Rabu, 02 Februari 2011

Emak Kehilanganmu

"Teh, kok udah lama Theo nggak ke sini lagi?"

Emh...akhirnya pertanyaan itu Emak ucapkan juga, padahal sudah lama aku merancang alasan apa yang tepat untuk menjawabnya. Aku nggak pernah bisa bohong sama Emak. Pernah sekali aku lakukan itu, dan hasilnya Emak tahu apa yang aku lakukan.
Waktu itu aku tidak bekerja dan malah main-main sama Theo walau hanya nongkrong di Braga. Entah Emak punya indera keenam, atau hanya kebetulan saja, yang pasti aku nggak pernah bisa bohongin Emak.


"Mungkin sibuk siaran, Mak." jawabku berusaha tenang. Aku tidak berbohong, tapi aku belum jujur sama situasi yang sebenarnya.

"Ah masa sesibuk itu?" Emak tidak percaya. Six sense? Nggak tau ah, "Kemarin-kemarin dia masih suka minta dijemput. Siaran kan tidak menghabiskan waktu seharian." Iya Emakku sayang, tapi masalahnya Emak nggak tau apa yang terjadi, "Emak khawatir!"

Aku diam sama sekali tak tahu apa yang harus aku katakan. Apa bilang aja sama Emak sekarang? Atau...

"Emak sayang sama Theo?" tanyaku pelan.
Bukannya menjawab Emak malah menatapku tajam. Tampak raut kesal di matanya.

"Loh, kok malah nanya seperti itu. kalau khawatir itu artinya sayang. Kamu juga sayang sama dia, kan? Emak merasakan gimana rasanya jauh sama orang tua."

Aku sayang sama dia? Nggak tau juga. Apa sayang namanya kalau aku sudah melukai hatinya? Jelas-jelas dia marah sama aku dan langsung menolakku. Itu artinya kesalahanku fatal, dosaku mungkin tak termaapkan. Buat aku nggak masalah kalau memang harus berakhir seperti ini. Tapi Emak?

Aku heran, masa sih Emak sesayang itu sama Theo, padahal mereka baru bertemu beberapa kali saja? Waktu pertama kali mereka bertemu Emak bilang kalau beliau merasa cocok sama Theo. Dan Theo juga bilang begitu. Dia merasa klik sama Emak.

############################

Waktu berlalu tak berasa, aku pikir Emak lupa sama rasa kangennya. sayangnya itu hanya dugaanku saja karena ternyata Emak perhatian juga.

"Katanya Theo sibuk siaran, tapi kenapa belakangan ini malah gak pernah denger Theo siaran?" tanya Emak kembali. Nah loh, kena lagi.
Untungnya belakangan ini aku yang sibuk dengan pekerjaanku yang hampir menghabiskan 2/3 waktu. istirahat 8 jam benar-benar aku kejar supaya tidak tepar.

"Cape, Mak! Mana sempat denger, yang ada pengennya langsung tidur." jawabku
Aku nggak pernah insomnia, apalagi dalam keadaan sibuk seperti ini. walau pekerjaan banyak, tak pernah aku pikirkan. Terima kasih "situasi" yang kembali menyelamatkan aku untuk tidak berbohong sama Emak.

"Nggak sms atau telpon dia?"
Apa??? Bagaimana bisa sms atau telpon kalau nomornya saja sudah aku hapus dari kedua ponselku. Apa Emak benar-benar kangen sama orang ini? Huh! Mbok ya kangen saja sama yang lain lah kalau boleh nawar, jangan sama orang ini.

"Coba telpon dia, bilang Emak ingin ketemu!"
Haduh....mampus deh. Ah Emak. aku kan inget banget sms terakhirnya yang bahkan aku salin dan aku tempel dengan tulisan besar-besar supaya aku tetap ingat kalau:
...JANGAN PAKSA AKU UNTUK TERIMA KAMU KEMBALI...
Aku menghormati keputusannya Mak. Aku nggak akan maksa dia, bahkan aku berusaha untuk menghindarinya.

"Ayo telpon!"
"Sms aja ya, Mak. Kalau telpon takutnya ganggu. Siapa tau dia lagi siaran." bujukku dan untungnya Emak setuju.
Demi Emak apapun akan aku lakukan, termasuk mengingkari janjiku sama Theo untuk tidak lagi mengganggunya. Meminta nomor telponnya pada seorang teman yang tanpa curiga dia bertanya, "Hilang kereset, ya?" kali ini aku bohong. bukan ke reset teman, tapi aku hapus.

Beberapa kali sms tak pernah ada balasan. Apa nomornya salah, tapi aku konfirmasi pada teman yang lain nomornya benar, kok. Ya, dia sudah tak mau lagi berhubungan denganku.

"Sudah?" tanya Emak
"Nggak bales. Sibuk mungkin!"
"Masa sih?"
Aduh Emaaaaak. Aku tu sudah sangat malu. Untuk apa aku menghubunginya, toh diapun sudah tidak mau dihubungi. Apa yang bisa dia ambil kalau terus berteman denganku? Hanya luka dan perih yang akan terus terasa. Selain itu, tak akan ada manfaat, bahkan sudah terbukti kalau aku bukan teman yang baik untuknya.

"Mak kangen?" tanyaku, Emak mengangguk sambil tersenyum.
Apa aku juga kangen? Kalau iya aku kangen, tapi untuk apa rasa kangen itu? Tak pernah ada gunanya walau jujur ada sesuatu yang hilang dalam hatiku. Hanya... ya sudahlah. toh aku pun tak menyesal. Aku harus berpikir positif dan tidak kekanak-kanakan. Tak perlu memaksa.

"Ada masalah, ya?" Emak seolah tau apa yang ada dalam hatiku.
Aku pikir daripada terus berkelit, lebih baik aku ceritakan kalau aku sudah tidak ada hubungan apapun sama Theo. Hanya karena merasa bosan dan masalah sepele aku malah mengasarinya. Marah sama Theo dan melukai hatinya. Tak ada ampun. Maap yang dia beri bersyarat. Itu artinya...KREK! Tamat! Tak ada lagi simpati dan empati.

Emak menatapku dengan sangat kecewa. Katanya dia gagal mendidikku. Padahal Emak tidak pernah mengajariku begitu. Yang Emak ajarkan adalah bagaimana menyayangi dengan tulus dan berteman dengan baik.
Maapkan aku Mak. Emak tidak gagal. Emak tetap ibu yang hebat. Ketulusan Emak memang tidak bisa aku tiru, walau tau aku sudah tidak punya hubungan apa-apa dengan Theo tapi Emak bilang tetap sayang sama dia dan merasa kehilangan setelah lama Theo tak pernah lagi menemuinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar