Sabtu, 25 September 2010

Aldi


Huh! Pagi-pagi sudah kembali hujan. Tampaknya hujan memang sedang rajin isi absensi bulan ini. Entah takut kena SP atau memang ada alasan lain yang dia miliki sendiri, tak pernah bolos walau sehari. Kalau tak butuh, malas sekali untuk bangun. Udara dingin membuatku lebih suka merapatkan selimut daripada beraktifitas. Ah, Aldi harus sekolah!

"Ci, tlng bereskan baju Al. 2 jam lagi saya jemput" isi sms yang baru masuk pagi ini bikin aku merasa tak enak sendiri. Aldi mau dibawa pergi? 2 jam lagi? Enak sekali. Apa bapaknya itu gak mikir kalau Aldi harus sekolah? Puasa kemarin sekolahnya sama sekali tak betul, banyak bolosnya. Bahkan kemarin Al sendiri yang curhat nggak mau pindah sekolah. Nggak mau berpisah denganku. Sama Al, hidupku pun akan meredup karena kau yang selama ini meneranginya. Aku tak peduli dengan isi sms itu.
"Mau pake batik!" pinta Aldi setelah selesai mandi. Pake batik ke sekolah? Hey, ini Sabtu, Bung! waktunya seragam pramuka. Aku tak bilang kalau 2 jam lagi dia akan dijemput bapaknya. Aku tak akan membiarkan ini terjadi.

"Al. Kalau bapak datang kamu jangan mau ikut, ya!" perintahku. Al menatapku penuh tanda tanya.

"Bapak mau datang?" matanya tidak berbinar. dia malah merenung. Besok kita akan bersenang-senang. Makan-makan di restoran cepat saji, beli skateboard dan sepatu baru, hanya berdua. Tak ada bapak, tak ada ibu, hanya aku dan Aldi.

Ci, saya di luar. Kembali bapak Al mengirimku sms. Hatiku kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Dia bapaknya, tentu lebih berhak mengatur Aldi. Dia sudah datang.

Al meronta, dia berteriak "Aku nggak mau ikut bapak! Aku juga nggak akan ikut ibu! Al mau di sini aja." Al menangis keras, dia berlari ke arahku. Ke dalam pelukku, minta perlindunganku.

Tapi yang minta dan hendak membawa Aldi adalah bapak dan ibunya. Sedangkan aku? Aku bukan siapa-siapa Aldi, hanya orang yang teramat sayang pada anak itu. Bahkan aku mencintainya lebih dari aku mencintai diriku sendiri. Dua bulan ini dia lebih nyaman bersamaku, karena ayah dan ibunya dalam kondisi rumah tangga yang sama sekali tak harmonis. Suatu keadaan yang harusnya tak banyak diketahui anak usia 7.

Aku biarkan air mata mengalir tak henti, seperti aku biarkan Aldi menangis karena tak mau dibawa bapaknya. Ibunya, entah kemana. Aku tak peduli. Napasku seolah terhenti. Pantas saja September ini hujan tak pernah bolos untuk isi absensi karena matahariku pergi dari duniaku.

"Mama!"

Aku mendengar suara Al. Dia kembali! Dia memanggilku mama. Dia lebih nyaman dan aman dalam pelukku karena aku sayang dia.




Ah...hanya lamunanku saja...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar