Sabtu, 21 Agustus 2010

cerita angin


“Angin centil!” teriakku.
Huh, angin tidak pernah mau diam. Menggodaku berulang kali. Selalu saja bikin aku kesal. Setiap detik harus menyibakkan rambut yang berantakan ditiupnya. Walau begitu aku suka berteman dengannya. Dia selalu bikin segar saat aku kegerahan. Aku juga bisa pura-pura sedang berakting kalau angin mulai menggodaku.

Dia suka sekali bermain di halaman. Apalagi di halaman luas dengan banyak pohon di sana. Dia suka sekali melihat lingkungan berantakan. Katanya biar aku ada kerjaan. Halah, dia tahu saja kalau aku ini pemalas. Sepertiya dia suka sekali bikin orang lain kesal. Saat musim kemarau, musim pepohonan meranggas, angin suka berlama-lama di sana. Meniup dedaunan supaya berguguran, berulang-ulang. Dia suka melihat daun-daun kering itu beterbangan. Berputar-putar seperti baling-baling. Berputar lepas dari tangkainya mencapai tanah, lalu angin meniupnya kembali sehingga dedaunan itu kembali menari riang di udara.

Aku juga suka melihatnya. Aku suka bermain di halaman dengan dedaunan kering berserakan di mana-mana. Aku suka saat angin meniup dedaunan itu. Seperti hujan daun yang turun dari langit. Mungkin aku akan mengirim surat pada Tuhan agar suatu hari nanti menurunkan hujan daun biar tak bosan dengan hujan air. Aku suka mendengar ranting dan dedaunan kering berderak saat aku menginjak mereka. Meriah sekali.

Angin suka menggelayut di ranting-ranting pohon, lalu menyelusup di antara rimbunnya daun muda berwarna hijau yang masih dibutuhkan pohon untuk proses fotosintesa. Membuat pepohonan itu menari merayakan sesuatu. Ada atau tidak ada peristiwa penting hari ini, mereka tetap meriah karena setiap tarikan nafas itu harus dirayakan. Kehidupan yang Tuhan beri itu adalah hadiah yang diberikan setiap saat tanpa mengenal jeda waktu dari jarum sekon yang terus berputar. Terik mentari cemburu melihat kemeriahan kami. Dia ingin diajak juga menikmati perayaan hari ini. Ia tak akan kami ajak. Ada atau tak ada mentari, kami akan selalu tertawa.

“Aku lelah!” teriakku kembali.
Angin menggeleng. Dia sama sekali tak kenal lelah. Dia selalu tampak muda karena dia suka sekali bermain. Dia tampak selalu segar karena suka sekali menari. Meliuk ke sana kemari. Sukar ditebak kemana arahnya. Sayangnya dia juga suka pergi tanpa pamit. Kalau aku merindukannya susah sekali untuk menghubunginya, apalagi dia tak pernah mau membawa apa-apa. Jangankan telepon genggam, penyeranta saja tak pernah mau membawanya. Katanya dia bisa menemukan apa-apa, di mana-mana. Dia bilang tak mau memiliki apa-apa agar mudah meninggalkan siapa-siapa. Huh, angin memang egois. Walau begitu aku tetap suka berteman dengannya karena selalu ada alasan untuk tak menyukainya.

Angin tak pernah menampakkan wujud. Bukan karena dia pemalu. Dia ramah sekali, sangat suka menggoda siapapun yang baru dikenalnya. Menggelitik ranting dan dedaunan tanpa henti. Dia suka sekali bergerak. Pantas saja dia selalu sehat. Dia bilang bisa menyentuhku kapan saja, di mana saja, dan dalam keadaan apapun. Dia pasti akan bisa menemukanku walau aku bersembunyi di balik selimut yang tebal. Ada saja caranya untuk bisa mencuri perhatianku. Benar-benar pintar dan sukar ditebak.



Dia suka sekali bercerita apa saja. Bercerita tentang kehidupannya, tentang orang-orang yang baru ditemuinya. Aku suka mendengar cerita menariknya. Tentang lelaki berkuda yang sempat dia goda. Dia sengaja bertiup kencang supaya lelaki itu jatuh dari pelana kudanya. Dia juga bercerita saat tak ada yang mengajaknya bermain, dengan membabi buta meniup atap-atap rumah, menggoyangkan pepohonan dahsyat. Ih, dasar kamu angin yang nakal! Dia juga suka bermain dengan anak-anak lelaki di tanah lapang. Membantu mereka menerbangkan layang-layang aneka rupa. Dia sendiri yang akhirnya menikmati langit penuh warna dari layang-layang yang diterbangkan anak-anak lelaki itu. Kadang dia menggoda burung-burung yang berlomba terbang dengan menantang arah terbang burung. Usil sekali dia.

Satu hal luar biasa yang aku temukan dari angin adalah dia tak pernah sakit, walau sekedar pilek saja. Debu yang selalu dia terbangkan tak pernah mempengaruhi kesehatannya. “Bergerak!” katanya ketika aku bertanya rahasia dia tetap sehat. Yah. Dia suka sekali bergerak. Berapa kali aku tulis ini, dia suka sekali bergerak. Sampai-sampai geraknya tak pernah aku ketahui.

Aku kini mencarinya. Entah dia sembunyi di mana. Sepi sekali tanpa kehadirannya. Tak ada yang membuat daun-daun kering berputar. Tak ada yang membantu menerbangkan layang-layang. Dia tak pernah sakit, tapi mengapa akhir-akhir ini dia tak pernah menggodaku lagi. Dia tahu aku bersembunyi di mana, tapi aku tak pernah tahu tempat persembunyiannya.

Sudah sangat lama angin tak mengajakku bermain, ada setitik rindu untuknya. Ayolah angin, aku ingin mendengar ceritamu lagi. Atau mungkin kau pergi untuk mencari cerita baru yang akan kau sampaikan padaku nanti? Mencari cerita menarik yang tak akan pernah membuatku bosan.

Huh! Kamu memang angin yang nakal, aku tak pernah bisa menerka apa yang akan kau lakukan selanjutnya. Angin di mana kamu sekarang? Ayolah ajak aku bermain, aku kangen tiupanmu, aku mau mendengar ceritamu lagi.

18 agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar