Selasa, 14 Juni 2011

Pesan untuk masa lalu




aku tak pernah bisa melepasmu
walau kau jauh
jiwa kita satu
tak terpisahkan
disaat rindu menggebu
kau rasa hal yang sama
aku
tak pernah mengijinkan
kau meninggalkan hatiku
biarlah bayangmu beranjak pergi
asal tidak hatimu

Harusnya ada kamu, tapi kamu masa lalu. Seperti titik-titik hujan yang menetes.
Di balik kegaranganmu, ternyata kamu gampang tersentuh oleh hal-hal kecil yang mengharukan, meneteskan air mata bukan berarti cengeng, itu menandakan kamu masih punya hati, dan hatimu lembut.
Semalam gelap berbisik perlahan, aku masih punya harapan. Tak sekedar masa lalu, kau adalah masa depanku.

Kerinduan

“Ted? Kaukah itu?”
Tak ada sahutan. Angin menghempaskan daun pintu dengan keras. Tak mungkin Ted. Dia itu seperti bayang-bayangku sekarang. Terlihat di tempat terang tetapi tidak nyata. Untuk apa aku masih terus mengharapkan Ted?

Kalau dia memang takdir cintaku, segalanya akan terasa mudah. Tak hanya memandangnya. Aku akan bisa memeluknya, memiliki hatinya, menikmati tubuhnya, merasakan kedamaian saat bersamanya.

Suatu hari Aeri -temanku- iseng meramal dengan tarotnya. Katanya aku kamu “apa-apain”. Benarkah itu, Ted? Apa itu yang kamu lakukan agar aku selalu ingat kamu? Karena kamu memang tak ingin melepasku? Anehnya, kata Aeri kamu pun sama denganku. Selalu ingat aku, bahkan sempat terpikir olehmu untuk bercerai dengan Debby, tapi berat oleh anak-anakmu. Niat menjadikanku istri kedua, tak hanya istri simpanan seperti rencanamu tempo hari.

Aeri sempat bertanya apa yang akan aku lakukan. Ya…aku pun bertanya pada diriku sendiri, apa yang akan aku lakukan? Apa aku mau jadi istri keduamu? Ya Tuhan…pilihannya masih terlalu berat. Aku tak akan sesumbar mengatakan “TIDAK!” khawatir ladang ibadahku memang untuk mengabdi padamu. Tapi akupun tak akan bilang “BERSEDIA!” yang mungkin saja itu hanya emosi sesaat karena rasa rinduku dan keinginan untuk selalu bersamamu, Ted.

Entah mengapa cinta yang aku rasakan padamu tak juga surut. Entah mengapa hati ini selalu memilihmu, Ted. Aku tak bisa kalau harus menghapusmu dari hatiku. Kita sama-sama keras kepala. Kamu bilang masih sayang aku. Ayolah, Ted…yakinkan dirimu bahagia dengan Debby dan biarkan aku pergi.


Ted, dua kali pernikahanku tak bertahan lama. Aku tak mendapat keturunan dari Bob maupun Lilian. Itu semua aku lakukan karena aku menginginkanmu sepenuhnya. Padahal kalau kamu sadari, aku sama seperti perempuan lain. Aku rindu menjadi seoran gibu. Kalau saat ini kamu pandangi Debby bersama anak-anakmu, tolong sadari bahwa aku pun rindu berada di posisi itu. Aku ingin menghabiskan waktu bersama anak-anak dan suamiku. Saat aku pulang kerja, aku rindu seorang pria yang aku panggil ‘ayah’ menjemputku dengan senyum paling manis yang meluruhkan rasa lelahku. Akupun mengharapkan seorang pria yang berjuang sekuat tenaga, bekerja keras demi hidupku dan anak-anakku. Aku merindukan masa-masa yang saat ini kamu rasakan dengan keluargamu karena aku perempuan.

Dan ramalan itu…kartu tarot Aeri bilang ada perempuan dan pria lain…”STOP!”
Aku tak ingin jadi istri kedua, tapi aku pun tak ingin jadi penghancur rumah tanggamu, Ted. Tolong singkirkan ramalan dan seluruh rasa penasaranku. Aku ingin melangkah lebih leluasa dengan atau tanpamu sehingga kerinduanku menguap, melebur dengan hawa bahagia.

Biarkan Aku Kembali




biarkan aku kembali
bermain berlari berputar menari
biarkan aku kembali
dimana ku selalu terlindungi

biarkan aku kembali
berkhayal melayang terbang jauh tinggi
biarku pejamkan mata
sejenak kembali masa kecilku

(Biarkan Aku Kembali by Indra Lesmana)
Sejenak kembali ke masa kecil akan sangat menyenangkan. Masa kanak-kanak tak akan pernah bisa diulang karena roda kehidupan hanya punya satu gigi. Gigi maju, dan tak punya gigi mundur.
Kembali ke masa kecil hanya ada dalam ingatan betapa dulu segalanya sangat menyenangkan. Ciuman lembut mama menghangatkan. Pelukkan papa menenangkan. Aku aman berada di antara orang-orang yang menyayangiku.

Masa-masa dimana aku tak perlu berpikir keras. Ingin makan, tinggal makan. Ingin jajan, tinggal minta uang. Tidak mau tahu orang tua punya uang atau tidak. Tak peduli dengan kesusahan orang tua. Kalau tak ada, biasanya merengek. Lelah, tinggal minta digendong, lalu dininabobokan. Orang tua selalu berusaha membuatku nyaman dan bahagia.

Satu hal yang aku suka dari masa kecil adalah JUJUR dan LUGU. Aku selalu bisa bebas bicara, tak pernah merasa takut untuk mengatakan sesuatu yang tidak berkenan di hati. Menanyakan hal eksentrik yang terlihat aneh dan asing dari pandanganku. Mengomentari sesuatu yang tak lazim aku temui. Dan mungkin kata-kata, pertanyaan, komentar yang aku lontarkan itu menyakiti perasaan orang lain. Kalau kenanya pada orang dewasa, mereka akan memaklumi karena aku masih kanak-kanak. Tapi kalau hal tersebut aku lontarkan pada teman sebaya tentu akan menjadi sebuah pertengkaran.

Anak kecil bertengkar itu biasa. Anak kecil bermusuhan juga biasa. Mereka manusia yang belum tumbuh dan masih banyak ketidaktahuan. Pertengkaran dan permusuhan anak kecil tak pernah lama. Saat ini bertengkar, semenit kemudian sudah kembali bermain bersama. Ada kesadaran dan interaksi kalau manusia hidup saling membutuhkan. Saat ini mungkin belum butuh karena belum dipertemukan, lain waktu orang yang tak saling mengenal akan saling tergantung satu sama lain. Seperti aku dan teman-teman masa kecilku yang hingga sekarang masih berhubungan, bahkan satu diantaranya seolah tak terpisahkan.

Masa kecil sungguh menakjubkan. Berlari, bernyanyi dengan lirik dan lagu sesuka hati. Bermain, sembunyi bahkan sampai orang tua ikut sibuk mencari. Menangis, bertengkar, setelah itu tertawa lagi. Mengadu, merengut, tersenyum, selalu dilindungi. Bercerita, sok tahu, menari, terbang melayang mengejar mimpi tak peduli walau masa kanak-kanak dilalui kelam dan gelap.

…biarkan aku kembali, biar aku selalu terlindungi…

11 Juni 2011

Jumat, 10 Juni 2011

tak ada

air mata terurai
saat hati kembali robek
setelah tercabik berkali-kali
terlihat rombeng oleh tambalan

tak ada toko khusus penjual hati
tak ada dokter hebat
dapat memulihkannya jadi utuh kembali
mungkin saja cintamu jadi obat
atau hatiku tetap terkoyak
hingga tamat riwayat



jumat 10 Juni 2011

Rasa Kagum Pada Diri Sendiri Bukan Berarti Narsis

Sering sekali kita mengenal istilah GAK NARSIS GAK EKSIS! atau LEBIH BAIK PEDE DARIPADA MINDER!
Kalimat-kalimat motivasi untuk membuat diri lebih baik, lebih berani, mampu mengusir segala rasa khawatir, tidak takut akan kekurangan yang kita miliki.

Tuhan menciptakan makhlukNYA dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Satupun tak ada yang sempurna. Namun demikian kelebihan dan kekurangan tersebut seharusnya digunakan untuk hal-hal bermanfaat bagi diri dan lingkungan.

Percaya diri kita bisa bermanfaat untuk lingkungan tentu akan menimbulkan rasa kagum dari orang lain. Seperti halnya saya kagum pada model-model dunia yang mempunyai kecantikan luar biasa dengan bentuk tubuh yang tetap ideal. Atau rasa kagum saya pada Melanie C yang pandai membuat lirik lagu sederhana menjadi lagu enak dan bermakna. Atau rasa kagum saya pada Sidney Sheldon dan Agatha Christie yang mampu mengolah kata-kata menjadi cerita misteri super menarik. Serta rasa kagum pada ibu saya, seorang single parent brilian.

Nah kalau kita bisa kagum pada orang lain, mengapa kita tidak merasa kagum pada diri sendiri. Ini lain dengan narsis.
Narsis secara harfiah adalah mengagumi diri sendiri secara berlebihan dan menganggap remeh orang lain.
Mengagumi diri sendiri merupakan hal lain, untuk mengantisipasi kekurangan yang kita miliki yang akhirnya menyurutkan langkah kita untuk berkembang.

Albert Einstein pernah berkata:” Orang yang tidak dapat lagi merasa kagum dan berdiri dengan asyik karena rasa terpesona sama saja seperti orang yang sudah mati.”

Mungkin kita kurang dapat mengagumi diri sendiri karena terlalu sibuk mempermasalahkan kekurangan diri kita, padahal sebenarnya ada hal kecil yang membuat orang lain kagum pada kita. Misalnya mampu mengecat kuku dengan sangat rapi sehingga kuku-kuku jari kita terlihat lebih cantik, memakai eyeliner tidak belepotan, atau hanya selalu tampak segar walau bekerja hampir memakan seluruh waktu orang lain. Hal seperti itu patut kita kagumi karena belum tentu orang lain dapat melakukannya sebaik kita.

Rasa kagum itu tidak perlu berlebihan agar orang lain tidak memandang kita sebagai orang yang narsis atau sombong. Jika memiliki rasa kagum pada diri sendiri, maka kita memperoleh hal lain dengan lebih mudah.

Percayalah, kelebihan yang kita miliki lebih banyak daripada kekurangan yang ada pada diri kita. Jadi tak perlu narsis supaya kita bisa eksis. Hanya sedikit memberi kepercayaan pada diri agar selalu ada alasan orang lain berkata: “WOW!”

Kamis, 9 Juni 2011

Catatan Pribadi

Kedengarannya sudah tidak jaman lagi menulis sebuah catatan pribadi. Itu masa lalu. Masanya sudah lewat. Saya melakukan itu saat remaja, waktu masih menikmati dan merasakan indahnya cinta monyet.
Mungkin itu yang terdengar sekarang. Padahal sebenarnya menulis catatan pribadi sangat mudah dan besar manfaatnya.

Menulis catatan pribadi tidak terikat aturan-aturan menulis seperti halnya menulis puisi, cerpen atau novel. Kita bebas menulis apapun yang kita mau. Menulis catatan pribadi juga berpengaruh terhadap emosional. Kita bisa menceritakan sesuatu yang sulit untuk dibicarakan dengan orang lain. Bahkan hal yang tidak penting pun dapat kita ceritakan tanpa orang lain mengetahuinya betapapun bodohnya itu.

Catatan pribadi adalah dokumen tertulis perjalanan hidup sehari-hari.
Kita bisa tertawa saat membaca ulang isinya walau ketika kita menjalaninya itu adalah masa tersulit dan berat yang pernah kita alami. Sebagian kisah perjalanan hidup tersebut dapat kita jadikan pelajaran.

Buatlah menulis catatan pribadi pekerjaan yang menyenangkan. Jangan jadikan menulis catatan pribadi suatu paksaan atau kewajiban sehingga kita merasa bersalah saat tidak melakukannya. Kita tidak perlu menulis perjalanan hidup setiap hari karena mungkin saja hari itu kita tidak mengalami hal-hal menarik. Menulis catatan pribadi hanya alat untuk melepaskan masalah yang memberatkan hidup kita.

Sebagian besar orang enggan menulis catatan pribadi sebab takut seseorang menemukan buku mereka, membacanya, dan itu mungkin akan menyebabkan kekhawatiran yang tidak perlu secara berlebihan dan berkepanjangan. Persis seperti pengalaman teman saya walau saya tak akan menceritakan detailnya. Hanya saja setelah kejadian itu dia menghentikan kebiasaan baiknya menulis catatan pribadi.

Memang sebuah catatan pribadi seseorang dapat menimbulkan rasa ingin tahu orang lain. Tapi seharusnya kita tidak perlu khawatir kalau menulis sesuatu yang sangat pribadi dan sesuatu itu mungkin dapat menyakiti orang lain, apalagi kalau terbaca oleh orang yang bersangkutan. Mengapa tak kita robek saja bagian itu lalu bakar. Kita tidak perlu menyimpan semua yang kita tulis jika akhirnya menimbulkan masalah baru. Toh manfaatnya ada dalam proses menulis itu sendiri. Biarkan kita dan Tuhan saja yang tahu.

Menulis hanya proses yang mungkin dapat mengubah emosi kita dan menjadikan kehidupan kita lebih baik lagi.

Kamis, 9 Juni 2011

Pemimpin Bijak

Entah kenapa saat hendak pergi berbagi hari Senin lalu -6 Juni 2011- saya tiba-tiba teringat potongan lirik lagu nasional Garuda Pancasila:
“…Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku…”


Lirik lagu nasional memang selalu memberi semangat. Selalu mengena. Itulah salah satu alasan betapa bangganya saya sebagai Asli Indonesia.
Saya tak akan pernah mengganti lirik lagu itu, hanya mungkin menyentil judul artikel yang sedang saya tulis ini.

Ada istilah orang bijak taat membayar pajak. Lalu melihat judul artikel ini saya pertanyakan, apa pemimpin bijak juga membayar pajak? Atau hanya menggunakan pajak? Lalu apa hubungannya dengan lirik lagu Garuda Pancasila?

…rakyat adil makmur sentosa..
Pribadi bangsaku…

Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia. Saya setuju kalau Pancasila kembali ke dalam kurikulum sekolah, agar bisa menciptakan pemimpin-pemimpin yang bermoral sesuai kepribadian bangsa Indonesia.
Lirik lagu itu begitu luhur. Hanya saja saya yang bertanya:
Rakyat adil makmurnya kapan?

Jauh kalau jiwa pemimpin kita menyamai jiwa kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Seperti Umar bin Khattab pun mungkin tak akan pernah terwujud. Para pemimpin kita sibuk dengan “partai”nya, kalau merasa tersentil akan menangkap orang yang menyentilnya. Menganggap orang itu musuh dan menjadiknnya tahanan politik. “Beliau” tidak berpikir bahwa kekuatan dan kekuasaannya sebagai pemimpin adalah amanah Allah SWT.

Sebetulnya pemimpin tidak hanya kepala negara, kepala pemerintahan atau kepala propinsi. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan. (Kartini Kartono, 1994 : 181)

Dulu orang tidak mau menjadi pemimpin karena takut tidak bias melaksanakan amanat dengan baik. Sekarang orang berlomba menjadi pemimpin. Tujuan mereka sudah jelas: memperkaya diri sendiri walau bertitel sebagai oknum. Sering sekali istilah oknum ini eksis menjadi alasan. Tapi entahlah karena hanya Allah yang tahu tujuan tiap manusia dengan pasti. Janji untuk mewujudkan masyarakat adil makmur sentosa hanya janji saat kampanye saja.

Sepertinya menjadi pemimpin adalah salah satu jalan mencapai kemakmuran pribadi. Coba cek rekening bank pemimpin kita sebelum dan sesudah menjadi pemimpin. Bahkan manakala rekening tidak bertambah setelah memimpin seratus tahun, ada saja alasan untuk membengkakkan jumlah rekening. Padahal kalau mereka ikhlas rekening bank memang tidak bertambah, tetapi rekening pahala mereka akan membengkak.

Seandainya jiwa kepemimpinan Umar bin Khattab merasuk pada pemimpin-pemimpin kita, tentu masyarakat adil makmur sentosa tak hanya lirik lagu semata. Pemimpin bijak tentu dapat mengelola uang pajak untuk kesejahteraan rakyat, bukan menggunakan uang pajak untuk rehat walau sebenarnya dikenal sebagai penjahat.

Pemimpin bijak bermoral Pancasila mencerminkan pribadi bangsa Indonesia yang sesungguhnya sehingga saya bisa bernyanyi lagu Garuda Pancasila dengan sangat bangga.

….Pancasila dasar Negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju…maju…
Ayo maju…maju…
Ayo maju…maju…

Senin, 6 Juni 2011

Sabtu, 04 Juni 2011

L E B A Y

neraka di jaga malaikat
supaya aku tak pernah singgah di sana
karena aku hanya layak
tinggal di hatimu


"Apa semua penulis puisi lebay?" tanyamu.

Pertanyaanmu itu membuatku tersenyum, wajah lucumu selalu menggodaku.
Nah itu yang bikin aku tak akan pernah berada di neraka. Masa aku harus tinggal di dua tempat? Punya KTP dua itu ilegal. Alamatku kan ada di hatimu hehehe...

Ada banyak ke"lebay"an yang aku punya kalau berada di sampingmu. Kamu membuatku selalu merasa nyaman. Seperti sofa paling empuk yang pernah aku duduki, tapi kamu tak akan pernah aku duduki, hanya rasa nyamannya saja yang melebihi itu.

Bahkan kalau kau ijinkan, aku akan memarkir cintaku di pelataran hatimu setiap hari.

Rinduku tak akan terhapus sebelum bau tubuhmu tercium, ramping tubuhmu kupeluk. Mimpiku tak akan pernah terakhiri sebab semua itu kita bangun bersama. Mimpi yang berhias taburan bintang yang tak lelah berkedip.

Don't you know that love can gives the power to move any mountain? I can dive your heart to see how much love you give to me.
I'll do it to keep my feelings about you.

Dan bersamamu segalanya terasa indah.

Tentang Mengeluh

Membicarakan masalah kekurangan dan kelebihan adalah membahas materi PKn kelas 3 SD tentang Harga Diri.
Harga diri adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri, sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.

Orang yang mempunyai harga diri dapat dilihat dari caranya bertutur dan berlaku. Selalu jujur, bertanggung jawab, disiplin, tidak iri melihat keberhasilan orang lain. Justru ia akan ikut senang dan mengakui kelebihan orang lain, tidak lantas menyalahkan kekurangan diri sendiri atau orang lain. Tidak mengeluh akan kesulitan yang dihadapi.

Menyangkut masalah keluh mengeluh...tentu selalu saja ada. Manusia normal selalu mengalahkan 2 hal dalam hidupnya baik dan buruk. Positif dan negatif. Manusia hidup di antara setan dan Tuhan. Dan mengeluh, adalah hasil karya setan untuk melemahkan iman manusia.

Mengeluh merupakan salah satu penyakit hati yang seharusnya tidak kita umbar. Semua kegiatan yang kita lakukan harus ada bayarannya. Semua yang kita lakukan membutuhkan tenaga dan pikiran yang membuat badan menjadi lelah. Tak ada kerja yang tak cape, bahkan tidurpun akan terasa cape. Jadi tak perlulah kita mengeluh. Setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan.

Justru seharusnya kita bersyukur masih mampu melakukan kegiatan yang memang harus kita kerjakan. Kalau merasa tidak kuat sebaiknya beristirahat cukup, makan cukup dan memohon Allah tetap memberi kekuatan dan kesehatan.

Lalu meyangkut persoalan yang kita pilih, tentu ada kekurangan dan kelebihannya pula. Termasuk soal pasangan. Sesuatu yang baik untuk kita belum tentu baik di mata Allah, dan yang baik dari Allah untuk kita belum tentu kita sukai. Kekurangan yang ada pada pasangan lebih baik nggak usah dibicarakan pada orang lain. Bicarakan saja dengan pasangan, karena mungkin saja dia akan memperbaiki diri dan lebih menghormati kita daripada mengeluh atas apa yang ada pada dirinya.

Bersabar dan bersyukur merupakan kunci menjauhkan diri agar kita tidak mudah mengeluh. Bersabar dan bersyukur salah satu ciri orang yang mempunyai harga diri.

Mari jadikan diri kita berharga tidak hanya di hadapan pasangan atau manusia lain, tetapi juga di hadapan Allah.