihan. Perbedaan yang disatukan akan memberi ragam keindahan.

Seperti dunia ini, seperti Indonesia ini. Suku bangsa yang berbeda, bahasa yang berbeda, budaya yang berbeda...menambah kaya Indonesia.

Semakin berbeda, semakin kaya...semakin indah.

Perbedaan itu bukan untuk dijauhi. Perbedaan itu bukan untuk dimusuhi.

Karena perbedaan itu Allah SWT yang menciptakan.