Selasa, 16 Agustus 2016

Upacara Kemerdekaan


Ini tulisan lama yang seharusnya saya posting tahun lalu, 17 Agustus 2015.
Semoga tetap menginspirasi.


"Kemarin sore Aldi bilang kalau dia dan teman sekelasnya sepakat untuk tidak mengikuti upacara peringatan kemerdekaan RI ke-70. Sepertinya bukan hanya Aldi yang "malas" untuk ikut upacara. Banyak pelajar lain dan bahkan kita pun malas untuk mengikutinya.

Lalu saya bertanya, "Apa kamu lupa sama cerita uyut kemarin, Al?"
Hanya dengan pertanyaan itu Aldi bersemangat untuk ikut upacara peringatan kemerdekaan. Bahkan berusaha meyakinkan temannya untuk hadir pula.

Selasa sore tanggal 11 Agustus 2015, kami (saya, Aldi dan seorang teman Aldi) mendengar kisah perjuangan kakek saya melawan penjajah. Kakek saya yang saat ini berumur lebih dari 92 tahun merupakan saksi dan pelaku perjuangan melawan penjajah. Di usianya sekarang beliau merasakan kekejaman tentara Belanda serta bagaimana kejinya tentara Jepang.

Beliau melewatkan masa kanak-kanaknya untuk belajar mengaji sebab di usia 5 tahun harus menjadi kurir tentara Indonesia. Beliau harus merelakan keinginannya menyelesaikan sekolah rakyat karena harus jadi mata-mata demi perjuangan kemerdekaan. Beliau bercerita bagaimana sibuknya seorang bocah 5 tahun ikut mengupayakan suksesnya Kongres Pemuda. Padahal kongres itu dilaksanakan di Jakarta, dan bocah 5 tahun yang saya dengarkan ceritanya itu harus melindungi wakil pemuda Jawa.

Bocah kecil anak pedagang sapi yang harusnya bisa sekolah tinggi malah terpisah dari orangtuanya karena perjuangan. Lalu kita yang kini menikmati hasil perjuangan beliau malah malas hanya untuk berdiri selama kurang lebih satu jam melaksanakan upacara. Sungguh sangat tidak adil untuk mereka walau saya tahu mereka berjuang tanpa pamrih.

Kakek saya tidak pernah menuntut pemerintah membalas jasanya walau saat ini hidup seadanya. Beliau hanya terus bersyukur saat bercerita karena masih bisa menikmati hasil perjuangannya. Padahal ketika muda beliau pernah merasakan moncong senapan laras panjang milik tentara Belanda menempel di keningnya. Hanya karena takdir beliau saat ini masih sehat. Beliau pernah merasakan siksaan dan penjara yang lembab karena tidak mau bercerita di mana markas tentara Indonesia. Dan kita tidak malu menyianyiakan waktu tanpa melakukan hal bermanfaat untuk mengisi kemerdekaan? Sungguh ironis.

Kakek terlalu sering melihat bagaimana orang-orang bergelimpangan di depannya karena senjata penjajah. Saya sendiri mual mendengar ceritanya. Tapi beliau tidak patah semangat, walau menyadari suatu saat nanti beliau yang mungkin mati tertembak.

Kita saat ini gembira karena merayakan kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70, dulu juga kakek merasa gembira bagaimana idolanya memproklamirkan kemerdekaan negara ini 70 tahun yang lalu. Beliau gembira karena tentara Jepang yang merenggut seluruh harta bendanya yang mencapai 600 gulden, bisa dikalahkan, walau pun beliau sadar harta itu tak bisa kembali. Tapi beliau bersyukur sebab anak-anak dan jiwanya bisa selamat dan dapat menikmati kemerdekaan.

Sebagai generasi muda yang tinggal enaknya menikmati perjuangan ada baiknya mengikuti upacara kemerdekaan untuk menghargai jasa para pahlawan yang dengan ikhlas mengorbankan jiwa, raga dan harta mereka. Cinta tanah air dan bangsa harus terus ditanamkan agar pengorbanan para pahlawan tidak sia-sia. Isi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang bermanfaat untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan.

Khususnya kamu, Al. Jadikan uyut bangga sama kamu. Jadikan pengalaman uyut sebagai motivasi untuk terus berprestasi. Kalau dulu uyut berjuang mewujudkan Indonesia merdeka, sekarang kamu harus bisa membuat harum Indonesia. Minimal kamu berdiri tegap dan khidmat mengikuti Upacara Kemerdekaan Republik Indonesia.

Dirgahayu negeriku.
Terima kasih para pahlawan.
Terima kasih kakek Carwan Wijaya Kartareja

Cipaganti, 16 Agustus 2015."

Dirgahayu 71 negeriku. Aku tetap bangga menjadi anak Indonesia!