Sabtu, 12 September 2009

PELANGI SORE HARI

Hujan yang turun beberapa saat lalu memang tidak besar dan tidak lama. Matahari kembali bersinar walau titik-titik air hujan masih tampak sesekali turun. Itu yang paling Rein suka, karena cahaya matahari yang jatuh tepat mengenai titik-titik air hujan akan diuraikan menjadi warna-warni yang indah. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Tujuh warna yang berbeda panjang gelombang dan indeks bias.
Sebetulnya tak ada perbedaan antara nila dengan ungu. Karena nila nama lain untuk ungu. Jadi sebenarnya warna pelangi hanya enam, bukan tujuh. Warna merah terlihat paling atas karena indeks biasnya lebih kecil dari indeks bias warna jingga, dan seterusnya. Pelangi bisa terlihat begitu indah di langit karena dibiaskan melalui dua media yaitu air dan udara dengan kecepatan yang berbeda-beda pula. Hanya saja keindahan pelangi tidak dapat dinikmati lebih lama karena titik-titik air yang turun juga tidak lama. Keindahan pelangi cepat tergantikan udara yang kembali sejuk setelah hujan turun.
Seperti laskar pelangi yang sangat suka dan kagum pada pelangi karena keindahannya, Rein juga sangat menyukai pelangi. Walau terlihat di langit tidak terlalu lama, tetapi kehadirannya menyejukkan. Setiap orang yang menikmatinya merasa damai dan memuja keagungan Tuhan. Betapa tidak, ada banyak ilmu yang di dapat hanya dari mengamati pelangi. Sederhananya adalah…hujan hanya sesaat kalau pelangi sudah terlihat. Artinya matahari yang belum puas menerangi bumi akan kembali berkuasa setelah dikudeta awan mendung sebelum selanjutnya dia beristirahat dan digantikan malam. Sedangkan untuk ilmu lebih rumitnya adalah warna merah yang berada paling atas di antara urutan warna itu, bukan biru atau kuning.
"Kopimu dingin tu, Rein!" teriak Manda.
Sore itu kebetulan Rein dan Manda berada di sebuah mal. Menunggu hujan reda mereka asik duduk di Starbuck sambil menikmati pelangi dan cappuccino favorit mereka.
Rein tidak langsung menyeruput cappuccinonya. Sesaat dia memandang sekeliling tempat itu dan tersenyum.
"Arah jam tiga adalah pelangi!" suaranya pelan memberitahu Manda.
Manda melirik ke sebelah kirinya, tampak seorang pria memakai polo berwarna merah, kuning dan hijau.
"Itu lampu stopan, Rein!" Manda terkikik.
"Traffic light tidak begitu indah. Hanya indah kalau warnanya hijau terus!" Rein membela pendapatnya.
"Kenapa sih begitu suka pelangi, Rein?"
"Ow…kita tidak sedang membicarakan pelangi, Manis!" Rein tersenyum, lalu telunjuknya yang lentik menunjuk kembali pada pria berpolo pelangi itu, "Tapi dia!"
Manda tertawa mengingat Rein suka segala sesuatu yang berhubungan dengan sore, hujan dan pelangi. Anak ajaib. Apa mungkin karena sok-sok mau disesuaikan dengan namanya, Rein yang dalam bahasa inggris ditulis RAIN. Rain kan artinya hujan, apa dia anak hujan, seperti Gundala putra petir hehehe…bisa saja ibunya memberi nama. Bagus pula, Reinhard Enwin.
Kata Rein sih ditulis dalam bahasa inggris RAIN HARD AND WIN, artinya hujan besar dan menang. Lucu juga namanya. Dan kalau harus memaksakan diri memirip-miripkan Rein dengan hujan adalah rambut Rein seperti awan cumulus. Bergelombang seperti bunga kol. Kalau awan itu berwarna putih bersih, maka dipastikan hari tidak akan turun hujan. Dan kalau pinggir-pinggir awan cumulus itu sedikit gelap. Jangan ragu untuk membawa segala benda yang akan melindungi kita dari hujan, karena awan seperti itu diprediksi untuk membawa hujan.
Begitu pun Rein. Kalau wajahnya tampak berseri-seri dipastikan cerah sepanjang hari. Tapi kalau sudah mendung, akan seperti awan cumulus yang menumpahkan air hujan yang banyak meski tak memakan waktu yang lama.
"Berani menyapa…atau seperti biasa?" tantang Manda.
Rein tersenyum, lalu dia seolah berpikir akan tantangan sahabatnya itu. Kalau biasanya mereka hanya puas menikmati ketampanan seorang pria dari jauh, tanpa mengenal siapa dia. Kali ini situasinya jadi luar biasa. Dengan yakin Rein menganggukkan kepalanya.
"Akan aku sapa, Sayang!" Rein tersenyum.
"Yakin?" Manda tampak terkejut dengan kenekatan yang diperlihatkan Rein, "Kalau dia punya cewek?"
"Aku kan nggak akan pacaran sama ceweknya!"
"Rein? Loe gila?"
"Dengan kekuatan pelangi dan hujan yang turun sore ini Rein akan menunjukkan pada dunia bahwa dia benar-benar cantik!" Manda tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon sahabatnya itu.
"Ssst…Rein…cappuccino loe beracun kali?" Manda seolah sibuk mengocek kopi dalam cangkir Rein, dan mencari tahu mengapa sahabatnya bisa seperti itu. Gila,kah?
Rein kembali tersenyum, lalu dia menunjuk ke arah pelangi yang mulai memudar karena titik-titik air hujan perlahan menghilang. Warna sore yang mulai jingga memberi ketentraman. Sungguh fenomena alam yang sangat indah.
"Lihat pelangi itu, kan?" Manda mengangguk, "Pelangi itu hadir hanya sesaat, Man. Tapi dia begitu berarti untuk langit. Untuk sore ini. Untuk manusia romantis seperti aku!" sangat percaya diri Rein berkata pasti, "Dan sama seperti pelangi, kamu harus menunjukkan diri supaya dunia tahu kalau dirimu ada dan begitu indah!"
"Wow! Ini masih tetap loe kan, Rein?" Manda takjub mendengar apa yang baru dikatakan temannya itu, "Jadi?"
"Tunjukkan diri loe sama dia! Punya cewek atau nggak itu urusan nanti!" senyum Rein tak pernah lepas sore ini. Ia beranjak mendekati pria berpolo warna pelangi itu.
Manda benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Rein mendatangi pria itu. Tampak dari kejauhan mereka bersalaman. Pria itu mempersilakan Rein duduk bergabung. Tak ada gerak canggung atau salah tingkah dari keduanya. Jangan-jangan mereka sudah saling kenal sebelumnya makanya Rein berani mendekati pria itu. Sesaat Manda melihat Rein melirik ke arahnya. Giliran dapat ikan, lupa teman mancing.
Manda begitu penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Masa sih Rein lupa sama teman. Atau mereka memang lagi reunian makanya begitu asyik sendiri. Ah…mengapa lampu stopan itu harus lewat sejenak dan mengganggu keasyikan mereka. Eh, tapi…Rein tampak menunjuk ke arah Manda, dan pria itu ikut melihatnya. Manda tersenyum. Rein tidak melupakannya.
Manda melihat Rein kembali menuju ke arahnya. Tapi lampu stopan itu tidak ikut serta. Ah…gak seru dong judulnya kalau begini. Masa Rein sendiri yang akan eksis.
"Kok dia tidak ikut?" tanya Manda setelah Rein mendekat.
"Nunggu pesanannya diantar!" jawab Rein enteng.
Manda menganggukkan kepalanya. Entah apa maksudnya, "Sudah saling kenalkah kalian?" selidik Manda yang langsung disambut gelengan kepala Rein.
"Lalu tadi prolognya apa?"
Dan lagi-lagi Rein tersenyum, sungguh aneh tingkah temannya itu saat ini. Serba misterius, serba main rahasia. Padahal sudah ketahuan akan seperti apa endingnya. Itu juga kalau perkiraan sok tahu Manda tidak meleset seperti biasa. Manda memang tidak ditakdirkan untuk jadi cenayang. Biarkan Mama Lorent yang bisa memprediksi sesuatu dengan tepat.
Bau tanah yang tersiram hujan tadi masih tercium. Sangat alami dan begitu elegan dibandingkan parfum mana pun. Kalau saja ada perusahaan yang memproduksi parfum dengan aroma bau tanah seperti ini, tentu Rein akan jadi orang pertama yang ada dalam daftar pemesan. Tak peduli orang lain suka atau tidak, yang pasti dia sangat suka bau seperti ini. Menyatu dengan alam.
Lampu stopan itu bernama Guntur. Manda benar-benar dibuat pusing. Kebetulan yang memang disengaja atau kesengajaan yang kebetulan terjadi? Guntur terjadi hanya pada saat hujan turun. Semuanya berhubungan, kecuali dirinya. Seorang Manda. Tak ada unsur hujan, sore, dan pelangi. Kalau dipaksakan merunut pada bentuk fisik, mungkin dirinya akan jadi awan stratus yang tipis dan hanya penghias langit. Tapi awan stratus tidak mendatangkan hujan. Ah, sesuatu yang dipaksakan hasilnya akan tidak baik. Mungkin akan jadi trauma.
Guntur dan Rein, disingkat tentu jadi GR. Manda tersenyum memikirkan itu. Belum tentu Guntur suka sama Rein. Mungkin Guntur malah akan suka padanya. Nah, ini baru geer. Manda terkekeh sendiri, tentu saja aksinya mengundang curiga Rein dan teman baru mereka.
Menurut Rein, saat pertama kali dia menyapa Guntur tadi adalah, "Hay sepertinya kamu Joko, teman SMA abangku!"
Mulai ketahuan Rein suka ngegombal. Abang dari Hongkong? Secara Rein adalah anak tunggal. Walau anak tunggal, dia tidak pernah merasa kesepian. Dia tidak pernah kekurangan pelukan, tidak terlalu banyak kasih sayang, mandiri dan menyenangkan. Seperti hujan yang selalu dirindukan untuk menghilangkan udara kering dan panas. Menentramkan seperti degup jantung yang berirama.
Tapi apa pun alasan Rein, dia sukses berkenalan dengan seorang pria tampan, bukan hanya menyapanya. Entah datang dari mana keberanian dan rasa percaya diri yang Rein tunjukkan seperti sore ini.
"Aku kan sudah bilang, dengan kekuatan pelangi dan hujan yang turun sore ini, aku bisa berbuat apa saja!"
"Dan tidak merasa risih walau orang lain melihatmu seperti orang gila? Bahkan kalau temanmu sendiri yang berpikir seperti itu? Apa dia tipe wanita penggoda?" tanya Manda iseng.
"Ah, itu sih teman yang tak tahu diuntung!" Rein terkekeh, "Coba tanya dia aku seperti apa?" Rein melirik Guntur supaya pria itu mendeskripsikan dirinya di depan Manda.
Guntur tersenyum, "Tentu saja Rein menggodaku untuk berkenalan dengannya!"
"Hanya itu? Alasannya apa? Apa karena dia punya teman sekeren aku?" solot Manda
"Karena Rein adalah hujan dan guntur terjadi pada saat hujan! Dan kamu tahu kalau hujan tidak ada guntur, Man?" Manda mengangkat bahu tanda tak tahu. Dia memang serba tidak tahu, "Hujan kehilangan kepercayaandiri karena tak ada kawan untuk membuat irama yang bagus untuk manusia dengar. Semuanya memang harus ditunjukkan supaya orang tahu kalau dirimu ada!"
"Kamu sudah punya pacar?" pertanyaan tanpa basa-basi Manda langsung disambut gelengan kepala Guntur.
"Pacar bukan kata yang tepat untuk mengkondisikan aku pada suatu hubungan!"
"Ah…sebaiknya jangan berbicara seperti Rein, please! Manda tidak mengerti dengan kalimat-kalimat kiasan. Go to the point and you will get what you want! Atau jangan-jangan kalian memang ditakdirkan untuk berjodoh?"
Rein dan Guntur sama-sama terdiam. Tapi tiba-tiba Rein tertawa keras.
"Kalau guntur memang ditakdirkan untuk mengikuti hujan. Nggak lucu aja ada guntur padahal sama sekali nggak ada tanda-tanda akan turun hujan! Tapi kalau Rein dan Guntur beda. Karena kita sama-sama baru kenal dan mungkin akan terhalang oleh kecentilan seorang Manda. Ha…ha…ha…!"
Manda mendelik sebal. Yupz. Memang terlalu jauh pertanyaan yang ia ajukan. Segalanya serba mungkin terjadi, tapi segalanya pun bisa tidak mungkin terjadi. Rahasia Tuhan akan tetap jadi rahasia walau pun Mama Lorent berusaha keras membuka semua faktanya.
Sore yang indah memberi warna lain dalam episode kehidupan Rein, Manda, dan Guntur. Hubungan manusia tidak hanya antar pasangan. Tapi yang lebih utama adalah persahabatan. Pelangi yang hadir sesaat memberi indah pada dunia dan jadi kekaguman tersendiri untuk mengukir keinginan yang terpendam agar muncul dan diketahui banyak orang. Kalau bagus, tentu akan banyak orang yang suka. Kalau tak bagus, tak akan jadi duka. Tapi jadi cerita lain yang akan menumbuhkan semangat untuk terus ada.
"Cappuccino-ku sudah habis. Pelangi sudah tak tampak dan sore sudah hampir beranjak gelap…pulang, yuk!" ajak Rein.


Cipaganti, 15 Agustus 2009
Karena Pelangi yang hadir setelah hujan di sore hari
Karena Theo Rumthe & Rein cerita ini tercipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar