Senin, 07 Maret 2011

Karena aku cinta dia

angin bisiki luka
hasut dia terus perih
gerogoti kalbu, porak poranda
aku tertegun
gontai berdiri
di antara bongkahan hati
menanti cinta
mungkin
kau beri

Aku kaget mendengar tepukan tangan serta suara di belakangnya, "Puisi kamu bagus!"

"Makasih, Al!"

Hmm...Aldi. Pria ini tampak seperti bayang-bayangku. Tadi di kelas dia duduk tepat di belakangku. Lalu aku berusaha menghindar, mencari bayang-bayang lain, bayang-bayang Tedi yang lebih penting untukku daripada Aldi. EH...sekarang dengan manisnya dia menyimak, tidak hanya mendengar puisi yang aku bacakan.

"Kamu jago bikin puisi ya, Mey?"

"Nggak juga. Kalau lagi melo aja. Hehehe...itu ngawur Aldi. Aku nggak bisa bikin puisi." elakku. Memang kenyataan aku tak bisa hehehe... Senyumku benar-benar terpaksa. Nggak tulus dan jauh dari manis. Senyum kecut yang aku rasa Aldi pun akan mengerti. Tapi dia tak juga beranjak.

"Berhubungan sama Tedi yang 3 bulan ini menghilang? Mencoba berdiri kokoh walau badai menumbangkan tubuh kekarmu? Mencoba tetap tegar sementara hatimu seperti puing-puing beton. Keras tapi bisa hancur berkeping-keping. Kenapa, Mey?"

Aldi? Dia begitu perhatian? Kenapa?

"Kenapa, Mey?" tanya Aldi lagi.

"Karena aku cinta dia, Al!" teriakku

"Cinta? Dia sudah menyakitimu, Mey! Dia pergi meninggalkanmu tanpa sepatah kata pun. Dia cintamu? Dia peduli padamu, Mey!"

"Al, aku yang tak peduli apa kata orang tentang dia. Aku tak peduli bagaimana Tedi bersikap padaku. Aku cinta dia, Al!"

Aldi tak berkata. Dia diam. Mungkinkah dia peduli padaku karena memang ada maksud lain? Oh Tuhan, kalau itu yang terjadi...beri kekuatan padaku untuk menolaknya.

"Kenapa kamu mencintainya, Mey? Dia tak baik untukmu!"

Siapa kamu, Al? Seenaknya kamu menilai hatiku. Seenaknya kamu menjelek-jelekkan Tedi di depanku. AKu tahu Tedi bukan pria paling tampan di muka bumi ini. Dia juga bukan lelaki paling kaya yang aku kenal. Otaknya tidak secerdas Einstein. Tapi haruskah itu masuk ke dalam kriteria orang yang dipilih hatiku?

"Aldi, aku nggak tahu kenapa aku bisa jatuh cinta sama Tedi. Tapi yang pasti aku selalu nyaman berada dekatnya. Aku bisa bercerita apa saja padanya. Memandang senyumnya yang teramat manis. Aku tak usah malu menceritakan hal terburuk sekalipun yang aku alami. Jadi kamu tidak berhak menilai aku, Tedi ataupun hatiku. Paham?"

Aldi masih tetap diam. Dia menatapku dalam, dan tetap tenang.
"Al, cinta itu berani menerima hal buruk sekalipun dari hati yang dipilihnya!" tiba-tiba kalimat itu menluncur mulus dari bibirku. Ya Tuhan...aku berkata seperti itu? Dan itu membuat Aldi tambah kaget.

"Maksudmu kamu siap menerima dia apa adanya?" tanya Aldi hati-hati, "Mey, Tedi pergi kemana kamu tahu. Dengan siapa, kamu pun tahu. Masih menerima dia apa adanya?"

"Sampai saat ini belum ada yang sanggup menyingkirkan dia dari hatiku, Al! Biarkan hati ini terluka, demi dia luka ini akan sembuh. Biarkan hati ini pilih dia, karena selama apapun aku akan menunggunya. Karena aku cinta dia!"

Dan diam kembali Aldi pamerkan. Lalu, "Aku pun akan pergi,Mey. Hatimu tak bisa aku luluhkan. Maap karena aku cinta kamu!"
Aldi beranjak dan melangkah pergi. Sekarang aku yang terdiam. Sentuhan angin membuat rambutku berantakan. Aku tetap bertahan pada apa yang ingin aku pertahankan. Biarkan waktu yang bicara sampai hati ini pulih dan bisa memilih dengan tepat.

angin bisiki luka
hasut dia terus perih
bongkahan hati porak poranda
menanti cinta
di antara detak bisu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar