Sabtu, 23 April 2011

Berjarak

Kereta waktu melaju cepat, membuat kau menjauh dariku. Tak terasa...hanya kenangan yang aku rasakan saat roda kereta beradu dengan rel. Dentingnya menyakiti telinga. Air mataku terjatuh, kamu juga? Entahlah. Aku hanya harus relakan kepergianmu. Entah kau akan kembali dengan kereta yang sama, karena yang aku tahu dengan pasti, kereta ini akan kembali ke kota ini. Mengangkut sesuatu yang lain yang juga masih samar akan kembali pada kebiasaan lama, atau memang berjarak. Tak pernah kembali.

Sebetulnya jarak hanya sekedar pemisahan raga. Di masa sekarang jarak tak lagi jadi kendala, teknologi informasi mempermudah segalanya. Hanya saja aku tak pernah paham kalau sekarang kita berjauhan. Bahkan teknologi informasipun sepertinya mendukungmu. Sinyal telpon yang sering kita gunakan sepertinya mengerti keinginanmu. Jaringannya putus nyambung-putus nyambung, persis lagu BBB.

Aku bukan sama sekali tak tahu aturan, hanya mencoba memahami apa yang terus berjalan. Membantu sesuatu yang ingin engkau wujudkan yang entah dalam bentuk apa.
Tapi rupanya aku yang salah paham, ya? Baiklah. Aku mengerti. Bahkan menulis pun harus pakai spasi agar mudah dibaca dan dimengerti. Mengendarai kendaraan harus berada 5 meter dari kendaraan di depan kita, antisipasi supaya tidak terjadi kecelakaan fatal.

Sekarang aku berdiri di seberangmu, di antara batas yang pernah aku injak sebelumnya.
Mungkin sebaiknya memang begitu. Ada jarak di antara waktu dan kecepatan melewatinya.
Saat kereta waktu kembali, sinyal telepon dan segala macam bentuk teknologi informasi tak lagi ada artinya. Spasi antar kata yang aku tuliskan tak akan lagi bermakna. Sebab kereta itu kembali tanpa membawamu ke tempat di mana aku berada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar