Sabtu, 28 Agustus 2010

hari ini aku tak sedang berulang tahun

hari ini aku tak sedang berulang tahun
karena aku tak pernah bisa mengulang tahun yang telah aku lalui
tak pula bisa mengembalikan ramadhan saat pertama kali aku lahir
karena aku tak pernah bisa memutar waktu
aku tak mampu kembali pada saat pertama nafsuku terumbar
karena aku hanya bisa mengingat betapa berat perjuangan ibu
tatkala aku memaksa ingin mencemari udara dunia

hari ini aku tak layak mendapat ucapan selamat
karena jatah hidupku berkurang sedangkan dosaku bertambah
yang layak diberi ucapan selamat harusnya ibu
karena dia yang berjuang melawan maut
membuka kesempatan aku mewarnai dunia ini
doa terbaik dan terima kasihku hanya untuknya


hari ini aku tak perlu diberi hadiah
sebab aku adalah hadiah terbaik untuk ibu yang Allah berikan
tak perlu pula meniup lilin untuk mengharap sesuatu
karena aku hanya berharap pada Allah yang menghidupkanku
tempat aku bergantung, bukan pada asap lilin




langit hari ini persis seperti langit saat pertama aku tatap
dengan kelip bintang yang memandang takjub
serta senyum bulan yang mengiringi kehadiranku
menjadi penerang di antara gelap yang perlahan merayap,
agar aku selalu bisa bermanfaat

27 August 2010

Rabu, 25 Agustus 2010

Doa

Ya Allah,
Engkau perintahkan kami bersujud agar kami tahu
kami tak pernah punya apa-apa
tak Kau ijinkan kesombongan berhak kami pelihara
karena kami memang makhluk tak berdaya
Engkau biarkan kami merasa lapar agar kami menjadi manusia yang bersabar
karena semua Engkau yang tentukan

Engkau ijinkan kami banyak meminta
untuk memohon rido dan ampunanMu
Engkau buat kaki kami berlari berlomba menyambut berkahMu
Engkau bolehkan kami mencuri
mencuri waktu di tengah malam saat orang lain terlelap, mengambil air wudlu dan shalat
berharap Engkau menaikkan derajat kami menjadi makhluk yang mulia

Engkau beri kami tangan yang dapat kami kepal dan buka
terkepal disaat membela agamaMu
terbuka disaat kami harus memberi tanpa mengingat apa yang telah kami lakukan
serta menerima dengan tidak melupakan bantuan orang lain
jadikan kami orang yang pandai bersyukur

setiap detik yang bergerak menjadi pengingat dosa yang kami buat
berilah kami kekuatan untuk bertempur,
berperang melawan nafsu yang tak henti meracuni hati kami
agar kami memperlakukan hati ini dengan mengucapkannya dua kali, menjaganya agar tak patah, mempertahankannya supaya tetap murah, membuatnya selalu rendah
tidak tinggi pernah tinggi

Ya Allah,
Engkau tak pernah tidur, tak pernah lepas mengawasi kami
Jagalah kami selalu agar tetap berada di jalanMu
karena walau kami tak pantas berada di surgaMu,
tapi kami takut nerakaMu

Sabtu, 21 Agustus 2010

bertepuk

Bertepuk tentunya harus menggunakan dua tangan agar menghasilkan suara. Bertepuk menjadi tanda suatu hal, bisa juga menjadi bentuk ekspresi yang keluar dari emosi manusia. Bertepuk biasanya aku lakukan disaat aku bahagia. Aku belum pernah bertepuk saat aku bersedih. Bertepuk bisa menjadi tanda penghormatan, bahkan penghinaan. Bergantung pada situasi yang sedang berlangsung, untuk siapa tepukan itu ditujukan, dan siapa yang memberi tepukan.

Bertepuk yang dilakukan sambil bernyanyi sudah pasti merupakan ekspresi kegembiraan dan keceriaan. Bertepuk yang dilakukan sambil berdiri dan disertai senyum kebanggaan adalah tanda penghormatan pada seseorang atas prestasi yang dicapai atau atas jasa-jasa seseorang pada lingkungannya. Bertepuk yang dilakukan dengan ekspresi wajah sinis sudah pasti merupakan ciri kekesalan, bahkan kemarahan seseorang. Tepukan juga bisa menjadi pemacu, penyemangat, dukungan agar seseorang tetap berjuang mencapai yang terbaik.

Bertepuk sebelah tangan. Aku menemukan kalimat ini di bangku sekolah dasar. Guru bahasa Indonesiaku mengenalkan kalimat itu sebagai peribahasa yang artinya melakukan pekerjaan yang sia-sia. Tak ada suara yang dihasilkan kalau tanganku hanya sebelah yang ditepukkan. Hanya angin yang aku sentuh. Angin diam. Setelah agak besar, aku mengenal peribahasa itu ditambah satu kata di depannya menjadi cinta bertepuk sebelah tangan. Aku tak mendapat balasan cinta dari orang yang aku cintai?

Aku tak pernah berpikir kalau cinta bertepuk sebelah tangan adalah melakukan pekerjaan yang sia-sia. Aku percaya kalau cinta merupakan salah satu bentuk energi positif. Tidak ada pekerjaan yang sia-sia bila aku memberikan suatu hal positif pada lingkungan. Bukankah menebarkan cinta itu sama saja dengan menebarkan energi positif pada orang-orang di sekitarku?

Cinta bertepuk sebelah tangan hanyalah istilah yang digunakan orang bila tidak mendapat balasan cinta dari orang yang diinginkan, padahal cinta bisa didapat dari siapa saja. Mungkin cinta yang diberikan memang bersambut dan dikembalikan dalam bentuk lain dari orang yang diharapkan. Atau bisa saja kadarnya memang tidak sebesar yang diberikan pada orang tersebut. Aku tak pernah ingin kecewa dengan yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan hanya karena tidak bisa lebih intim dengan orang yang aku harapkan, padahal aku masih bisa bercanda, tertawa, dan berbagi cerita bersamanya. Tak penting pada siapa cinta itu ditujukan, yang penting aku memberikannya dengan tulus dan tanpa syarat.

Aku akan tetap bertepuk dengan senyum dan pengharapan. Merayakan keberhasilanku menyemangati hidup sendiri sebelum akhirnya semua akan merasakan semangat itu. Aku akan tetap bertepuk dengan kedua tanganku sendiri, karena orang lain akan mengikuti ketika tahu apa yang aku rayakan. Bertepuk tak perlu mengajak orang, tak perlu mengikuti orang, semua keputusanku, tetap bertepuk dan memberikan cinta pada dunia,

padamu,

tak henti.

cerita angin


“Angin centil!” teriakku.
Huh, angin tidak pernah mau diam. Menggodaku berulang kali. Selalu saja bikin aku kesal. Setiap detik harus menyibakkan rambut yang berantakan ditiupnya. Walau begitu aku suka berteman dengannya. Dia selalu bikin segar saat aku kegerahan. Aku juga bisa pura-pura sedang berakting kalau angin mulai menggodaku.

Dia suka sekali bermain di halaman. Apalagi di halaman luas dengan banyak pohon di sana. Dia suka sekali melihat lingkungan berantakan. Katanya biar aku ada kerjaan. Halah, dia tahu saja kalau aku ini pemalas. Sepertiya dia suka sekali bikin orang lain kesal. Saat musim kemarau, musim pepohonan meranggas, angin suka berlama-lama di sana. Meniup dedaunan supaya berguguran, berulang-ulang. Dia suka melihat daun-daun kering itu beterbangan. Berputar-putar seperti baling-baling. Berputar lepas dari tangkainya mencapai tanah, lalu angin meniupnya kembali sehingga dedaunan itu kembali menari riang di udara.

Aku juga suka melihatnya. Aku suka bermain di halaman dengan dedaunan kering berserakan di mana-mana. Aku suka saat angin meniup dedaunan itu. Seperti hujan daun yang turun dari langit. Mungkin aku akan mengirim surat pada Tuhan agar suatu hari nanti menurunkan hujan daun biar tak bosan dengan hujan air. Aku suka mendengar ranting dan dedaunan kering berderak saat aku menginjak mereka. Meriah sekali.

Angin suka menggelayut di ranting-ranting pohon, lalu menyelusup di antara rimbunnya daun muda berwarna hijau yang masih dibutuhkan pohon untuk proses fotosintesa. Membuat pepohonan itu menari merayakan sesuatu. Ada atau tidak ada peristiwa penting hari ini, mereka tetap meriah karena setiap tarikan nafas itu harus dirayakan. Kehidupan yang Tuhan beri itu adalah hadiah yang diberikan setiap saat tanpa mengenal jeda waktu dari jarum sekon yang terus berputar. Terik mentari cemburu melihat kemeriahan kami. Dia ingin diajak juga menikmati perayaan hari ini. Ia tak akan kami ajak. Ada atau tak ada mentari, kami akan selalu tertawa.

“Aku lelah!” teriakku kembali.
Angin menggeleng. Dia sama sekali tak kenal lelah. Dia selalu tampak muda karena dia suka sekali bermain. Dia tampak selalu segar karena suka sekali menari. Meliuk ke sana kemari. Sukar ditebak kemana arahnya. Sayangnya dia juga suka pergi tanpa pamit. Kalau aku merindukannya susah sekali untuk menghubunginya, apalagi dia tak pernah mau membawa apa-apa. Jangankan telepon genggam, penyeranta saja tak pernah mau membawanya. Katanya dia bisa menemukan apa-apa, di mana-mana. Dia bilang tak mau memiliki apa-apa agar mudah meninggalkan siapa-siapa. Huh, angin memang egois. Walau begitu aku tetap suka berteman dengannya karena selalu ada alasan untuk tak menyukainya.

Angin tak pernah menampakkan wujud. Bukan karena dia pemalu. Dia ramah sekali, sangat suka menggoda siapapun yang baru dikenalnya. Menggelitik ranting dan dedaunan tanpa henti. Dia suka sekali bergerak. Pantas saja dia selalu sehat. Dia bilang bisa menyentuhku kapan saja, di mana saja, dan dalam keadaan apapun. Dia pasti akan bisa menemukanku walau aku bersembunyi di balik selimut yang tebal. Ada saja caranya untuk bisa mencuri perhatianku. Benar-benar pintar dan sukar ditebak.



Dia suka sekali bercerita apa saja. Bercerita tentang kehidupannya, tentang orang-orang yang baru ditemuinya. Aku suka mendengar cerita menariknya. Tentang lelaki berkuda yang sempat dia goda. Dia sengaja bertiup kencang supaya lelaki itu jatuh dari pelana kudanya. Dia juga bercerita saat tak ada yang mengajaknya bermain, dengan membabi buta meniup atap-atap rumah, menggoyangkan pepohonan dahsyat. Ih, dasar kamu angin yang nakal! Dia juga suka bermain dengan anak-anak lelaki di tanah lapang. Membantu mereka menerbangkan layang-layang aneka rupa. Dia sendiri yang akhirnya menikmati langit penuh warna dari layang-layang yang diterbangkan anak-anak lelaki itu. Kadang dia menggoda burung-burung yang berlomba terbang dengan menantang arah terbang burung. Usil sekali dia.

Satu hal luar biasa yang aku temukan dari angin adalah dia tak pernah sakit, walau sekedar pilek saja. Debu yang selalu dia terbangkan tak pernah mempengaruhi kesehatannya. “Bergerak!” katanya ketika aku bertanya rahasia dia tetap sehat. Yah. Dia suka sekali bergerak. Berapa kali aku tulis ini, dia suka sekali bergerak. Sampai-sampai geraknya tak pernah aku ketahui.

Aku kini mencarinya. Entah dia sembunyi di mana. Sepi sekali tanpa kehadirannya. Tak ada yang membuat daun-daun kering berputar. Tak ada yang membantu menerbangkan layang-layang. Dia tak pernah sakit, tapi mengapa akhir-akhir ini dia tak pernah menggodaku lagi. Dia tahu aku bersembunyi di mana, tapi aku tak pernah tahu tempat persembunyiannya.

Sudah sangat lama angin tak mengajakku bermain, ada setitik rindu untuknya. Ayolah angin, aku ingin mendengar ceritamu lagi. Atau mungkin kau pergi untuk mencari cerita baru yang akan kau sampaikan padaku nanti? Mencari cerita menarik yang tak akan pernah membuatku bosan.

Huh! Kamu memang angin yang nakal, aku tak pernah bisa menerka apa yang akan kau lakukan selanjutnya. Angin di mana kamu sekarang? Ayolah ajak aku bermain, aku kangen tiupanmu, aku mau mendengar ceritamu lagi.

18 agustus 2010

Selasa, 17 Agustus 2010

Getaran

Itu yang aku rasakan saat berada di dekatmu. Sesuatu darimu menyentuh hatiku membuat tubuhku panas dingin, dada berdebar, detak jantung berpacu cepat. Hingga aku…speechless, tapi serasa melayang karena bahagia.
Itu pula yang mengganggu kenyamananku untuk selalu berada di dekatmu. Getaran yang membius dan membisukanku tatkala nikmati senyum terindah yang pernah kulihat tersungging di ujung bibir ranummu, selalu ingin kukecup.

Sayangnya getaran itu kini tak lagi kurasakan. Kepak sayap mungil kupu-kupu menerbangkan getaran itu ke sudut-sudut bumi yang lain. Getaran itu tak lagi tinggal di hatiku. Hangat cahaya mentari menyublimnya bergabung dengan udara sehingga tak dapat lagi aku lihat. Proses respirasi mengalirkannya menjauh, bermuara di laut, lepas. Berujung bebas.

Gelombang menenggelamkannya ke dasar laut terdalam yang tak mampu aku selami. Menyembunyikannya di dalam palung-palung berarus deras, yang mungkin dihuni makhluk buas.

Aku butuh getaran itu untuk menghidupkan kembali cinta yang hampir padam. Aku butuh getaran itu untuk membunyikan suaraku. Menyelaraskan irama hidupku yang mulai kacau teratur kembali. Aku butuh getaran itu untuk memaksimalkan sinyal agar tetap ada, sehingga aku tetap bisa terhubung denganmu setiap waktu, kapanpun aku mau. Aku butuh getaran itu untuk menyadarkanku, kalau hatimu tak akan sampai ke hatiku tanpa getaran.

Yang aku ingin

hanyalah agar kau mau mengerti aku, aku egois?
tidak sayang. aku tidak ingin menjadi egois. aku hanya ingin menyayangimu. saja.

hanyalah selalu membuatmu tersenyum, tak pernah membuatmu bersedih, kalaupun kau harus meneteskan air mata, yang aku inginkan itu adalah air mata bahagia.

hanyalah selalu ada untukmu, hanya untukmu saja. membangun mimpi yang sudah kamu rancang sejak pertama kita bersama. membiarkannya tumbuh dan membuat orang lain cemburu melihatnya.

hanyalah mengayuh roda harapan bersama, mencapai tujuan berdua, tak peduli orang lain akan berkata apa. pedal roda kita yang injak, bukan mereka. kemudi kita yang pegang, kita sendiri yang mengatur jalan hidup yang harus kita jalani.

hanyalah memelukmu erat, dalam suka dan duka yang akan mewarnai setiap lukisan jejak yang kita buat. gemulai kita menari di atas panggung megah yang indahnya hanya kita saja yang nikmati, tak apa. sebab segala keindahan aku persembahkan untukmu.

hanyalah kau jadi milikku utuh. tak akan kubiarkan seekor lalatpun menyentuhmu. tak akan berdiam diri saat seekor nyamuk membuat kulitmu gatal, yang menjadikanmu tak terfokus padaku lagi. tak akan kubiarkan aku kehilanganmu, tidak walau dalam kedipan mata.

hanyalah kasih sayangmu, selamanya

, kau saja.

16 agustus 2010

Selalu ada alasan untuk mencintainya

Selalu ada alasan untuk mencintainya. Selalu ada cara untuk menyentuhnya. Selalu ada jalan untuk menggapainya. Selalu nyaman nikmati hangat peluknya. Selalu ada tempat untuk duduk berlama-lama dengannya, menatap indah senyum yang selalu dia pamerkan walau kadang perih menyeruak dari sinar matanya yang bening.

Saat keheningan tak lagi mau menemani, bimbangnya tak pernah muncul. Tegar kini tertulis sebagai nama belakangnya. Menghirup nafas kehidupan yang kian berat, tak hanya oleh debu dan polusi, tapi juga persoalan yang datang silih berganti. Air mata masih setia temani untuk luluhkan beban itu. Menguras seluruh emosi, mengembalikanku pada fakta: selalu ada alasan untuk mencintainya.

Angin yang tak henti menyibak dedaunan tak mampu menyibak mimpi yang kian menguat. Hamparan asa di depan mata membentangkan kekuatan untuk selalu berpijak pada alasan mencintainya, tak henti, sepenuh hati, tak terlelahkan, hingga batas waktu terlihat di ujung sana.

Meyakinkan diri pada sandaran yang aku butuhkan, tubuhnya adalah tempat yang nyaman. Kokoh namun lembut. Keras kehidupan menguatkan setiap langkah yang dijejaki. Setangkup rumit adalah arti merangkum semua penat yang menyapa, lalu mendeskripsikannya pada kanvas kehidupan. Satu-satu.

Tegukan rindu yang dia hidangkan dalam secangkir kopi kental terasa begitu nikmat. Ada pahit, ada manis, dan ada aroma menenangkan teraduk menjadi satu dalam larutan perasaan untuknya.

Dan hening kini menyanyikan sunyi, tak ada suara terdengar walau hanya sebuah bisikan bergumam. Dan mata tak lagi dapat melihat senyum gusarnya. Walau begitu…
selalu ada alasan untuk mencintainya.

16 August 2010
12.58

Senin, 16 Agustus 2010

Mengapa

akan selalu diucapkan bila seseorang tak mengerti sesuatu yang dimaksud.
Mengapa adalah pertanyaan yang dijadikan seseorang mencari jawaban atas sebuah atau beberapa persoalan ketidaktahuannya supaya dia tahu dan mengerti.
Dalam tata bahasa (bahasa apapun itu), setiap pertanyaan “mengapa” jawabannya harus menggunakan “karena”. Setiap “karena” merupakan alasan sebuah ketidakmengertian.
Nggak usah bingung sama tulisan saya ini. Saya hanya mengupas kata “mengapa” dari kacamata saya, “karena” memang ada suatu pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran saya.

Sering sekali saya mendapatkan pertanyaan “mengapa” padahal pertanyaan itu tidak perlu saya jawab. Atau karena memang tidak perlu dijawab dan tak pernah ada jawabannya.
Dan pertanyaan ini hadir karena suatu ketidakseimbangan terjadi pada diri manusia.
Belibet ya, kalimatnya? Hehehe… saya beri contoh saja:
“Mengapa harus saya yang mengalami ini?”
“Mengapa ini terjadi pada saya?”
“Mengapa ini tidak mudah?”
“Mengapa dia meninggalkan saya?”
Dan sering sekali saya mendengar pertanyaan: “Mengapa Tuhan tidak adil pada saya!”
Nah dari contoh-contoh pertanyaan itu ada yang memang perlu dijawab, ada yang tak perlu dijawab karena kita sudah tahu jawabannya. Pertanyaan terakhir harusnya tak pernah kita ucapkan karena kita sudah sangat tahu kalau Allah adalah Dzat yang MahaAdil. Allah sudah sangat tahu apa yang akan terjadi. Jangan berputus asa, bertawakal, dan ikhtiar karena Allah MahaMengetahui.
Pertanyaan yang keluar terkadang hanya untuk menguatkan kita mencari pembenaran atas suatu persoalan. “Mengapa…padahal…”

Setiap mengapa itu sudah rencana Allah.
Allah tahu yang terbaik untuk makhlukNYA. DIA tahu betul, karena DIA adalah Sutradara dan penulis skenario dengan takdir sebagai alur. Ya, takdir merupakan inti utama dari alur cerita yang Allah buat. Allah menciptakan dunia ini hanya sebagai tempat transit saja. Karena kehidupan sesungguhnya akan terjadi di akhirat kelak. Lalu “mengapa” kita tidak menjalani kehidupan ini dengan ikhlas? Bukankah tujuan manusia dihidupkan itu untuk mencapai ridho Allah?

Mari kita jalani kehidupan ini tanpa kata “mengapa”. Kalau memang tidak tahu, belajarlah. Kalau memang tidak mengerti, cari tahu inti masalah ketidaktahuan kita.
Nggak usah nanya mengapa, “karena” “mengapa” itu tokek.

16 Agustus 2010
0.00