Membaca guratan hatimu yang aku lihat lewat tarikan nafas membuatku selalu ingin menangis. Mengetahui masih ada rasa yang kuat yang tak bisa disatukan membuat dadaku terasa sesak. Dunia ini milik siapa?
Kiasan-kiasan tersembunyi di balik setiap kata punya makna banyak. Seperti yang pernah aku bilang kalau hidup ini adalah sebuah proses berkesenian, yang artinya seni itu indah. Lalu aku membaca langkahmu yang penuh dengan keindahan. Keindahan itu selalu kau ciptakan penuh kesadaran. Itu pun jadi saat ketika aku ingin menangis.
Lalu aku tergila-gila dengan segala lelucon yang akhirnya akan membuatku menangis. Lelucon yang tak pernah terdengar lucu. Cacat! Lelucon yang hanya mengotori bibirku dan merusak gendang telinga. Maap, itu pun membuatku ingin menangis. Aku tampak lebih tolol di hadapanmu. Sesuatu yang akhirnya menunjukkan siapa aku sebenarnya.
Sayang semuanya hanya sebuah keinginan. Aku hanya ingin menangis, tetapi air mata yang aku butuhkan tersumbat entah di mana. Mataku kekeringan.
Ketika tersadar aku memang telah kehilangan segalanya. Mungkin itu yang jadi penyebab tak setetespun air mata yang keluar. Aku sudah kebal akan kesedihan. kehilangan jadi sahabat terdekatku.
Ketika aku ingin menangis tak ada lagi tatap syahdu dan pelukan yang membuatku nyaman. Segalanya memang harus berubah, tapi yang aku rasa hingga saat ini masih tetap sama.
Dan ketika aku ingin menangis hanya rasa rindu yang semakin membuat sesak dadaku.
Dan aku membaca sajak rindu itu di setiap langkah dan tarikan nafasmu.
Aku sudah selesai denganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar