Jumat, 17 September 2010

Father and Friend

“Aku dapat yang baru!” teriak Liz di ujung telpon.
Aku tahu, Liz yang supel dan penuh semangat akan dengan mudah mendapatkan apa yang ia mau. “Sedikit tua tak apa, yang penting dia bisa membayar aku lebih!” katanya sambil tertawa gembira, “Kamu tahu, dia itu sangat kaya!” sambungnya lagi.
Aku ikut tertawa, walau terpaksa. Sahabatku ini nekat sekali. Setelah tahun lalu dia mulai melacurkan diri karena terdesak ekonomi, malah ketagihan. Huh! Terdesak apa…dia itu sangat suka foya-foya. Hampir setiap malam waktunya dia habiskan di bar. Ya…aku ikut juga sih. Aku juga suka bersenang-senang di bar, tapi tidak tidur dengan sembarang pria, walau pria itu kaya.

“Nanti malam ayah tidak pulang! Kamu baik-baik di rumah ya. Mwuah!” ayah mencium lembut keningku.
Shit! Lagi-lagi ayah meninggalkanku sendiri di rumah besar ini. Sejak orang tuaku bercerai dua tahun lalu, aku memilih ikut ayah. Selain karena ayah lebih perhatian, juga lebih...ehm, berada.

“Liz, ayahku tak pulang nanti malam. Mau temani aku?” aku akan kesepian nanti malam makanya mengundang Liz.
“Sorry dear, I can’t! Aku akan bertemu pria kaya itu nanti malam!”
Huh! Semua meninggalkanku. Aha… “Boleh aku ikut?”
“Hahaha….are you sure? Boleh, tapi jangan mengganggu kesenanganku!”
“Oke, deal!”


Aku tahu tempat di mana Liz biasa bertemu kliennya. Tak perlu tergesa untuk menemui Liz. Hanya saja aku terhenyak karena di sana ada mobil ayahku. Dan aku melihat ayah berjalan sambil memeluk seorang gadis. Mereka berciuman lama dan sangat mesra. Niat untuk bertemu Liz aku urungkan. Aku memutar mobil dan mengirimnya sebuah pesan sms.


















“Liz…aku tak mengganggu kesenanganmu, tapi pria kaya yang sudah tidur denganmu itu ayahku!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar