Kamis, 15 Februari 2018

Cerita Ketika Hujan



Hujan turun sore ini tidak membuatku membatalkan janji dengan sahabat yang lama tak bertemu. Cuaca sore yang dingin sebenarnya enak untuk berada di balik selimut, menikmati secangkir kopi sambil membaca buku mungkin lebih mengasyikan daripada harus berbasah-basah menerjang hujan. Tapi ya…janji adalah utang. Lagipula sahabatku itu sibuknya minta ampun. Seolah separuh dunia ini miliknya.

Memerhatikan kaki-kaki hujan menarik sekali. Seperti tirai tipis yang bergerak turun lalu kembali lagi ke atas, lalu turun lagi. Dan begitu seterusnya. Indah. Terkadang meliuk menari ditiup angin jahil yang tak mau melihat kaki hujan bergerak lurus turun ke tanah. Tetiba pandanganku tertuju  ke sebuah rumah makan seberang cafĂ© tempat aku menunggu.

Aku lihat seorang gadis kumal menatap pengunjung rumah makan di “pengkolan”. Membawa karung putih berisi botol-botol. Entah dia sekedar berteduh atau ada maksud lain. Mudah-mudahan dia bukan peminta-minta modus. Tapi dengan kehadirannya di ujung mataku membuatku bersyukur, Tuhan memberiku banyak kesenangan yang sering aku lupakan. Tuhan menyentil egoku yang selalu terus meminta hakku berlebihan.

Entah siapa yang menarikku, aku berjalan menembus hujan, berniat menghampiri gadis kumal itu. Sekedar membelikannya makanan atau minuman penghangat, lalu sok-sok peduli dengan memberinya sedikit uang. Langkahku tak bisa cepat karena cipratan hujan begitu mengganggu pandang. Sampai di tempat yang aku tuju, aku tak melihat siapapun. Entah ke mana perginya si gadis kumal itu. Sedangkan di seberang sana, sahabatku yang baru tiba berteriak memanggil.

Ah hujan…kau beri aku satu lagi pelajaran.


15.02.2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar