Jumat, 01 Januari 2010

Percakapan Baru Angin dan Matahari

Tepat jam 6 embun dingin yang tertidur di dedaunan terbangun. Angin membangunkannya dan menghapus mimpinya yang indah. Padahal tadi ia sedang bermimpi membeku dan memeluk erat dedaunan agar tak dapat diuakan matahari pagi dan kembali ke langit menjadi awan. Temani kembali matahari di atas sana. Huh, pekerjaan membosankan melihat kehidupan dari atas sana. Embun terjatuh dan menyerap ke dalam tanah. Angin terperanjat menyesal membangunkan embun. Maksudnya baik. menikmati awal tahun yang baru.
Saat matahari baru saja menggeliat di balik gunung, angin berkata kecewa, “Yah…masih matahari yang kemarin!” dia tampak murung.
Matahari yang tak mengerti maksudnya mengerutkan kening, “Memang ada yang aneh dengan hari ini? ini kan seperti hari-hari sebelumnya. Apa yang beda?” tanya matahari yang masih menguap.
“Hey, ini kan tahun baru! Aku mau melihat sesuatu yang baru pagi ini!”
“Apa yang baru?” kembali matahari tak mengerti.
“Warnamu! Coba ganti dengan pink. Aku heran, terbit dan terbenam warnamu sama saja? Sama sekali tak kreatif!” Angin bersungut.
“Hahahaha…kau tak tahu kalau aku punya banyak warna! Makanya bangun lebih pagi agar bisa menikmati keindahan warna-warnaku!”
“Kau licik!” angin berkata sambil cemberut yang membuat kening metahari kembali berkerut minta penjelasan, “Bagaimana bisa aku melihat warnamu yang beragam itu kalau kau sendiri tak bisa dilihat dengan jelas?”
“Hahaha…aku pemalu!”
“Bah! Pemalu? Hey, aku bilang ini tahun baru!” angin berkata dengan nada meninggi.
“Lalu ada masalah apa dengan tahun baru?” matahari tersenyum dan merendahkan intonasinya, terdengar bijak, atau hanya jaim. “Yang baru kan hanya tanggalnya saja. Kehidupan ini tidak berubah. Sama saja seperti biasanya!”
Angin tampak kesal. Dia meliuk-liukkan tubuhnya. Menyentuh akar pakis yang juga masih terkantuk-kantuk. Daunnya melambai-lambai lemah, dia kelaparan. Dari kemarin dia tidak memasak karena matahari tidak garang bersinar, ultravioletnya sembunyi di balik awan hitam. Malah mengucurkan hujan yang sedikit deras. Angin menggoda cemara dewasa. Gerakannya sedikit kasar karena cemara itu tampak angkuh.
“Kamu sama sekali tak mengerti!”
Matahari hanya tersenyum. Sinarnya yang lembut pagi ini tampak menawan. Awan-awan hitam berbaris manja turut menghias langit. Pagi ini tak hanya warna biru. Di langit ada abu-abu, ada putih yang kusam karena bercampur awan hitam, dan tentu warna jingga milik matahari.
“Hujan akan hadir hari ini?” tanya angin lagi karena si awan hitam mulai menemani matahari pagi.
“Memang kenapa? Ada masalah dengan hujan?” kembali matahari merendahkan intonasinya. Dia tahu angin sedang emosi.
“Tidak! Aku hanya kasian pada manusia yang tidak bisa menikmati tahun baru ini kalau hujan ikut hadir hari ini!”
“Hey! Apa pedulimu pada manusia?”
“Inikan hari libur, Saudara!” jawab angin geram.
“Kau berlibur?”
Angin mengangguk, “Aku berlibur setiap hari!”
“Ya…jadi tak ada masalah dengan hari ini bukan? Hari ini sama saja dengan hari kemarin”
“Beda sobat!” teriak angin.
”Bedanya?”
“Bumi bertambah tua!” bisik angin.
Bumi yang sedari tadi terdiam kini mulai menggerakkan tubuhnya. Kulitnya yang sudah sangat keriput tampak tambah berkerut-kerut. Giginya sudah banyak yang tanggal. Wajahnya sudah tak cantik lagi. dia mendelik pada angin yang selalu lincah bergerak. Bumi ingin sekelai seperti angin. Tidak banyak penyakit yang bersarang di tubuh angin seperti penyakit yang bersarang di tubuhnya. Bertambah tahun, masalah dan penghuninya semakin banyak. Bukan bertambah jadi lebih baik, malah kesulitan yang bertambah banyak.
“Membicarakan aku?” tanya Bumi.
“Angin yang mengejekmu. Padahal setiap hari usia kita berkurang. Tidak terpengaruh pergantian tahun!” kata matahari, “Sudah berapa juta putaran kau mengelilingiku?” tanya matahari pada Bumi.
“Aku tak tahu! Tapi aku belum lelah mengelilingimu! Aku masih penasaran mengapa tak bisa mendekatimu. Aku hanya tahu kalau Pluto sekarang bukan bagian dari dirimu!” jawab Bumi.
“Ih…omongannya jadi panjang!” teriak angin sebal.
“Mengapa? Tak suka?” kembali matahari bertanya.
“Aku kan sedang membicarakan hari ini. aku tidak mengajak kalian membicarakan Pluto atau siapapun!”
“Kita saling terhubung, Angin!” balas Bumi.
“Walau demikian aku hanya ingin membicarakan hari ini! Saja!”
“Sudah aku bilang tak ada yang aneh dengan hari ini! Hanya perubahan tanggal, biasa!”
“Ada!”
“Iya, kalau pun ada apakah itu?” matahari tersenyum tenang.
“Aku baru saja menjatuhkan embun. Membuatnya terserap masuk ke dalam tanah!” angin tampak murung.
Matahari dan Bumi sama-sama tertawa. Itu hal yang biasa. Walaupun angin tak menyentuh dedaunan, embun itu akan jatuh juga karena gravitasi bumi yang menariknya ke dalam tanah. Kalau pun tidak jatuh, embun itu akan kembali menghilang menjadi uap. Itu siklus hidup yang wajar dan sudah jadi rutinitas biasa. Tak ada yang aneh.
“Aku mau merayakan hari ini dengan embun. Aku tak mau embun itu hilang. Aku mau merayakan hari ini dengan semua makhluk yang aku kenal!”
“Merayakan apa? Merayakan kalau aku bertambah tua? Kerutan di wajahku tambah banyak? Begitu?” tanya Bumi.
“Tidak!” kali ini angin tersenyum ramah, “Aku sedang jatuh cinta!” serunya.
“Oh ya?” matahari ikut senang mendengar kabar itu sehingga membuat sinarnya lebih bercahaya dan tampak luar biasa indah.
“Jatuh cinta membuatku selalu bisa bergerak leluasa! Aku tak pernah terlihat tua. Selalu berenergi dan berkeliling mengamati seluruh isi Bumi!” angin tersenyum bahagia.
Bumi setuju akan hal itu. Angin tidak tampak bertambah tua. Bahkan hanya dia satu-satunya makhluk yang tidak bertambah tua. Dia selalu ada, selalu gembira menggoda makhluk lain. Selalu mengajak menari pepohonan yang tampak angkuh. Semua senang berteman dengan angin. Dia bisa membuat kapas ringan bermain berkejaran. Dia bisa membawa awan hitam menjauh kalau yang lain menghendaki itu. Dia selalu ceria, bisa berlari sangat kencang atau hanya bergerak perlahan.
Dia baik dan bisa sangat menyejukkan kalau matahari sedang iseng. Sayangnya dia juga punya tingkat keisengan yang tinggi. Kalau sedang tidak bersahabat dengan hujan, dia bisa membontang-banting hujan kemana-mana. Itu sangat mengganggu Bumi yang tampak semakin lemah. Atau jika libidonya sedang meningkat dan tak ada tempat untuk menyalurkannya, angin marah-marah. Berputar memporak-porandakan apa saja yang ada di dekatnya.
Angin memiliki emosi yang tidak stabil. Sulit ditebak ke mana arahnya, apa yang sedang dirasakannya, siapa yang mau dijadikan temannya. Tapi kalau dia berkata sedang jatuh cinta itu artinya kabar bagus. Tiupannya mungkin hanya sepoi-sepoi. Menyentuh rerumputan yang sedari tadi tak dibari kesempatan untuk ikut bercerita. Sedari tadi rerumputan hanya senyum-senyum saja. Dia senang melihat sahabatnya bisa begitu ceria.
Angin yang sedang jatuh cinta itu tersenyum lebar. Merayakan hari ini, dipergantian musim yang menguatkan alasan Bumi bertambah tua. Pagi ini tampak sangat manis. Angin yang berhembus perlahan menyentuh hati matahari yang kemudian ikut merayakan kebahagiaan ini dengan bersinar lembut dan menghangatkan. Membuat Bumi semakin segar karena akar pakis dan cemara bisa memberinya udara baru.
Di pergantian waktu, kita rayakan cinta bersama angina yang berhembus perlahan. Nikmati keindahan ciptaan Tuhan yang saling berhubungan. Ya…saat angin jatuh cinta, smua ikut merasakan indahnya.


SELAMAT TAHUN BARU 2010 SEMUA!
Jumat, 1 January 2010
[11:20]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar