Empat bulan berlalu tak ada lagi yang memanggilku el nino. Apa karena Fernando Torres sudah tak berkostum merah lagi? Apa karena Fernando Torres lebih suka di Chelsea walau performanya menurun? Meski aku sangat cinta Liverpool, aku tak begitu suka Torres, tapi mengapa tiba-tiba suka julukan yang diberikan pada Fernando Torres kau sebutkan padaku? Mengapa aku tiba-tiba suka panggilan sayangmu seperti itu?
Apa aku seperti gelombang panas? Atau memang seperti anak laki-laki kecil?
Tak penting seperti apa aku yang pasti el nino terjadi karena pemanasan di ekuator Samudra Pasifik dan pemanasan global juga menjadi salah satu unsurnya. Dan kini aku hanya kehilangan panggilan itu. Apa sekarang el nino tergeser la nina? Kau tak lagi menghubungiku. Kemana? Berbincang dengan Tuhanmu? Apa yang dibilang Marcell kalau "Tuhan memang satu, kita yang tak sama..." benar adanya.
Seandainya kita sama, kisah ini tak akan pernah terjadi. Kalau Tuhan tak hanya satu, kau tentu akan memohon pada Tuhanmu untuk bekerja sama dengan Tuhanku memudahkan urusan kita. Lalu apa salah satunya akan mengalah? Siapa yang akan meluluhkan hatimu, Tuhanmu atau Tuhanku? Siapa yang akan menyatukan kita? Kita yang tak sama akankah saling mengerti atau saling mengalah?
Kalau kita sama, tak akan pernah ada yang memanggilku el nino. Kalau kita sama tak pernah akan ada yang bertanya,"Sedang apa?"
Sayangnya karena kita tak sama maka kisah ini menjadi semakin rumit. Karena kita tak sama timbul banyak pertanyaan dan pertentangan. Karena kita tak sama maka sulit untuk mencapai kepastian. Bukan karena kita sama-sama egois dan tak mau mengalah, tapi karena kita memang tak sama.
Aku ingin kita sama, hanya tak mau mengubahmu. Kesamaan itu harus hadir dari hatimu bukan karena aku atau apapun yang berhubungan denganku. Seperti el nino yang meluruh dan habis karena waktu. Aku menghormatimu karena kita tak sama. Kita usai karena kita tak sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar