Jumat, 01 Oktober 2010

Mendadak Rindu



Jam ngantukku sudah lewat. 20.00. Susah sekali mata ini terpejam. Bukan karena gajiku dipending, bukan pula karena kerja lemburku yang belum dibayar. Memang ini tanggal 1. Awal bulan. Waktu untuk kebanyakan pekerja menerima hak mereka; bayaran sepadan. Aha…aku bukan pekerja. Aku juga bukan pemilik perusahaan. Mana ada yang akan membayarku. Tapi bukan itu alasan kantuk sukar sekali mendekat padahal besok aku sudah janji pada diri sendiri untuk menyelesaikan satu tulisan yang selama ini aku tunda terus. Pemalas. Ih, itu kan satu kata yang sering kau tujukan padaku.

Sialan! Kau itu ada atau tidak? Apa aku teringat kau? Seekor cecak di langit-langit kamarku terkekeh. Tampaknya dia tahu betul apa yang sedang aku pikirkan. Sialan! Kini bayangmu berkelebat, meninggalkan satu kenangan pada suatu waktu , saat kita masih bersama. Dulu. Dulu sekali. Sekitar seribu tahun yang lalu. Kau sudah jadi fosil sekarang?

Seandainya kau adalah fosil, aku ingin jadi penemu fosilmu. Aku akan terkenal dengan menemukan fosil manusia gila. Mendadak semua kembali mengusik otak, memporak-porandakan ketenangan yang aku susun dengan sangat berat. Kau kembali menghancurkan harapan yang samar-samar mulai menampakkan keindahan. Aku bilang kan tak mau lagi kembali. Jangan mengganggu sepiku, plis!! Aku mohon.

Angin malam dingin menggigit, menusuk pori-pori dan tembus ke tulang. Kau suka itu. Aku benci setengah mati. Angin itu kini merayuku untuk beranjak ke luar sedang di sana tak ada apa-apa. Malam malah makin pekat, sudah lebih dari jam 21.00. Aku tak suka. Itu bukan kebiasaanku. Dan aku tak mau membiasakan diri untuk memulai tidur terlalu larut.

Sialan! Kenapa aku mendadak rindu padamu? Ayolah, pergi! Aku tak mau kau ganggu lagi. Sudah cukup masa lalu memberi keindahan dan kepedihan buatku, buatmu juga. Tapi rindu itu sama dengan cinta. Datangnya tak bisa dipaksakan, tak juga bisa ditolak. Sama seperti waktu aku mencintaimu…aku nikmati tiap momen yang kita lewati. Senyum. Tawa. Canda. Celaan-celaan. Pujian. Pengorbanan. Ketulusan. Jatuh. Luka. Tak tersembuhkan. Tapi aku masih menyimpan satu perasaan tak terhilangkan di sini. Untukmu.

Lalu mungkin cecak ini tak akan pernah mati, sampai rinduku yang mati sendiri untukmu. Atau untukku? Entah,lah. Malam ini di langit hanya tampak satu bintang yang entah siapa namanya. Aku tak memberi nama pada bintang-bintang yang berserakan. Biasanya aku selalu memberi nama pada apapun yang aku suka. Seperti kau yang memanggilku pemalas. Aku bukan pemalas! Aku hanya seseorang yang mendadak rindu pada manusia gila macam kau saat ini. Dan aku kini berharap kantuk mendadak menyerangku supaya aku tertidur dan tak lagi memimpikanmu menjadi fosil yang aku temukan suatu saat nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar